05 - Satu Langkah Lebih Maju

189 70 0
                                    


Pintu kelas 11Ips3 terturup rapat, dengan perlahan Alvan membuka pintu kelasnya sambil mengucapkan salam jaga-jaga kalau ada guru. Lagipula mengucapkan salam ketika mau memasuki ruangan kan sudah sebuah keharusan seorang muslim, ye kan?

"Yaelah nggak ada guru," gumamnya. Alvan berjalan dan duduk dibangkunya yang berada paling belakang. Dia memutar badannya, menatap segerombolan teman laki-laki kelasnya yang sedang mojok, terlihat serius dengan satu laptop yang diletakkan dibangku ketua kelas yang bertempat dideretan pojok kanan.

"Lang!" Panggil Alvan kepada Galang yang tengah fokus menonton.

Tidak ada sahutan dari Galang, "Fan!" Alvan beralih memanggil Fano. Namun sama, sama-sama tidak ada balasan.

"Nonton apa kalian?" Tanya Alvan kepada Baro yang kebetulan menatapnya.

Baro meringis, "mantap-mantap."

Alvan hanya geleng kepala, sudah tau apa yang dimaksud 'mantap-mantap' oleh Baro, apalagi melihat wajah segorombolan kawannya itu yang semuanya penuh nafsu, ah sudahlah.

"Kalian kalau nonton begituan jangan di kelas dong! Kita kaum hawa takut tau lihat wajah kalian yang kek gitu," Oci si bendahara kelas bersuara. Gadis itu berkata lantang dari meja barisan paling depan sambil berdiri.

"Iya bener banget! Wajah kalian tuh kek pecandu narkoba tau nggak?" Sahut Pipit yang duduk di sebelah Oci.

Alvan langsung menyemburkan tawa, lalu menatap segerombolan kawan-kawannya yang fokus dengan wajah menyeramkan seperti yang dimaksud oleh Oci dan Pipit.

Oci menatap Alvan, "ajakin keluar kek nontonnya, jangan dikelas!"

"Monmaap ya gue nggak nonton begituan. Suruh sendiri dong," sahut Alvan.

Oci berdecih, "halah palingan dirumah juga nonton begituan."

Alvan tidak memperdulikan, dia lalu memilih mengambil ponselnya yang tadi dia letakkan di laci. Lalu membuka game favoritnya. Alvan sengaja mengatur volume full agar suara game yang dia mainkan memenuhi ruangan, agar semua makhluk dikelasnya terganggu dan sewot sendiri. Haha, Alvan memang suka melihat wajah-wajah sewot orang lain, suka aja bawaaannya.

"Bangsat banget lo Al, nih suara videonya kesaing sama suara game lo!" Maki Fano dari belakang.

Alvan hanya tersenyum puas, tidak memperdulikan. Dia lebih memilih fokus dengan gamenya.

"Alvan brisik banget sih lo! Kecilin gak volume nya! Gue gampar lo!" Teriak teman ceweknya, Nina. Dan lagi, Alvan tidak memperdulikannya.

Dia tertawa dalam hati mendengarkan ocehan-ocehan dari teman ceweknya, ditambah maki-makian dari cowok-cowok mesum dibelakang. Dia jadi berpikir besok-besok dia mau bawa speaker saja ke sekolah. Atau membawa salon buat dangdutan untuk mericuhkan kelas, seperti yang biasa Alvan lakukan di sekolah lamanya.

Plak!

Alvan tersentak. Dia mengelus dahinya yang kena gampar buku milik Bunga, teman sekelasnya yang terkenal sadis dan suka bicara ceplas-ceplos.

"Apaan sih, plower!" Alvan tidak terima, dia mengambil alih buku milik Bunga dan menggampar balik bunga, tentunya tidak keras. Hanya bercanda.

MiddlemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang