10 - Perantara

104 37 0
                                    

Malam ini Elin hanya duduk sembari menatap bintang-bintang dari balkon kamarnya. Dirumah hanya ada dia dan ni Nani, mengajak bi Nani ngedrakor sebenarnya sih oke-oke saja mengingat wanita itu juga hobby nonton drakor.

Tapi entah karena apa kali ini dia lagi nggak mood nonton drakor.

Tok Tok Tok

"Masuk aja Bi nggak dikunci!" Elin berteriak dari balkon.

"Ada apa Bi?" Elin memutar tubuhnya, menatap wajah bi Nani yang sudah mulai mengeriput.

"Ada yang nyariin non," jawab bi Nani.

"Siapa? Kate?" Tebaknya.

Bi Nani menggeleng, "bibi teh nggak tau, katanya dia teman sekolah kamu."

Elin hanya mengangguk, "yaudah biar aku temuin," ucap Elin yang diangguki bi Nani. Lalu keduanya berjalan keluar dari kamar.

Kepala Elin celingukan ketika di ruang tamu tidak ada siapa-siapa, katanya ada tamu, mana?

Dia akhirnya memutuskan untuk keluar rumah karena mungkin yang nyariin dia sedang menunggunya di teras.

"Hai!" Elin yang baru nongol dari pintu menampakkan wajah kaget melihat siapa yang duduk dikursi teras.

Gadis itu langsung merubah ekspresinya, dia berjalan dan duduk dikursi sebelah tamu itu.

"Gue kesini mau ajak lo jalan, mau nggak?" Tanya tamu Elin. Alvan. Cowok dengan kaos putih yang dibalut dengan bomber hitam itu menaik-naikkan kedua alisnya menatap Elin.

Elin menggeleng, cewek itu menggerakkan bibir hendak menjawab. Tetapi Alvan menyambarnya langsung dengan ucapan, "harus mau pokoknya, gue mau traktir lo makan-makan atas kemenangan gue tadi ngelawan Zain," cerocosnya dengan nada bangga ketika menyebutkan kemenangan dirinya.

Elin mendengus kesal, "males."

Alvan menghembuskan napas kecewa, "yahh, sekali aja, El."

Gadis itu menoleh ke Alvan, melihat wajah Alvan yang ketara kecewa, sedikit mirip dengan Fathur. Elin jadi teringat dengan kata-kata Kate kalau Alvan itu ada hubungannya dengan Fathur. Elin merasa ini saat yang tepat untuk menanyakan berbagai hal tentang Fathur kepada Alvan, supaya sebagian sangkaan-sangkaan yang ada di pikirannya kemungkinan akan terjawab, setidaknya membuat sangkaan-sangkaan dibenak gadis itu berkurang.

"Kok bengong?" Alvan menatap Elin yang sedang menatap Alvan dengan tatapan kosong.

Elin mencondongkan tubuhnya ke Alvan, "jadi mau jalan nggak?" Tanya gadis itu dengan mimik muka bersahabat, beda dengan wajahnya yang terlihat sungkan ditemui Alvan lima menit yang lalu.

Alvan menatap Elin heran karena perubahan ekspresi gadis itu, "j-jadi lah, skuy!" Alvan hendak bangkit. Namun Elin menahannya, gadis itu mendorong Alvan agar duduk kembali.

"Tunggu bentar, gue mau ganti baju dulu," ucapnya kembali dengan suara ketus.

Alvan jadi bingung dengan Elin, kenapa cewek itu mudah sekali merubah-rubah ekspresi. Apa itu memang bawaan dari lahir atau memang sifat kodrat cewek seperti itu. Ah entahlah, yang penting malam ini dia jalan sama Elin.

Tidak lebih dari setengah jam Elin selesai berganti pakaian dengan kaos strip putih-grey dan celana jeans hitam, tidak lupa sneakers putih dan tas selempang hitam. Elin menenteng helm bogo warna coklat miliknya yang dibelikan oleh Reynal sebulan yang lalu.

"Ayo," ajak Elin. Gadis itu berjalan mendahului Alvan menuju motor Alvan yang terparkir di luar pagar.

Alvan mengikuti langkah gadis itu, tersenyum tipis melihat Elin yang berjalan sambil memakai helm bogonya. Kali ini sudah selangkah lebih maju lagi.

MiddlemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang