Another side of Tabula Rasa

623 43 28
                                    

Naren membawakan tas sang adik ke dalam mobil. Pagi ini mereka ada kuliah dengan Om Dewa. Kakek mereka. Anak kembar itu kompak mengenakan hoodie namun berbeda warna.

"Nanda buruan deh! Lelet banget jadi cowok!". Sentaknya kesal. Pasalnya Nanda itu sudah selesai membenahi diri dari jam enam tadi. Tapi dia malah yang lama keluar.

"Sabar dong Bang! Lo ngegas mulu, kurang sarapan apa gimana?". Nanda malah menyahuti sang kakak.

Naren memutar bola matanya, kesal setengah mampus dengan tingkah laku adiknya itu.

"Berangkat buruan! Lo gak ingat pagi ini ada kuliah sama Kakek Dewa?". Lelaki tua yang akan memasuki masa pensiun itu masih terlihat bugar di usia senjanya. Sarapan pagi dengan materi Kimia Analitik, tentunya.

"Iya tau, inget aku tuh! Ayo cus!". Nanda dengan santai masuk ke mobil dan duduk di kursi kemudi. Sedangkan Naren disebelahnya.

Tigabelas tahun berlalu, kini usia Naren dan Nanda sudah menginjak angka duapuluh tahun.
Mereka kuliah, tentunya di universitas tempat orang tuanya dulu.

"Bang, mama sama papa kok honeymoon nya lama ya? Gak kayak tahun kemarin".

"Honeymoon pala lo jomplang! Mereka itu ke Meranti tau gak! Kakek lagi kurang sehat, yakali lo bilang mereka honeymoon". Keluh Naren.

"Bisa jadi kan, cari-cari kesempatan! Gue gak mau tau, gue gak mau punya adik lagi. Demi Tuhan!". Kata Nanda histeris. Naren menggeleng heran melihat adik kembarnya.

Tujuh tahun usia mereka, ternyata mama mereka -Ify- hamil lagi. Dan kehamilannya kembar seperti sebelumnya. Tapi kembar kali ini berbeda jenis kelamin. Kini mereka sekolah di bangku SMP.

"Kalau takdirnya mama hamil lagi, mau bilang apa?". Tanya Naren menggoda Nanda. Nanda mendelik tak suka. Dua adik kembarnya saja sudah menganggu ketentraman hidupnya. Dan jika ditambah lagi, Naren yakin ia kan pindah rumah kali ini.

"Please lah Bang! Kita udah duapuluh tahun. Punya adik lagi? Enggak dong. Harusnya itu kita yang ngasih mama cucu". Kata Nanda. Naren terdiam mendengar ucapan Nanda. Ada benarnya juga.

"Pokoknya enggak ada adik baru! Biar gue yang bilang ke Papa untuk gak genjot mama terus-terusan!". Naren terbahak mendengar kata-kata abstrak yang adiknya lontarkan.

Begitulah, Nanda dan mulut lemes nya.

****

Jam perkuliahan pertama sudah selesai. Tugas yang diberikan oleh Kakek Dewa akan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Kini, Nanda berada di koperasi mahasiswa untuk membeli cemilan. Perutnya lapar, selama kedua orang tuanya tidak dirumah, tidak ada makanan sama sekali. Sepertinya hari ini mereka akan mengungsi ke rumah salah satu sahabat mamanya.

"Hai Nanda!". Seorang perempuan berjilbab menyapa nya. Praktis Nanda sedikit menajamkan ingatannya mengingat wajah itu.

"Gue Dania! Temen satu playground lo dulu pas SD". Ah iya, Nanda ingat gadis itu. Gadis yang memberikan sekotak susu coklat untuknya.

Senyum mereka terpatri di wajah tampan itu "Hai! Long time no see". Nanda tentu masih ingat Dania. Sampai mereka tidak lagi dititipkan di tempat penitipan itu, Nanda selalu berharap akan bertemu dengan Dania.

Dan disinilah mereka, Nanda menemukan Dania berada di Fakultas Mipa.

"Lo apa kabar?". Tanya Dania ramah. Mereka duduk di salah satu meja yang disediakan koperasi.

"Baik, alhamdulillah. Kok lo ngenalin wajah gue sih? Kan kita udah lama gak ketemu. Almost thirteen years passed, you know?". Dania mengangguk. Sebenarnya semenjak mereka para mahasiswa baru dua tingkat dibawahnya masuk, ia sudah mengenali Nanda dan Naren lewat pendaftaran BEM fakultas, karena ia menjadi salah satu anggota BEM.

Tabula RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang