22 - Turun Tahta

83 24 0
                                    

"Tanding sebulan lagi kan, coach?"

"Benar."

"Kelas akhir ujian minggu depan, itu artinya bulan depan kelas akhir free dan bisa ikut pertandingan."

Coach Arnold mendesah pelan, "sudah berapa kali saya bilang kalau pertandingan ini hanya boleh diikuti oleh kelas sepuluh dan sebelas, Alex?"

Alex menghembuskan napasnya kasar, "siapa yang buat aturan sih? Selama kelas duabelas masih siswa SMA BUANA ya kita mempunyai hak untuk ikut bertanding coach!"

"Aturan adalah aturan, jangan ngeyel," ucap Arnold memperingatkan.

Pria berusia sekitar 30 tahunan dengan postur tubuh atletis tersebut beralih menatap ke anggota basket kelas 10 dan 11, "ada waktu satu bulan sebelum tanding, saya harap kalian bisa mengikuti latihan dengan maksimal dan sungguh-sungguh," ungkapnya.

Mereka mengangguk, begitu juga Arnold yang ikut mengangguk.

"Kapten basket," Arnold beralih menatap Zain yang duduk diam tanpa ekspresi seperti biasa, "akan diganti oleh Alvan," lanjutnya.

Tidak ada wajah terkejut sama sekali yang Zain tampakkan. Berbeda 360 derajat dengan semua anggota club basket SMA BUANA yang ada disana.

"Why?"

"Kenapa mesti dia, coach?" Tanya Alex sedikit tidak suka.

Arnold hanya tersenyum sambil melipat kedua tangan di depan dada, "tidak setuju?" Tanyanya.

Tidak ada jawaban, mereka masih diam dan hanya saling bertanya-tanya pada teman di sampingnya.

Raut kaget juga nampak pada wajah Alvan. Cowok itu menatap Arnold dengan cengo, kapten basket?

"Alvan?" Panggil Arnold kepada Alvan yang masih memasang wajah cengo. Semua tatapan langsung tertuju kepada Alvan yang duduk di tengah-tengah Galang dan Fano. Cowok itu benar-benar tidak sadar kalau dirinya di panggil oleh Arnold.

Plak!

"Setan!" Maki Alvan.

Galang tertawa renyah, "speechless?"

"Ha?" Alvan masih cengo, dia menatap sekelilingnya secara bergantian.

"Alvan, kamu nggak denger yang saya katakan tadi?" Tanya Arnold dengan kening berkerut.

Alvan menegakkan tubuhnya, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Apaan dah?"

"Liat coach, dia telmi! Masa iya mau dijadiin kapten," ucap Alex. Hal ini langsung membuat Alvan menatapnya tajam.

"Coach, bukannya dia anggota baru?" Tanya cowok yang duduk di samping putra, Bima.

Arnold mengangguk paham, "ada masalah?" Tanyanya kepada Bima.

Bima hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu menggeleng dengan ragu.

"Bukan masalah berapa lama kalian gabung di club ini. Tetapi se-be-ra-pa ahli kalian pada bidang ini."

MiddlemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang