01 - sandwich & yogurt

590 76 0
                                        


Seberapa pintar atau jeniusnya seseorang pasti pernah merasa lelah ketika belajar.

Seperti Elin sekarang. Gadis yang sedang duduk seorang diri di salah satu bangku perpustakaan itu sedang merasa lelah pagi ini. Mengikuti pelajaran Fisika di kelas selama tiga jam penuh ditambah harus menyelesaikan soal-soal kimia sendirian di perpustakaan membuat otaknya terasa mau meledak.

Elin ditunjuk mengikuti olimpiade sains dan sekarang sedang ada jadwal pembekalan. Sadisnya ia belum istirahat sama sekali sejak bel istirahat pertama, ditambah belum sarapan karena malas.

Rasa lapar dan lemas bersatu padu melandanya. Sungguh, ia ingin pintu ajaib milik doraemon berada disampingnya sekarang juga agar ia bisa ke kantin tanpa mengeluarkan tenaga.

Sedang berusaha memaksa otaknya untuk beberapa soal terakhir, sesuatu dingin menempel di pipinya.

Elin merajuk kaget. Pulpen ditangannya sampai terjatuh ke kolong meja. 

"Jangan dipaksa, istirahat dulu."

Elin masih belum berkedip, sampai cowok itu menarik kursi ke samping Elin dan duduk. Dia menyodorkan sebotol yogurt dingin dan dua buah sandwich coklat kepada gadis di sebelahnya.

"Kok bengong?" Tanya cowok itu, mulutnya sedang mengunyah permen karet.

"Alvan, 11 IPS-3."

Alvan mengulurkan tangan setelah meletakkan yogurt dan sandwich diatas meja. Dia menatap gadis disebelahnya heran.

Alvan tersenyum simpul, "mungkin nggak penting lo tahu nama gue, tapi yang jelas gue udah tau nama lo. Elina kan?"

Elin masih diam mengamati dengan saksama cowok disampingnya yang sama sekali tidak dia kenal.

"Lo punya mulut, kan?"

Elin akhirnya tersadar dan berdehem sebentar, baru mengulurkan tangannya, "Elina Ananta, 11 MIPA-1," ucapnya disertai senyum kecil.

Alvan ikut tersenyum.

Setelah jabat tangan mereka usai, yang terjadi selanjutnya hanya hening. Baik Alvan ataupun Elin sama-sama diam. Mereka tampak sibuk dengan pikiran masing-masing. Ruangan dengan aroma paduan antara buku dan pewangi lavender ini hanya didominasi oleh suara jam dinding yang terus berdetak memutar.

"Itu minuman sama rotinya dimakan, Na," Alvan memulai ucapan.

Kalimat tersebut mampu membuat Elin langsung terkesiap dan menatap Alvan dengan tatapan susah dimengerti. Antara kaget, marah, sedih, semua bercampur menjadi satu.

"Kenapa?" Alvan bertanya ketika melihat perubahan ekspresi Elin.

Apakah kalimat yang tadi dia ucapkan salah?

Ataukah kurang sopan?

"Na?" Tanya Elin tanpa ekspresi. Entahlah, hanya sekedar nama panggilan saja dia menjadi teringat kembali dengan seseorang yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya.

"Nama lo Elina kan?" Tanya Alvan memastikan, dan Elin mengangguk.

"Dipanggil Nana, kan?" Tanya Alvan heran, seingatnya memang nama panggilan gadis itu Nana.

MiddlemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang