Selin sudah berada di Cafe, tempat yang sering ia dan Salwa kunjungi kalau suasana hatinya buruk, tempat dirinya dan Salwa berada saat bosan, juga tempatnya menyendiri sekedar melihat pemandangan sore yang memanjakan mata dari jendela besar yang tepat berada didepan tempat duduk favoritnya.
Entah kenapa walau tempat ini ramai, tapi Selin bisa menenangkan dirinya disini hanya dengan melihat lalu lalang kendaraan, melihat lampu-lampu penerang jalan yang mulai menyala, ataupun langit berwarna orange dengan burung-burung yang berterbangan kembali ke sarang.
"Kau kenapa?" tanya Selin setelah mendudukan dirinya dikursi yang berhadapan dengan Salwa.
Salwa tersenyum tipis, "Pesan dulu Sel." katanya dengan suara yang rendah.
Perubahan nada suara dan ekspresi ini menandakan pembicaraan kearah serius bukan? Sedikit mengganggu pikiran memang, melihat seorang yang banyak bicara menjadi diam bahkan menyayat hati saat melihat seorang yang banyak tingkah mengeluarkan air matanya. Itulah yang dirasa Selin, dimana 15 menit yang lalu perempuan itu menelpon dan memintanya datang ke Cafe ini dengan suara kalemnya seperti itu.
"Ice americano sama cheese cake kak." ucap Selin yang sudah berdiri didepan meja pesan.
"Tempat duduk biasa kan?" tanya Jay, salah satu waiters di Cafe ini yang terkenal dengan sikap ramah dan senyum cerahnya. Mereka sudah saling mengenal juga karena Selin dan Salwa yang sering datang.
Selin hanya tersenyum sekilas, pandangannya sesekali melirik Salwa yang duduk dan menggunakan sikunya sebagai tumpuan di meja, sedang wajahnya ia tutupi dengan kedua telapak tangannya. "Iya kak." ucap Selin berlalu menuju tempat duduknya.
Selin berjalan tanpa menimbulkan suara, membuat Salwa tidak menyadari kehadirannya. Sebentar menghela nafas, "Jadi gimana? Mau cerita sesuatu?" ucap Selin setelah memposisikan dirinya dikursi.
Salwa menarik nafas dalam dan mengembuskannya kasar. "Aku beneran dijodohin Sel. Sebentar lagi aku akan menjadi ibu-ibu yang sibuk mengurusi rumah tangga. Mungkin kita bakal jarang kesini nantinya." ucapnya kemudian.
Menggeser kursinya kesamping Salwa. "Maafkan aku. Padahal waktu itu aku bilang kalau aku akan membantumu. Apa aku masih bisa bantu sekarang?" ucap Selin mengusap lembut punggung Salwa.
"Tidak ada, apapun itu akan percuma. Papa tidak akan menerima penolakan." ucap Salwa menengadahkan kepala, sebisa mungkin menahan air matanya.
Pelukan, hanya itu yang bisa Selin berikan untuknya sekarang. Sembari terus mengusap lembut punggung Salwa. "Bagaimana kalau minta bantuan seseorang?" ucap Selin.
Melepaskan pelukannya, Salwa memegang kedua bahu Selin. "Apa maksudmu?" tanya Salwa.
Mengulas senyumnya, dengan mata yang berbinar menatap ke luar jendela. "Lihat! Seseorang itu berjalan kemari." ucap Selin semangat begitu melihat seseorang dari jendela yang baru saja keluar dari mobilnya.
"Lihatlah siapa orangnya!" titah Selin dengan menunjuk seseorang yang baru saja memasuki pintu dengan dagunya.
Salwa yang males-malesan melihatnya pun seketika membeku, diam ditempatnya dengan tatapan tak percaya. "Jadi?" tanya Salwa.
"Bagaimana kalau kau minta bantuan dia, dengan memintanya berpura-pura jadi pacar mungkin? Atau seseorang yang ingin melamarmu?" ucap Selin seolah hal itu mudah dilakukan.
Salwa yang kembali memikirkan perkenalannya hari itu sedikit menciut, ingatannya mengulang salah satu momen memalukan dalam hidupnya. Ya, orang itu adalah dokter Justin. Memikirkan bagaimana kalau dokter itu risih berbicara dengannya tentu menjadi urusan belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Ghost ✓
Fiksi Remaja[Proses Revisi] -Aku menemukanmu- Marselina atau akrab disapa Selin ini tiba-tiba bisa melihat arwah, syok sudah pasti. Dia sudah pernah, bahkan sering bicara padanya untuk menghilang darinya. Tapi arwah ini bilang, kalau dia hanya bisa menunjukkan...