Seorang yang tak ingin merepotkan orang lain akan senantiasa berucap berbohong tentang keadaannya dan butuh seseorang yang memiliki perhatian tulus lah yang benar bisa mengetahuinya..
Selubung duka masih melingkupi Nataya, saat dirinya memutuskan untuk kembali ke aktivitas sebagai siswa Sekolah Menengah Atas dan bekerja paruh waktu sepulangnya.
Keputusan ini diambil berdasarkan dorongan sang ibu, yang tak ingin dirinya berlarut-larut dalam duka dan sebentuk janji yang dia ucap di depan nisan sang ayah.
"Ta, liburan ini kau mau kemana?" tanya salah satu teman seberang bangkunya.
"Nggak kemana-mana, palingan ke toko buku atau warnet buat unduh anime terbaru kalau sumpek di rumah," jawab Nataya.
"Serius?"
"Duarius malah!" Nataya mengucap dengan wajah serius.
"Dia itu anak yang pikirkan kondisi ortu, nggak kayak kamu cuman bisanya tipiskan dompet ortu!" timpal teman lain mencemooh.
Nataya mengulas cengir tanpa niat untuk membantah. Setelah kepergian ayah angkatnya, sosok ibu-lah yang jadi prioritas utama. Sementara dirinya sudah cukup puas menghibur diri dengan deretan judul anime di pc dan tumpukan buku ragam genre yang dia beli maupun pinjam.
Bel tanda usai jam pelajaran, disambut dengan riuh ingsutan tak sabar di pintu kelas serta seliweran cakap-canda remaja berbalut seragam putih abu-abu. Nataya tak termasuk dalam kerumunan itu karena sedang piket kebersihan kelas. Tadinya, jumlah yang akan piket cukup untuk berbagi tugas. Namun, masing-masing mereka punya alasan untuk menghindar dari tanggung jawab lalu memberi kompensasi yang nilainya tak sebanding dengan kemalasan mereka sebelum pamit pulang.
Melakukan semuanya sendiri bukanlah suatu masalah besar Nataya, selama ada kompensasi beban kerja untuknya. Bersihkan laci meja dari sampah lalu lanjut menyapu, keduanya bisa diselesaikan dalam waktu singkat berkat permainan siapa yang paling banyak memasukkan kepalan bola kertas ke keranjang sampah saat rehat tadi.
Halaman depan sekolah terlihat lengang karena hari ini eskul yang biasa memakainya tak berkegiatan, Nataya bergegas menuju parkiran kendaraan roda dua yang dinaungi bayangan teduh pohon sebagai pelindung alami dari teriknya sang penguasa hari.
====
Nyeri di pergelangan kaki akibat kecelakaan tunggal yang dialami lima belas menit lalu, baru terasa tatkala Nataya meniti motor matic yang dikendarainya, menuju teras samping tempat kendaraan itu diparkir selama ini.
"Kaki kamu kenapa Ta?" tanya sang ibu ketika melihat dirinya berjalan pincang.
"Terkilir kayaknya Nda... tadi ngerem mendadak biar Nata nggak nabrak kucing liar," balasnya sambil tersaruk pelan ke arah lemari obat dengan maksud mengambil koyo.
"Kamu duduk saja. Nanti ibu obati," titahnya, kemudian bergerak cepat mengambil dua benda yang beliau sebutkan tadi.
Nataya yang tak punya daya untuk membantah, langsung putar haluan kearah sofa yang menghuni ruang tengah.
"Lain kali pelan-pelan saja bawa motornya. Sayang binatang itu boleh, tapi sayang diri juga perlu." ucap sang Ibu, usai membebat kaki kanannya.
"Iya Nda, maaf," balas Nataya lalu bangkit dari sofa dan menatih langkah ke arah undakan tangga untuk naik ke kamarnya di lantai dua.
"Istirahat di tempat tidur saja. Nanti ibu bawa makanannya ke atas," pesan sang ibu.
Nataya yang sudah hapal reaksi sang ibu pun mengangguk sebelum lanjut menapak naik.
Setelah menyelesaikan urusan kamar mandi dan ganti pakaian, dirinya langsung merebahkan diri di atas kasur busa. Rasa letih yang tadi terusir dengan guyuran mandi, kembali datang mengusik kelopak mata untuk terpejam hingga deru kipas lamat-lamat membuai dirinya terbang ke pulau kapuk kemudian terbangun saat cahaya keemasan membingkai jendela kamar.
¤Tsuzuku¤
KAMU SEDANG MEMBACA
Al.Terra Chronicle : Archivar
DiversosTerdampar ke dunia antah-berantah bisa dibilang hanyalah isapan jempol, khayalan konyol, imajinasi berlebihan bahkan hanya halusinasi. Namun, kala alam semesta menghendaki hal itu terjadi; apakah itu sebuah kekonyolan ataukah pertanda kalau kejadia...