:: Bab XXIX ::

652 61 6
                                    

Dengan pikiran yang tidak bisa lepas dari Claudia, Sky berjalan lunglai memasuki rumah. Hari sudah malam begitu ia sampai, setelah terlebih dahulu memastikan keadaan Claudia sudah lebih baik, bahkan sampai harus mengantarnya ke cafe. Padahal, ia sudah menyarankan awan manisnya itu untuk meliburkan diri hari ini, paling tidak agar dia bisa mengistirahatkan kondisi mentalnya sejenak. Namun, Claudia malah menolak, dengan dalih tidak mau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan gaji yang utuh bulan ini. Jadilah gadis tersebut memilih untuk tetap masuk kerja, dengan meyakinkan Sky kalau dirinya sudah baik-baik saja.

"Sky."

Langkah Sky yang baru akan memijak anak tangga, mesti terinterupsi oleh sebuah suara yang sangat tidak asing untuk telinganya. Meski sebenarnya ingin mengabaikan, pada akhirnya Sky tetap memutar langkah dan menghampiri pria setengah baya yang duduk di sofa. Di satu sisi, ia memilih untuk membuang pandangan, tidak sedikitpun membalas tatapan kemarahan yang dilayangkan oleh sang Papa.

"Apa yang sudah kamu lakukan hari ini?"

"Gak ada."

Plak!

Tanpa aba-aba, sebuah tamparan yang sangat keras, mendarat dengan mulus di atas pipi Sky. Hingga mampu menyebabkan sudut bibirnya robek, serta keluarlah setetes demi setetes darah segar dari sana.

Hal itu pun turut mengundang perhatian Bibi yang sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam, dan akhirnya wanita tersebut hanya bisa menutup mulutnya yang terbuka lebar karena terkejut. Dia lantas bergerak cepat, menghampiri Sky yang terdiam sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Sky!"

"Selama ini, Papa sudah berusaha sabar sama kamu, ya, Sky! Papa juga sudah memberikan segala hal yang terbaik buat kamu! Tapi, begini balasan kamu?!"

"..."

"Selama Papa pergi dinas kemarin, kamu kabur dari Pak Agus, kan?! Kamu juga tidak mengikuti jam belajar tambahan sama tutor kamu, kan?! Gak tahu diri, ya, kamu! Bisa-bisanya kamu menyia-nyiakan kesempatan yang sudah Papa kasih buat kamu! Papa sudah bayar tutor mahal-mahal supaya kamu bisa belajar dengan baik dan dapat beasiswa di Inggris! Tapi, kamu malah gak tahu diuntung! Dasar sampah!"

Setelah sekian lama terdiam, Sky akhirnya mengangkat wajah dan membalas tatapan Pak Adnan. Ia tidak bermaksud menyia-nyiakan kesempatan bagus yang sudah diberikan, tapi ia punya alasan lain kenapa dirinya memutuskan untuk melakukan hal tersebut. Selain ingin merasakan kebebasannya yang dulu, ada faktor lain yang membuat Sky benar-benar tidak nyaman. Dan ia sangat tidak ingin, jika ia tetap membiarkan hal itu terus terjadi, maka bisa berakibat buruk untuk dirinya sendiri.

"Pah—"

"Dan satu lagi, Papa dapat laporan, kamu buat onar di kampus Papa! Semua orang ngomongin kamu yang mukul salah satu mahasiswi di perpustakaan! Bagaimana bisa kamu melakukan itu, Sky?!"

Pak Adnan memotong, bahkan tanpa sempat membiarkan Sky menyelesaikan satu patah kata saja. Membuat sang anak yang mendengar pernyataan yang tidak sepenuhnya benar itu, langsung membelalakkan mata.

Sky tentu kesulitan menjawab, ketika apa yang dikatakan Papanya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Ia bahkan berani bersumpah, bahwa ia tidak memukul satu pun orang, apalagi seorang perempuan. Jika yang dimaksud Papanya adalah ketika ia mencengkram kerah kemeja nenek lampir yang mengata-ngatai Claudia, itu hanya sebuah peringatan darinya. Bukan bermaksud apa-apa.

"Apa Papa pernah mengajarkan kamu untuk berlaku kasar sama perempuan?! Apa pernah?!"

"Pah, itu gak bener! Sky gak mukul siapa-siapa, apalagi perempuan! Berita yang Papa dengar itu salah! Sky cuma mau nolongin temen Sky yang udah difitnah sama cewek itu!"

Let Me Be Your Sky [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang