Dua

2.2K 206 34
                                    

Hari ini, entah kenapa Selin merasa semua bebannya menghilang. Hanya dengan sebuah makan malam yang dijanjikan orangtuanya. Mungkin Selin sangat merindukan moment ini. Moment dimana mereka menghabiskan waktu diluar, berbagi cerita keseharian masing-masing, sampai memberi nasehat pada Selin, dan canda tawa dengan orangtuanya.

Selama ini selin selalu iri dengan teman-temannya yang selalu menghabiskan waktu dengan keluarganya. Selin yang kecukupan secara materi ternyata sangat kurang dalam hal kasih sayang.

Selin mengambil ponselnya, berpura-pura memikirkan sebuah nama dari kontak yang akan ia hubungi. Meskipun pada akirnya, nama Salwa lah yang menjadi tujuannya.

Berdiri dibelakang Selin dengan tangan yang ia kaitkan dibelakang tubuh---memiringkan kepala untuk menatap Selin dari samping. "Good morning." sapanya dengan senyum cerah diwajahnya.

Selin terlonjak, "Lihatlah aku sedang apa. Jangan mengagetkanku." ucapnya yang hampir saja melempar ponsel.

"Maafkan aku, tapi kupikir kapanpun itu kamu akan terkejut. Jadi biasakanlah dirimu." katanya.

"Entahlah, lebih baik jangan ganggu aku hari ini. Mood-ku sedang baik, aku tidak mau diganggu." ucap Selin tanpa menoleh sedikitpun, sebab fokusnya saat ini adalah menunggu sambungannya terhubung.

Merasa diabaikan suasana hatinya tiba-tiba memburuk, senyum cerah yang sedari tadi ingin ia perlihatkan pada Selin hilang saat itu juga. bagaimana bisa? Hanya dengan ucapan seperti itu dari Selin membuat hatinya sakit. Tapi, Entah kenapa Selin juga merasa bersalah sudah mengatakan kalimatnya.

Menggelengkan kepala seolah membuang semua pikiran buruknya, "Abaikan! Telepon Salwa sekarang lebih penting." ucapnya mengalihkan pikiran.

Satu panggilan terlewat begitu saja, Selin mencoba kedua kalinya. Namun sudah dua panggilan belum juga diangkat, ternyata hal seperti itu juga bisa menguras kesabarannya.

"Sabar Sel, niatmu sudah baik." ucap Selin menenangkan dirinya sendiri.

Barulah dipanggilan ketiga Salwa mengangkat panggilannya.

Selin menarik nafasnya dalam sembari melihat detik dibawah nama Salwa yang terus berubah---menandakan panggilan terhubung. "Yak!" sapa Selin kesal.

"Setan!" umpat Salwa.

"Aku baru bangun Sel, baru bangun! Sedikit saja gunakan belas kasihanmu. Telingaku pengang mendengar suara jelekmu itu." protes Salwa di sebrang sana dengan suara khas bangun tidurnya.

Selin terkikik geli membayangkan raut kesal Salwa, "Jam 10 ikut aku ke mall. Tidak menerima penolakan." ucap Selin yang menghiraukan protes Salwa.

"Ngapain? Aku--"

"Udah dulu, nanti jam 10 aku kerumah. Ingat! Tidak ada penolakan, Bye!" ucap Selin memotong ucapan Salwa dan mengakhiri panggilannya sepihak.

Melihat jam dindingnya menunjuk angka delapan. Selin memilih mandi terlebih dulu baru menemui Mamanya untuk sarapan.

Selesai mandi, Selin menuju ruang makan yang ada di lantai satu.
Menarik kursi yang akan ia duduki, "Pagi Ma! Papa sudah berangkat?" sapa Selin setelah mendudukan dirinya.

"Pagi sayang, yang pasti sudah." sapa Sania yang sedang sibuk membuatkan susu kesukaan putrinya.

"Selin kangen sarapan bareng." ucap Selin sambil mengingat-ngingat kapan terakhir kali mereka sarapan bersama.

"Yaa...bagaimana, Papamu selalu berangkat pagi, sementara kau bangun jam 8. Nanti malam kau bisa bilang sendiri dengan Papamu." ucap Sania dengan meletakan gelas susu didepan Selin sembari mengusap rambut Selin.

Oh My Ghost ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang