TR 21

651 46 16
                                    

Ify's side ya gaes...

.

.

.

***

Sesampainya dirumah, gue dan Rio membersihkan diri.  Soal Joan yang menginap dirumah kami sudah teratasi dengan baik. anak itu mengoceh sepanjang jalan pulang. untunglah sebelum kerumah, kami ke rumah mereka dulu untuk mengambil baju Joan. Ya karena dirumah  kami baju nya Joan gak ada.

"Bunda!". gue hanya bergumam untuk menanggapinya. Saat ini gue lagi didapur untuk membuat makan malam.

"Papa Yo mana?".

"Papa Yo mandi, sayang". jawab gue. anak itu hanya diam memperhatikan gue masak. Supaya dia tidak mono sendiri, gue pun memberikan satu biskuit untuknya.

"Fy".

"Ya Mas!". sahut gue dari dapur. Rio menghampiri gue dan Joan yang sedang asik dengan biskuitnya. Bocah bermata sipit itu kemudian bermain dengan Rio. Senang rasanya melihat mereka akur, meskipun Joan bukan anak kandung kami tapi dia sudah seperti anak sendiri. terlebih dia memang suka dimanja oleh gue maupun Rio.

"Mas, aku ditawarin kompre sama Om Dewa". Kata gue ke Rio. laki-laki itu menoleh dengan santai dan tersenyum singkat.

"Ya bagus dong, sayang! Tunggu apalagi, gas aja!". Katanya. gue mendengus sebal. persiapan juga belum terlalu mateng. Gue takut nanti banyak salah nya. haduh, bumil dengan segala pikirannya.

"Yang penting kamu berusaha dulu". Lanjut Rio.

"Kapan emangnya?". tanya Rio.

"Secepatnya sih kalau bisa".

"Tapi kamu kan masih PLK, Fy".

"Kata Om Dewa gapapa sih kalau masih PL, tapi wisudanya ditunda ke periode berikutnya karena nilai PL aku belum keluar". Rio mengangguk paham mendengar penjelasan gue.

"Ya udah gapapa. Yang semangat ya!". Gue pun tersenyum manis. Senang rasanya disemangatin gini.

Ketika malam malam udah tertata rapi, kami bertiga makan bersama layaknya keluarga harmonis yang telah dikaruniai buah hati.

***

Setelah Joan tidur dengan pulas, dia tidur di ranjang kami tentunya. Gue dan Rio memutuskan menonton TV. Tapi semua acara selalu saja sama. Memberitakan sebuah wabah yang sedang hangat-hangatnya hingga pelosok dunia.

Rio dengan segala perhatiannya mengelus perut gue yang selalu ia lakukan jika malam hari. Gerakannya lembut dan berujung dengan sensual. Sama seperti saat ini. Gue akui dia sudah lama tidak menyentuh gue apalagi setelah divonis berbadan dua oleh dokter.

Suara deru nafas Rio yang menggebu membuat gue terkekeh, gue mengecup sudut rahang pipinya dengan gemas. Dia terlalu menahan diri, padahal kata dokter untuk berhubungan suami istri ketika hamil diatas lima bulan tidak masalah.

"Lakukan, Mas". bisik gue pelan. Rio menghentikan gerakan nya dan menatap manik mata gue dengan sangat dalam. Gue udah ambyar duluan, mas.

"Kamu yakin?". Gue mengangguk pasti. Gue juga tau kalau dia menginginkannya. Dengan gerakan cepat Rio membawa gue ke dalam kamar. Untunglah kamar dirumah ada dua.

Permainan Rio terkesan cepat dan itu membuat gue susah mengiringi tempo nya. Gue mendelik tak suka dan dia pun paham.

"Kasih foreplay dulu dong! Kalau langsung gini aku nya gak bebas, Yang". gerutu gue. Dia terbahak dan mengangguk patuh. Kemudian Rio mencumbu gue dengan lembut, meninggalkan jejak basah dan mengukir bibir seksinya di sekujur tubuh gue. Setelah sebelumnya gue meminta untuk gak membuat tanda di leher. Alamat besok ke sekolah menjadi bahan pertanyaan kan. hmm.

Tabula RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang