20 - Sudah Terlanjur

75 28 0
                                    


Alvan bersiul-siul sembari menyisir rambut menggunakan jemari tangan kanan, sedangkan tangan kirinya dia gunakan untuk memainkan kunci motor.

Motor kesayangannya sudah terparkir di depan garasi, setiap pagi pasti kang Odin tukang bersih-bersih sekaligus tukang kebun yang membantu merawat kebun omahnya sudah membersihkan motor dan mobil sampai kinclong. Seperti sekarang ini, motor dan mobil milik Alvan terparkir berjejeran, dua-duanya sudah dibersihkan oleh kang Odin.

"Cakep bener punya majikan," celetuk Kang Odin yang baru keluar dari garasi. Pria yang kira-kira sudah berkepala tiga tersebut menatap Alvan sembari berdecak dengan kagum.

Alvan terkekeh melihat kelakuan kang Odin. Pria yang belum genap sebulan bekerja dirumahnya itu mempunyai tingkah konyol yang suka nyambung dengan dirinya.

"Bisa aja kang," sahut Alvan sambil menarik resleting jaket sampai ke leher.

Kang Odin terkekeh pelan, "serasa lagi ngaca akang den, hihihi," ucap Kang Odin. Lalu pria tersebut langsung ngacir menuju taman depan.

Alvan menggelengkan kepalanya, tidak salah omahnya memilih kang Odin sebagai pekerja baru menggantikan pekerja lama yang menurut Alvan sikapnya selalu kaku, tidak bisa diajak bercanda. Kalau kang Odin itu orangnya asik, bisa Alvan ajak bercanda, bahkan kang Odin juga sering curhat sama Alvan kalau cinta kang Odin itu suka bertepuk sebelah tangan. Mengingat cerita-cerita Kang Odin membuat Alvan terbahak sendiri.

Baru saja Alvan memakai helmnya pak Roni, satpam rumah memberikan sebuah amplop coklat kepada Alvan. Alvan menerimanya.

"Maaf mas baru saya kasihkan sekarang, kemarin soalnya mas Alvan tidak dirumah jadi saya simpen dulu. Semalem mau ngasih sayanya kelupaan," jelas pak Roni.

Alvan memang pernah berpesan kepada pak Roni agar tidak menitipkan surat untuknya kepada siapapun, walaupun itu omahnya sendiri.

Alvan mengangguk, "makasih pak," ucapnya. Lalu dia memasukkan surat tersebut dengan asal kedalam tas.

Pak Roni balas mengangguk, lalu berjalan meunuju ke pos satpam kembali, duduk dan menikmati kopi pagi.

Melirik jam tangan yang ternyata sudah jam 6 lebih 30 menit membuat Alvan bergegas menyalakan motornya, tidak lama kemudian cowok itu melajukan motornya keluar dari pekarangan rumah mewah milik omahnya.

.
.

Elin yang duduk di kursi rotan teras depan rumah kini sedang fokus dengan ponselnya. Sesekali gadis itu terkikik geli membaca chat dari seseorang, kadang juga merasa kesal sendiri.

Sampai gadis itu tidak sadar dengan kehadiran Alvan yang sedang berdiri tepat didepannya.

"Ekhm," Alvan berdehem. Namun Elin tidak kunjung sadar.

Alvan yang geram langsung merebut ponsel ditangan Elin, "siapa sih asik banget kayaknya," ucapnya. Cowok itu langsung memunggungi Elin untuk mencuri baca chatt Elin dengan seseorang.

Elin langsung berdiri dari duduknya, dia menarik jaket Alvan cukup kencang?, "balikin nggak! Balikin!"

Alvan berbalik badan, memberikan ponsel Elin sambil tersenyum. "Gue kira chattingan sama siapa," ucapnya lega.

Elin mendengus, menatap Alvan kesal, "nggak ada sopan-sopannya samsek," ucapnya. Lalu Elin memasukkan ponselnya di saku cardigan rajutnya.

"Yuk berangkat," ajak Alvan. Cowok tersebut dengan enteng merangkul bahu Elin, mengikis jarak diantara keduanya.

Perlakuan tersebut memang sepele menurut Alvan, tetapi siapa sangka jika perlakuan sepele dari Alvan tersebut berhasil membuat jantung Elin hampir merosot sampai dengkul.

MiddlemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang