Duapuluh Tiga

554 80 4
                                    

Setelah pertemuannya dengan Justin dua minggu yang lalu, Selin selalu mencari pendonor dan berbagi tugas dengan Justin, apa pun itu ia lakukan.

Dia bahkan menggunakan waktu yang harusnya ia gunakan untuk istirahat.

Tapi hari ini adalah jadwalnya sidang skripsi. Mau tak mau hari ini dia tidak bisa mencari apa-apa.

Drtt drtt drtt

"Hallo, ada apa?" Tanya Justin setelah mengangkat panggilan yang menganggu tidur paginya.

"Hari ini Selin sidang, jadi hari ini Selin ngga bisa bantu cari. Maaf ya kak.." ucap Selin sambil duduk di sofa kamarnya.

"Yak! Aku bahkan lupa kau mahasiswi tingkat akhir yang sedang mempelajari skripsi untuk menghadapi sidang. Semoga berhasil dan wisuda tahun ini ya. Jangan cemaskan masalah Jimmy, masih ada aku yang mencari. Sekali lagi semangat ya." Ucap Justin panjang lebar seperti seorang ayah yang menasehati putrinya.

"Makasih kak, kalau gitu Selin tutup dulu. Kakak juga semangat." Ucap Selin sebelum menutup panggilannya.

"Jim, andai kau mengenal Selin dari dulu. Kupikir hidupmu tidak berakhir begini. Dan asal kau tau, dia rela menggunakan waktu luangnya untuk membantumu." Batin Justin setelah Selin menutup panggilannya.

Setelah itu, Selin keluar kamar untuk menemui Papah Mamahnya yang sudah menunggu untuk sarapan bersama.

"Selin langsung berangkat aja ya Pah, Mah." Ucap Selin tanpa duduk terlebih dulu.

"Nanti kamu kenapa-kenapa perutnya kosong." Ucap mamahnya cemas.

"Selin nggapapa kok, kalo makan nanti Selin malah sakit perut." Elak Selin.

"Yaudah minum aja susunya." Ucap papah menengahi.

"Yaudah deh." Ucap Selin pasrah.

"Lagian punya kebiasaan buruk banget kamu. Tiap acara penting kalo disuruh makan malah sakit perut." Ucap mamah.

"Selin juga ngga mau gini mah, tapi mau gimana lagi. Yaudah Selin berangkat dulu, doain Selin ya." Pamitnya.

"Pasti. Semangat ya." Ucap mamah, sedangkan papahnya hanya memberi senyum.

"Kamu beneran mau nganterin aku?" Tanya Selin kesekian kalinya.

Pasalnya sejak kejadian malam itu, baik Alvin maupun Selin tidak ada yang minta maaf. Tiba-tiba saja sehari setelahnya Alvin datang seolah tidak terjadi apa-apa.

"Aku sudah mengatakannya dari semalam, aku tidak mungkin berubah pikiran sayang. Ayo berangkat sekarang." Ajak Alvin saat melihat Selin hanya berdiri tanpa berniat memasuki mobilnya.

"Kenapa sih kamu sama pacar sendiri masih ngga enakan." Tanya Alvin saat Selin sudah masuk.

"Gatau, Selin merasa ngrepotin aja." Ucap Selin yang hanya dibalas Alvin dengan senyuman sekilas lalu mengacak rambut Selin.

Dan setelahnya mereka hanya diam, karna Alvin tidak mau mengganggu selin yang membaca skripsinya.

"Hei, udah sampe. Ngga mau turun?" Tanya Alvin.

"Apa udah sampe dari tadi? Kenapa kak Alvin ngga bilang sih." Ucap Selin yang langsung menutup skripsinya dan memasukkanya dalam tas.

"Ngga mau ganggu aja, yaudah sana. Mau aku tungguin apa gimana?" Tawar Alvin

"Nggausah kak Alvin pulang aja. Nanti jemput aja kalo Selin udah selesai. Selin pergi dulu ya." Ucap Selin yang langsung keluar mobil.

"Hei!" Panggil Alvin yang membuat Selin langsung menoleh.

"Semangat ya sayang!" Ucapnya sedikit berteriak dan hanya dibalas senyuman oleh Selin.

"Huft...makin hari, bukannya makin deket malah makin jauh." Ucap Alvin melihat punggung Selin yang semakin menjauh.

"Sal! Gimana nih, gue nervous banget." Ucap Selin memegang kedua tangan Salwa.

"Tangan lo sampe dingin gini, kayak mau married aja." Ucap Salwa.

"Otak lo ya! Isinya Married, cowok, tapi kok bisa tenang mau sidang gini." Cibir Selin.

"Coba aja lo pikirin apa yang gue pikirin pasti nervous lo ilang, karna tenang aja berasa ada cowok yang semangatin di otak lo." Ucap Salwa memberi saran.

Selin pun mncoba memikirkan sesuatu, tapi sedetik kemudian dia menggelengkan kepalanya.

"Idih, kenapa lo?" Tanya Saalwa

"Ide lo ngga mempan, udah gue coba barusan malah bikin merinding aja." Sahut Selin.

"Emang siapa cowok yang lo pikirin?" Tanya Salwa lagi.

"Tiba-tiba muncul aja, di otak gue. Ngga gue pikirin kok." Ucap Selin mengelak.

"Yaelah siapa? Kak Alvin?" Tanya Salwa karna setaunya cowok Selin ya kak Alvin.

"Jimmy, tiba-tiba mukanya pas lagi senyum muncul pas gue coba tadi." Ucap Selin jujur.

"Gila?! Jimmy hantu itu? Dia pernah senyum ke elo? Wah gawat." Ucap Salwa heboh.

Memang Selin tidak pernah memberi tau Salwa lagi soal Jimmy. Dia tidak mau membuat orang lain ikut memikirkan tanggungjawabnya.

Tak terasa, sekarang Selin sudah berada di ruang sidang. Dan benar saja, apa yang dia dengar tentang ruang sidang selama ini benar adanya. Mencekam, semua mata menatapnya seolah ia adalah tersangka yang dimintai penjelasan.

"Kamu udah belajar, udah ngerti materinya. Jangan sia-siain waktu belajar karna nervous gini. Kamu punya orang-orang yang mendukung dan menunggu hasilnya, semangat Marselina. Kamu bisa!" Ucap Selin dalam hati meyakinkan dirinya sendiri.

Di lain tempat, Jimmy yang masih setia diruangannya tentu mengingat ini adalah hari sidangnya Selin.

"Semangat ya, aku yakin kamu pasti bisa." Ucap Jimmy sambil memandang langit dari jendela kamarnya.

Dia tentu ingin pergi menemui Selin, tapi saat mencobanya tadi entah apa yang terjadi badannya tiba-tiba sakit bahkan kakinya seolah tidak punya tulang, lemas. Itulah yang ia rasakan.

"Aku tau ini mustahil, tapi aku berharap kamu datang kesini setelah sidangmu selesai, memberiku kabar gembira itu. Lalu aku akan pergi dengan tenang, membawa kabar gembira itu bersamaku." Ucap Jimmy yang masih setia memandangi langit.

Dia hanya berpikir, bagaimana dirinya nanti saat menjadi penghuni langit.

.
.
.
.
.
.
.

To be continue...

-애인-

Oh My Ghost ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang