"Lo nggak capek apa habis latihan basket seharian?" Tanya Elin.Hari ini, Hari Sabtu yang entah hari yang membahagiakan buat Elin atau hari yang menyedihkan.
Seharian ini dia bener-bener sama Alvan. Cowok itu pagi-pagi sudah memaksa Elin buat nemenin latihan seharian penuh. Dan sekarang, Alvan mengajak Elin ke mall buat cari sepatu basket.
"Nggak, kan ditemenin lo terus," ucap Alvan ngardus. Cowok itu semakin merekatkan rangkulannya di bahu Elin.
"Belinya kan bisa besok," ucap Elin.
Alvan menggeleng, "males kalau hari libur tuh pasti rame," ucapnya.
Elin berdecak. Cowok di sebelahnya ini memang begonya kebangetan asli, "apa bedanya sama hari ini coba?"
Alvan hanya terkekeh, "hari ini kan hari sabtu, besok kan minggu, beda dong."
Elin berdecak dan menginjak kaki Alvan gemas. Hal itu tidak membuat rangkulan Alvan kendor, injakan Elin di kakinya bukan apa-apa.
"Toko sepatu basket ada di lantai tiga kalau lo belum tahu, dari tadi cuma muter-muter di lantai dua," ucap Elin.
Alvan lagi-lagi terkekeh, memang dia tidak tahu letak toko yang jual dimana. Lagian juga ini kedua kalinya Alvan ke mall. Pertama kali saat Alvan ke mall masih ingat kan? Iya waktu itu.
"Lo hafal banget sama mall ini ya?" Tanya Alvan.
Elin tidak mengangguk ataupun menjawab. Ya jelas lah dia hafal, dia udah beribu-ribu kali ke mall ini. Apalagi ke toko sepatu basket. Elin sering ke sana, menemani Fathur membeli sepatu basket. Ah, cowok itu lagi.
Tadinya Elin sudah lumayan lupa dengan cowok itu tapi hari ini ingat kembali gara-gara dia lagi-lagi melakukan hal yang sama bersama Alvan seperti yang dulu dia pernah lakukan dengan Fathur. Menemani Fathur membeli sepatu basket, menemani Alvan membeli sepatu basket.
"Emang sepatu basket lo udah nggak layak pakai?" Tanya Elin.
Alvan mengerutkan keningnya, "pengen beli yang baru."
"Kan buang-buang duit," ucap Elin.
Alvan terkekeh dan mengacak rambut Elin, "serah gue dong, kan gue orang kaya," ucapnya sombong.
"Kalau masih bisa dipakai ya pakai yang lama aja Al, duitnya disimpen buat keperluan lain," ucap Elin.
Alvan mengangguk-angguk, menepuk-nepuk kepala Elin pelan, "sepatu yang biasa gue pakai kan setiap hari udah gue genjot buat latihan terus, kalau di pertandingan di pake lagi terus ntar jebol gimana dong?"
"Ya ganti lah."
"La makanya ini gue lagi beli gantinya."
Elin berdecak, "Iya.. iya.. terserah lo."
.
."Ada apaan sih anying ganggu kencan gue aja lo," ucap Farel kesal begitu dia datang.
Alex dan Zain sudah duduk datang lebih awal di kafe, mereka bertiga memang janjian. Sebenarnya Alex yang meminta ketemuan di kafe milik kakak Elin ini, katanya ada yang penting.
"Giliran gue ada informasi penting kalian pada susah diajak ketemuan ya bangsat," ucap Alex setelah cowok itu meneguk minuman yang dipesannya.
"Ya sory, gue lagi hepi-hepi," ucap Farel. Dia menarik kursi di sebelahnya untuk di duduki Kate.
"Kok lo ngajak pacar lo?"
"Kenapa? Nggak boleh?"
Alex hanya berdecak, makin songong aja si Farel mentang-mentang udah punya pacar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Middleman
Teen Fiction❝Sahabat atau kekasih?❞ Kalau dua-duanya bisa kenapa tidak? ❝Bertahan dengan yang sudah lama atau membuka hati untuk yang baru datang?❞ Jika mempertahankan hati milik yang sudah lama tetapi tidak kunjung diberi kepastian buat apa? Jangan jadi orang...