TR 7

962 56 17
                                    

Rio's side ya gaes..

.
.
.

***

Sudah tujuh bulan gue menjalani pernikahan dengan Ify. Dia istri yang baik menurut gue meskipun sikapnya membuat gue masih agak kesal sendiri, kenapa? Karena sikap nya itu kadang buat gue masih menebak-nebak.
Tapi, gue suka dia yang seperti itu. Dia yang apa adanya sejak pertama kali kami ketemu setelah belasan tahun.

Gue tau Ify temen kecil gue dari nama panjang nya. Gue masih sangat hafal nama dan ada sebuah tanda di jemari nya. Ify punya tiga buah tahi lalat berurutan di jari telunjuk, tengah dan jari manis nya. Itu yang ngebuat gue gak bisa lupa. Meskipun kemungkinan besar banyak orang yang punya tanda yang sama, tapi gak tau kenapa gue udah yakin banget kalau ify yang gue temui sekarang adalah ify teman kecil gue dulu. Mungkin itu yang namanya jodoh.

Gue berbeda jurusan dengan Ify, gue jurusan biologi yang sekarang lagi PLK di salah satu sekolah di Pekanbaru. Gue suka anak-anak, jadi gue lebih milih PLK di SMP yang notabene nya masih banyak anak-anak ketimbang SMA yang lebih banyak remaja nya. Entahlah kenapa begitu.

Menikah dengan Ify merupakan hal yang tak terduga. Gue kenal Ify ketika kami Sama-sama jadi maba dulu. Tapi puncak nya benar-benar dekat adalah ketika gue dan dia mulai aktif di kepanitiaan fakultas. Gue tau Ify punya pacar, Faris namanya. Tapi entah kenapa sekali lagi, gue gak mau menampik kalau gue pengen selalu dekat dengan Ify ketika itu. Gue mencoba menjaga jarak aman namun masih stay close dengan dia. Hiya hiya.

Ketika Ify putus dengan Faris gue mulai mendekat lagi dengan Ify. Gadis itu mempunyai sejuta pesona yang bisa membuat setiap lelaki yang dekat dengan nya merasa nyaman. Gue gak menampik hal tersebut.

Kabar burung banyak menyampaikan pesan nya, bahwa gue dan Ify menjalin sebuah hubungan. Padahal tidak sama sekali. Haha, dekat namun tak sampai terikat. Itulah gue dan dia dulu. Kami hanya menjalani seperti apa hubungan ini.

Gue memang pernah meminta nya, mungkin ketika itu Ify masih beranggapan kalau apa yang gue ucapkan sekedar candaan belaka. Gak salah dia berpikir demikian. Toh, apa yang akan gue bawa untuk meminta dia menjadi istri gue nanti? Gue masih belum mapan. Tapi kalau sekarang sih udah. Hmm

"Mas--". Ify memanggil gue dengan suara lirih. Gue tau dia masih mencoba berbicara dengan gue dari tadi. Perihal di kampus yang membuat gue sedikit kesal.

Kenapa Faris masih saja mendekati Ify. Padahal dia tau kalau gue adalah orang yang harus dia segani. Gue suami nya Ify. Sedangkan dia cuma mantan yang udah kalah. Siapa suruh dulu minta putus.

"Mas, aku minta maaf--". Ujar nya lagi. Ify duduk di sebelah gue, menyentuh lengan gue dan bersandar di pundak ini.

"Aku gak bermaksud lain dengan Faris. Aku udah berusaha sewajarnya dengan dia. Cuma Faris aja yang masih belum move on". Jelas Ify. Gue menghela nafas panjang lalu menatap pantulan cermin. Dimana wajah sendu itu masih bersandar nyaman di pundak gue. Gue pun menyentuh puncak kepalanya.

"Aku tau--". Ketika dia ingin lepas, gue menahan gerakan nya.

"Kamu hanya perlu berkomunikasi sewajarnya dengan dia. Biar nanti aku yang bicara dengan Faris. Kamu tenang aja". Harus nya dari awal gue emang sudah tau kalau Faris masih belum move on dari Ify.

Ify tersenyum dan mengangguk. Dia memainkan rambut gue.

"Apapun yang terjadi, jangan pernah berpikir untuk pergi dari ku, Yo. Aku tau, kamu yang tepat untuk berada di samping ku". Ucap nya. Ah, istri ku sangat manis ternyata.

Gue membelai lembut wajahnya dan membubuhkan ciuman di keningnya.

"Aku mencintai kamu, Fy!". Bisik gue dengan sangat dalam.

Tabula RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang