04 - Brownies

196 68 0
                                    


Alvan menarik laci nakas dan mengambil sesuatu didalamnya, sebuah surat. Surat yang sudah ada didalam laci sejak dua hari yang lalu.

Dibukanya perlahan amplop surat berwarna coklat itu oleh Alvan, selanjutnya dia mulai membaca deretan kalimat yang tertulis rapi menggunakan tinta warna dark blue.

Assalamualaikum Bro.

Kapanpun dan dimanapun lo baca surat yang gue tulis ini, jangan pernah bosen. Karena lo pasti udah tau inti dari surat yang gue tulis ini, hehe.

Gue bener-bener titip Elina sama Lo. Jagain Nana seperti lo jaga orang yang lo sayang, bahkan kalau lo sayang sama Nana-pun gue dukung kok. Asalkan, jangan buat dia sakit hati. Inget ya, jangan buat dia sakit hati.

Buat dia nyaman curhat sama lo, buat dia curahin masalahnya sama lo. Gue tau, dia pasti selalu nyimpen masalah sendiri semenjak gue ninggalin dia.

Jangan pernah lo kasih tau Nana kalau gue ada disini, janji. Lo bisa dipercaya kan bro? Bisa lah pasti

Oh ya, Btw. Gue tunggu lo kesini, gue kangen lo disini. Kapan-kapan lo kesini dong bro, kalau bisa secepatnya ya kesini. Gue kangen berat nih sama lo

Salam kangen,
sahabat paling ganteng

Alvan menghembuskan napasnya pelan, lalu melipat surat itu kembali dan memasukkannya kedalam laci nakas.

"Gue juga kangen sama lo," gumamnya sembari menatap kosong kebawah, ke sepatu converse hitam yang dia pakai.

Dia menghembuskan napas lagi, lalu mulai beranjak dari kasur. Berdiri di depan kaca lemari yang memantulkan tampilan dirinya.

Ini sudah seminggu dirinya bersekolah di SMA Buana, namun Elin belum kunjung bisa dia dekati. Sebenarnya dia bisa mendekati gadis itu, hanya saja gadis itu yang selalu menghindar.

Apa caranya mendekati Elin salah?

Bagaimana cara dia bisa membuat gadis itu nyaman dengan waktu yang singkat?

"Gue pelet aja tuh cewek," kata Alvan dengan asal didepan kaca.

Sadar dengan yang diucapkannya, dia menepuk mulutnya sendiri, "atagfirullah ngomong apaan sih gue," dia menggelengkan kepala merasa bodoh.

Ketukan pintu kamarnya membuat cowok itu menoleh, "masuk."

"Gantengnya cucu omah," ucap Santi kagum, menatap Alvan yang sedang menyisir rambut.

Alvan terkekeh melihat pantulan omahnya di cermin. Wanita tua tersebut duduk di tepi kasur Alvan sembari mengeratkan cardigan rajutnya sebab merasa suhu kamar Alvan terlalu dingin.

"Omah kedinginan ya?" Tanya Alvan yang hanya di tanggapi senyuman oleh Santi.

Alvan berjalan mengambil remote AC di atas meja belajar sekaligus mengambil tas sekolahnya. Selesai dia menurunkan suhu AC, dia berjalan mendekat ke Santi dan duduk di samping wanita yang sudah beruban banyak itu.

"Omah kok ke kamar Alvan, bukannya sarapan," ucap Alvan sambil merangkul Santi.

Santi tersenyum, raut wajah keriputnya semakin terlihat kala wanita tua itu menarik kedua sudut bibirnya keatas.

"Omah tungguin kamu di bawah kamunya nggak turun-turun, omah kira kamu belum bangun," jawab Santi. Tangan keriputnya terangkat mengelus punggung cucunya.

Alvan tersenyum, lalu dia beranjak dan mengambil kunci mobil di atas nakas, "yaudah ayo turun omah, Alvan udah laper nih mau sarapan," ucap Alvan sambil mengelus perutnya.

MiddlemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang