Penginapan tempat timnya menginap sudah benar-benar sepi. Hari ini Coach Arnold menyuruh seluruh anggota tim untuk bersenang-senang sepuasnya sebelum mereka meninggalkan Bali.Namun Alvan sama sekali tidak keluar meninggalkan penginapan barang satu langkahpun. Dia hanya termenung duduk di depan televisi yang menyala.
Getar ponsel yang tergeletak diatas meja mengalihkan perhatian Alvan. Dia meraih ponselnya dengan gestur malas, membaca sederet kalimat pesan yang baru saja masuk tanpa berniat membalas.
Dia tersenyum miring setelah meneguk habis cola di gelas, lalu bersendawa cukup keras. Ditatapnya botol cola di meja yang tinggal sedikit, lalu mengelus perutnya yang rasanya seperti mau meledak karena kebanyakan minum.
"Andai kisah gue sama Elin kayak di drama Ftv," gumamnya. Lalu dia lagi-lagi bersendawa.
"Lo mau berdiam diri disini? Ayo gih senang-senang!" Ucap seseorang setelah televisi mati.
Itu ulah Fano. Cowok itu mematikan televisi secara tiba-tiba. Menjauhkan remote tv dari jangkauan Alvan yang terlihat jengkel karena terganggu menikmati adegan uwu-uwu drama FTV.
Galang menarik tangan Alvan, menggapit lengan cowok itu. "Lo harus temenin kita wisata kuliner," ucapnya memaksa.
Alvan tidak menolak, hanya menurut mengikuti gerakan Galang yang tidak sabaran.
"Lo pasti udah hafal semua seluk beluk kuliner disini kan? Skuy tunjukkan mana kuliner yang enak," ucap Fano.
Cowok itu berjalan dengan langkah ringan yang ketara sekali terlihat senang. Fano memang kurang piknik, maklumin saja.
.
.Elin menghentikan langkah begitu melihat seorang wanita seumurannya yang terlihat kesusahan mengambil ponsel yang jatuh. Wanita itu sedang menggendong seorang balita seperti ibu kangguru. Pantas saja untuk berjongkok dan mengambil ponselnya yang terjatuh di tanah saja sangat kesulitan.
Dengan senang hati Elin menghampiri wanita tersebut, meraih ponsel bercase ungu dan menyodorkan kepada si pemiliknya.
Wanita tersebut menahan bagian punggung anaknya dengan tangan kiri dan meraih ponsel yang Elin sodorkan dengan tangan kanan, tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
Raut terkejut langsung terlihat pada wajah wanita itu begitu melihat siapa orang yang sudah membantunya. Dia diam, sedangkan Elin menatapnya dengan tatapan bingung.
"Kamu kenal saya?" Tanya Elin.
Wanita itu tidak tahu mau menjawab apa. Hanya diam dan menatap Elin lekat-lekat.
Elin jadi salah tingkah, dia menggaruk leher belakangnya sembari meneliti raut wajah wanita didepannya. Elin merasa wanita didepannya itu mengenali dirinya, namun Elin sama sekali tidak kenal dengan wanita tersebut.
Elin masih coba mengingat-ingat apakah sebelumnya dia pernah bertemu dengan wanita tersebut atau tidak.
"Sayang, aku cariin kemana taunya kamu disini."
"Nana, lo gue cariin muter-muter ternyata disini ya, dasar!"
Elin seketika membeku. Merasa familiar betul dengan suara dua pria yang barusan terdengar. Irgi. Elin tahu betul salah satunya adalah suara Irgi, cowok itu datang dari belakang wanita itu, wanita yang sekarang malah menunjukkan wajah tegang.
Dan suara yang satunya lagi-dia sudah lama tidak mendengar suara yang dia yakini adalah suara Fathur. Elin menepisnya kuat-kuat, dia tidak berharap bertemu Fathur sekarang. Namun melihat raut wajah Irgi, Elin langsung membalikkan tubuhnya dengan perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Middleman
Teen Fiction❝Sahabat atau kekasih?❞ Kalau dua-duanya bisa kenapa tidak? ❝Bertahan dengan yang sudah lama atau membuka hati untuk yang baru datang?❞ Jika mempertahankan hati milik yang sudah lama tetapi tidak kunjung diberi kepastian buat apa? Jangan jadi orang...