Mengelilingi jalanan Kota Jakarta tanpa tujuan yang jelas dengan Alvan, sekarang.
Rasanya bahagia. Elin tidak pandai berbohong tetang apa yang dia rasakan. Dia benar-benar bahagia dengan Alvan, saat ini.
Dulu Elin melakukan kegiatan bodoh ini bersama Fathur. Berkeliling jalanan kota tanpa tujuan yang jelas, lalu jika bensin motor Fathur habis mereka akan sama-sama mendorong motor sampai mereka berdua kelelahan dan memilih untuk mencari tempat penjual makanan. Atau biasanya ke minimarket untuk sekedar membeli minuman dan numpang ngadem.
Elin jadi ingat. Dulu, ketika dia dan Fathur kelelahan karena mendorong motor dan memilih ke minimarket. Mereka akan berlama-lama di dalam minimarket untuk berpura-pura memilih snack, padahal sebenarnya mereka sedang numpang ngademin badan. Kadang petugas minimarket pun heran, mereka lama sekali memilih snack tetapi keluar minimarket hanya membawa dua botol air mineral dingin.
Tetapi hal-hal bodoh itu justru yang Elin rindukan. Selama bersama Fathur, Elin tidak pernah merasakan hal-hal yang romantis. Fathur itu tidak bisa bersikap romantis, walau begitu Elin selalu merasa bahagia dengan sikap konyol Fathur.
"Lin, Elin!" Panggil Alvan.
Suara Alvan yang teredam oleh suara kendaraan bermotor yang membuat Elin tidak mendengarnya, apalagi Elin memakai helm. Tetapi tepukan Alvan di paha Elin langsung membuat Elin kaget.
Elin menabok bahu Alvan keras, "mesum banget lo!" Bentaknya tidak suka.
Alvan berdecak, dia menoleh sedikit kepada Elin, "bensin gue abis," ucapnya sedikit berteriak.
Elin melongo, "habis?" Tanyanya kaget.
Sekali lagi Elin kaget. Kenapa bensin motor Alvan harus habis di tengah jalan, kan malu-maluin.
"Turun, bantuin dorong motor," ucap Alvan.
Elin mengangguk, dia segera turun dari motor Alvan. Begitu pula Alvan yang ikut turun. Alvan mendorong motornya untuk menepi ke pinggir jalan, dan Elin hanya mengekor dibelakang motor Alvan tanpa berniat membantu sedikitpun.
"Kok lo diem aja?" Tanya Alvan. Cowok itu berdecak kesal menatap Elin yang cuma mengekor.
Elin tertawa garing, lalu meringis. Dia akhirnya ikut andil mendorong motor Alvan yang sedang manja.
"Kok bisa kehabisan bensin sih?" Gumam Elin.
Tetapi rupanya Alvan mendengar gumaman Elin yang terdengar lebih seperti keluhan.
"Bisa lah, orang buat muter-muter ngikutin jalan nggak jelas tujuannya," sahut Alvan.
Elin tersenyum mendengar jawaban Alvan. Elin pernah mengalami moment ini bersama Fathur, dan itu terasa menyenangkan. Sekarang Elin merasakannya kembali, dengan orang yang berbeda. Alvan.
"Disini nggak ada pom bensin apa ya?" Tanya Alvan.
Elin mengedarkan tatapan ke sepanjang pinggiran jalan. Memang tidak ada pom bensin disekitar sini.
"Kita lewat jalan sini aja," ucap Alvan. Cowok itu memilih gang sempit diantara bangunan-bangunan tinggi ditepi jalan. Elin yang sudah lama tinggal di Jakarta bahkan tidak tahu jalan ini akan tembus ke jalan mana.
"Lo yakin tau jalan Al?" Tanya Elin ragu. Pasalnya Alvan kan baru beberapa bulan tinggal di Jakarta.
Alvan menggeleng, "biasanya di jalanan gang ada penjual bensin ecer," ucap Alvan.
"Kalau nggak ada?" Tanya Elin.
Alvan terkekeh pelan, "ya dorong aja sampe ketemu penjual bensin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Middleman
Teen Fiction❝Sahabat atau kekasih?❞ Kalau dua-duanya bisa kenapa tidak? ❝Bertahan dengan yang sudah lama atau membuka hati untuk yang baru datang?❞ Jika mempertahankan hati milik yang sudah lama tetapi tidak kunjung diberi kepastian buat apa? Jangan jadi orang...