21 - Adek Lucknut

85 28 0
                                        


Langkah Alvan memelan ketika memasuki ruang tengah. Di bed soffa ruang keluarga, Alvina sedang asik dengan ipad ditangan. Gadis remaja itu tidak henti-hentinya tertawa cekikikan seperti orang gila.

Alvan mendekat ke soffa, dia berjalan dari arah belakang Alvina. Diam-diam matanya mengintip apa yang sedang dilakukan adiknya itu.

Rupanya Alvina sedang Video Call dengan temannya.

Tetapi melihat seorang remaja laki-laki di balik layar ipad Alvina membuat Alvan tersenyum jahil.

"Annyeonghaseyo," ucap Alvan. Cowok yang tiba-tiba nongol di belakang Alvina itu tersenyum sangat lebar.

Setahu Alvan kalau menyapa dengan bahasa korea itu memang Annyeonghaseyo yang artinya sama dengan Hai.

"Dih apa-apaan sih?" Sentak Alvina. Dia menjauhkan ipadnya dari wajah Alvan, bergerak meloncat ke soffa tuggal.

"Sepuluh taun di korea udah dapet pacar?" Ucap Alvan. Dia berjalan mendekat mengintip layar ipad milik Alvina yang masih menyala.

Alvina dengan cekatan menghindar kembali, dia menatap Alvan dengan tajam, "jangan deket-deket,"

Alvan menaikkan alisnya, "Kenapa sih? Gue mau kenalan sama pacar lo!"

Alvina menggeleng keras, "jangan, aku malu punya kakak modelan seperti gini," ucap Alvina sambil menatap Alvan dari kepala sampai kaki dengan tatapan tidak suka.

Alvan meraih bantal soffa dan melemparkan tepat ke kepala adiknya, "Sodara nggak ada akhlak," decihnya. Lalu memilih pergi ke kamar.

Alvina yang tidak sempat menangkis bantal yang Alvan lemparkan menggeram kesal, lalu dia duduk di soffa sembari menatap layar ipad nya, tersenyum manis.

"Dia orang gila, sepertinya pengemis yang meminta bantuan," ucap Alvina dengan bahasa korea.

Cowok di seberang sana tampak tertawa kecil, lalu menggelengkan kepalanya.

.
.

Alvan menjatuhkan tubuhnya diatas kasur dengan telungkup, setelah tadi dia melemparkan tas sekolahnya sembarangan di bagian pojok kamar. Tangannya merogoh saku celananya begitu merasa sesuatu yang cukup keras mengganjal di bawah sana.

Dia mengeluarkan ponselnya dari saku, menyalakan layarnya. Setelah kunci layar terbuka, Alvan menscroll layar. Banyak sekali nontifikasi, tetapi tidak ada yang menarik bagi nya.

Jarinya bergerak mencari ikon galeri, berniat melihat-lihat jepretan tangannya saat latihan basket pulang sekolah tadi. Selain hobby bermain basket, Alvan juga hobby bermain kamera. Cowok itu akan memotret apapun yang menurut dia itu bagus.

Dan Alvan tersenyum sendiri melihat wajah Galang dan Fano sebagai sasaran objek jepretnya sore tadi. Alvan sempat kena marah pelatih karena katanya bukannya pemanasan sebelum latihan malah memotret-motret tidak jelas. Bukannya takut dengan pelatih yang sedang marah kepadanya dia malah memotret pria itu beberapa kali. Alvan hanya tertawa geli melihat wajah coachnya dengan ekspresi geram karena kesal.

Alvan kembali mengingat, dari beberapa rentetan kata-kata marah coach yang ditunjukkan kepadanya, coach bilang tingkah Alvan ketika sedang dimarahi yang tertawa tidak jelas dengan wajah tengil mirip dengan Fathur.

Ini sudah keberapa kalinya dia di sama-samakan dengan Fathur. Cowok bernama Fathur itu berhasil membuatnya penasaran, siapa sih sebenarnya dia.

Jangan-jangan, kembaran gue yang terpisah? -tebak Alvan dalam hati.

Berdasarkan yang Alvan ketahui sedikit dari Galang dan Fano mengenai siapa itu Fathur. Fathur adalah sahabat dari Zain dan antek-anteknya, Alex dan Farel. Fathur tenar seperti Zain dan dua sahabatnya. Pernah menjabat sebagai kapten basket SMA Buana yang cukup disegani oleh anggota-anggotanya. Cowok yang ramah tapi keras, kata mereka. Tetapi Galang dan Fano bilang, ada yang lebih famous dari Fathur, Zain, Alex, dan Farel. Yaitu Hanan, seangkatan dengan Zain, ketua osis pemilik wajah sempura dengan otak diatas rata-rata. Keturunan dari pemilik SMA Buana, entah keturunan ke berapa Alvan lupa.

MiddlemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang