Rio's side ya gaes...
.
.
.
.
.
.***
Gue benar-benar keluar dari rumah, mengabaikan teriakan dan tangisan Ify yang meminta gue untuk tetap bersama nya.
Hati gue benar-benar hancur disaat sekarang ini. Dan apa tadi gue bilang ke dia? Gue malah nyuruh Ify kembali ke Faris? Astaga, anjing! Kenapa sampai bego sih?!
Gue memukul stir mobil sekuat hati, menumpahkan segala beban yang gue rasakan selama ini. Beban fisik dan beban bathin. Semua nya bercampur dan menyatu membuat gue ingin segera mengakhiri nya.
Gue memutuskan untuk pergi ke bar, sebenarnya masih terlalu siang ke bar. Entahlah, pikiran gue melayang ke sana. Gue butuh pelampiasan dan gejolak ini harus di sudahi.
Sesampainya di bar, gue meminta vodka dan menikmati panasnya minuman itu masuk ke tenggorokan gue. Gue menulikan suara sensual yang terus memaksa gue untuk berjoget dilantai dansa.
"Rio lo ngapain disini?". Itu suara yang gue kenal. Itu Gabriel, gue malah tersenyum sinis dan terus minum.
Dia menggelengkan kepala nya melihat gue yang terus mabuk, yah gue mabuk dan gue suka.
"Udah Yo! Lo gak usah minum lagi, liat botolnya udah abis lima gini dan lo masih mau minum?".
"Apa urusan lo hah? Gak ada Gab! Sana lo!". Usir gue. Gue gak memusingkan sikap Gabriel yang sok akrab itu. Meskipun kami pernah terlibat satu kepanitiaan terakhir kalinya, yakni saat KBM tahun lalu.
"Pulang! Gue anter lo sekarang". Gue gak suka di tarik-tarik begini ya! Gue mau bebas. Dengan sekuat tenaga yang tersisa, gue mendorong nya.
"Ck! Lo kalau ada masalah jangan ngelampiasin nya ke sini dong! Bini lo dirumah kan ada, cari mati ya lo!". Hardik nya. Gue terbahak mendengar ucapannya itu.
"Bini? Hahaha, bini gue yang mana? Gue gak punya bini tukang selingkuh, anjing!". Gue melampiaskan sekali lagi ke minuman yang gue teguk. Tak peduli apa katanya.
"Yo udah! Jangan kayak gini lah, kasian Ify, pasti dia sedih liat lo sekarang". Bujuk Gabriel
"Dia malah akan senang, sebentar lagi dia bisa bareng sama mantan nya itu!".
Dahi Gabriel berkerut mendengar kata mantan dari gue.
"Mantan maksud lo siapa? Faris?". Gue mengangguk lemah. Kepala gue mulai pusing, perut gue sedikit perih.
Gabriel membenarkan posisi gue yang sejak tadi menunduk karena sakit di bagian perut, dia memapah gue dan membawa duduk di salah satu sofa.
Kemudian Gabriel memberikan gue air mineral yang langsung gue teguk.
"Sok sok an mabuk, sekalinya mabuk langsung sakit perut gini. Cupu kampret!". Hardik nya. Gue masih menulikan pendengaran karena hujatan nya.
"Lo bisa berbagi, kalau emang lo butuh. Gue tau lo sekarang yang sedang terbebani, Yo". Gabriel menepuk pundak gue lalu beralih kepada rokok yang sedari tadi nganggur di meja.
Setelah merasa baikkan, gue pun mencoba melepaskan apa yang gue rasakan. Bercerita kepada nya meskipun gue gak tau entah Gabriel paham atau enggak dengan permasalahan ini. Yang gue mau hanyalah melepas beban.
"Menurut gue sih wajar ya lo marah, secara kalau gue jadi elo pun akan bersikap seperti itu. Ego laki-laki mana sih yang gak terluka dengan sikap pasangan nya yang demikian?--".
"Tapi, setidaknya lo juga harus mendengar kan dari sisi Ify, Yo. Biar kan dia menjelaskan meskipun bakalan terdengar sakit buat lo". Kata nya lagi. Gue menghela nafas panjang masih terasa sakit dada ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabula Rasa
ChickLitMenolak lupa akan rasa yang pernah singgah. percayalah, tidak semua persinggahan menjanjikan kenyamanan. tapi ini, aku menemukan rasa ternyaman untuk tetap tinggal disisi mu.