Elin berjengkit kaget ketika bahunya ditepuk seseorang, dia mendongak menatap orang tersebut."Kak Zain," Elin membuang napas lega.
Gadis itu memang kadang suka parno. Apalagi di perpus saat ini sangat sepi, tadi hanya ada Elin dan petugas perpus saja. Lima menit yang lalu petugas perpus keluar untuk membeli sampul plastik di koperasi meninggalkan Elin sendirian di ruangan segede ini.
Zain hanya menampilkan senyum tipisnya yang jarang dia tunjukkan ke orang-orang, lalu cowok berperawakan tinggi tersebut duduk di bangku sebelah Elin. Menidurkan kepalanya dimeja, tentunya dengan pandangan kearah Elin yang sedang sibuk dengan kertas-kertas berisi soal.
Merasa diperhatikan, Elin menoleh. Sedikit kaget mendapati Zain sedang menatapnya lekat, "kak Zain ngapain?"
Zain langsung berkedip, lalu sedikit menggeleng.
"Kak Zain nggak kekantin? Ini udah jam istirahat," tanya Elin, karena biasanya jika jam istirahat Zain dan sahabatnya selalu nangkring dipojok kantin.
Zain menggeleng, "males."
Elin hanya mengangguk mendengar jawaban Zain tanpa berniat menatap cowok itu. Kini fokusnya dia kembalikan kepada soal-soal di depannya. Dia harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin untuk olimpiade sains minggu depan.
Zain memperhatikan Elin dari samping, cantik. Gadis itu memang bisa dibilang hampir sempurna, bagaikan bidadari. Surai Elin yang hitam pekat dan panjangnya sepunggung diikat rapi menyerupai ekor kuda.
Jangan lupakan hidung gadis itu yang mungil, tetapi tidak termasuk dalam kategori pesek. Elin itu tidak pesek, jika dikatakan mancung pun sepertinya tidak. Hidung Elin mungkin dalam kategori sedang. Mulut Elin mungil, gadis itu mempunyai bibir yang tipis dan pink alami. Zain rasa Elin tidak perlu lagi memakai lipglos ataupun pewarna bibir sejenisnya.
Fokus Elin terganggu karena merasa Zain terus memperhatikannya. Entah itu perasaan Elin yang kePDan atau memang benar kenyataannya. Elin menoleh menatap Zain, dia mendapati Zain malah memejamkan matanya.
Pd gue kumat. -batin Elin.
Gadis itu kembali ke aktivitas awalnya, mengerjakan soal-soal yang belum terselesaikan.
Zain tersenyum tipis, lalu membuka lagi matanya dan menatap Elin lekat-lekat. Tidak banyak kesempatan untuk dia bisa memandangi ciptaan tuhan yang indah ini. Dia merasa dirinya adalah cowok pengecut, tidak bisa mengakui perasaannya sendiri.
Dia suka Elin. Sejak pertama gadis itu menginjakkan kaki di SMA Buana. Ingatannya kembali kemasa itu, ke masa dimana dia baru mengenal Elin.
Flashback on,
"Saya kak Risa dan dia kak Zain, untuk tiga hari kedepan kami berdua yang menjadi wali kelompok kalian."
Risa, sang wakil ketua osis memperkenalkan dirinya dan memperkenalkan Zain yang memang suka malas bicara.
Mereka sedang berada di kelas 10 Ipa1, menjadi pembimbing untuk junior-junior mereka yang masih mengenakan seragam osis SMP.
Semua perhatian teralihkan ketika dua orang berjalan mendekat ke kelompok barisan anak 10 Ipa1. Siswa berseragam SMA yang memakai jaket denim dan siswi yang masih mengenakan seragam SMP dengan rambut yang dikucir dengan pita tali berwarna putih, sesuai peraturan yang ditetapkan untuk peserta MOS.
Mereka berdua sama-sama diam, hingga gadis yang diketahui sebagai peserta MOS itu berjalan mendekati Risa dan Zain.
"Maaf kak telat, tadi di-"
Ucapan gadis itu terpotong oleh kalimat yang diucapkan Risa, "adek lo Thur?"
"Gue nggak punya adek yang sekolah disini," jawab Fathur. Lalu cowok itu berlalu dari lapangan utama dengan gaya coolnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Middleman
Fiksi Remaja❝Sahabat atau kekasih?❞ Kalau dua-duanya bisa kenapa tidak? ❝Bertahan dengan yang sudah lama atau membuka hati untuk yang baru datang?❞ Jika mempertahankan hati milik yang sudah lama tetapi tidak kunjung diberi kepastian buat apa? Jangan jadi orang...