Sembilanbelas

569 83 10
                                    

Setelah kejadian itu mereka hanya diam, fokus pada pikiran mereka masing-masing.

"Kak kayaknya aku habis ini pulang aja kerumah." Ucap Selin memulai pembicaraan.

"Iya, itu lebih baik." Ucap Alvin tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.

"Lebih baik?" Tanya Selin bingung.

'Ya, gue merasa bersalah kalo harus lihat wajah lo. Gue tau itu first kiss lo. Gue egois, dan lo pasti ngga nolak karna takut gue malu nantinya kan?' batin Alvin.

"Kak?" Panggil Selin lembut.

"Ya? Oh, lebih baik aja kalo lo sama orang tua, iya kan?" Ucap Alvin jauh dari apa yang ada dihatinya.

"Kak Alvin kenapa ngga jujur aja sih, setelah cium Selin kak Alvin cuma bilang maaf, ngga ngasih kepastian? Kak Alvin jahat." Ucap Selin dengan memalingkan pandangannya ke samping.

"Apa? Kepastian? Lo mau jadi istri gue?" Tanya Alvin dengan gampangnya.

"Kak Alvin apaan sih, masa langsung jadi istri, pacaran dulu dong. Lagian Selin belum lulus juga." Ucap Selin dengan ketidak tauannya maksud perkataan Alvin.

Alvin tersenyum setelah mendengar jawaban Selin. Karna itu berarti cintanya terbalas.

"Mulai hari ini kita pacaran. Tidak ada penolakan." Ucap Alvin lalu menghentikan mobilnya dipinggir jalan untuk melihat ekspreksi Selin.

"Siapa juga yang mau nolak." Ucap Selin yang masih melihat kesamping.

"Hei, hadap sini. Gue mau lihat wajah lo." Ucap Alvin tanpa merubah panggilannya.

"Gamau, panggilnya yang romantis dulu." Ucap Selin merajuk.

"Selin, hadap sini. Pacarnya mau lihat wajah cantiknya ngga boleh?" Ulang Alvin.

Selin pun menghadapkan wajahnya, dengan perasaannya yang tak karuan, antara malu, senang, dan canggung.

"Aku bakal bahagiain calon istriku ini lebih dari apapun. Makasih ya, udah buat aku merasakan kebahagiaan ini."
Ucap Alvin dengan tulusnya.

"Mmm, ternyata semenyenagkan ini. Makasih juga ya kak." Balas Selin.

"No, kamu harus merubah panggilan kak. Ngga mau tau setelah ini harus berubah." Ucap Alvin pura-pura marah.

Selin pun memikirkan panggilan apa yang cocok untuk Alvin dengan jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pipi.

"Astaga, gemesin banget si calon istriku." Ucap Alvin dengan mengacak rambut Selin setelah melihat tingkahnya.

"Ih, aku lagi mikir nih." Protes Selin.

"Mikirnya nanti aja dirumah, sekarang duduk yang bener." Perintahnya.

"Tunggu." Cegah Alvin saat Selin akan membalik posisi duduknya.

Selin terdiam bingung, lalu Alvin mendekatkan posisinya dengan tangannya yang sedikit mendorong kepala Selin agar lebih dekat, lalu mencium kening Selin.

"Makasih." Ucap Alvin setelah mencium kening Selin.

"Hmm." Sahut Selin seadanya.

'Kak Alvin curang, awas aja setelah sampai dirumah Selin bakal bales dan buat kak Alvin salting.' batin Selin.

Dan sesampainya dirumah, sembari mengemas baju-baju dan lainnya. Selin memikirkan apa yang akan dia lakukan nanti.

"Bawain sampe depan rumah aja ya." Ucap Selin setelah barangnya selesai dikemas dengan senyum yang susah diartikan.

"Kamar kamu kan diatas, ntar susah bawanya." Protes Alvin.

"Ngga papa Selin bisa!" Ucapnya percaya diri.

Sesampainya didepan rumah, Alvin masih ragu memberikan koper pada Selin.

"Hei, ini berat."

"Udah, Selin bisa. Makasih ya... Sana langsung pulang." Ucap Selin

"Ngga boleh masuk?" Tanya Alvin.

"No."

"Yaudah aku pulang, kalo kangen buka jendela terus panggil aku aja kaya dulu." Ucap Alvin lalu berbalik.

Tapi langkahnya terhenti saat Selin memanggilnya.

"Kenapa?"

"Kamu tadi sempet makan? Kok belepotan?" Tanya Selin dengan mata yang menyipit.

"Engga, aku cuma minum tadi."

"Sini, aku bersihin." Ucap Selin.

Setelah Alvin mendekat Selin pun memegang pipi Alvin dengan kedua tangannya, membersihkan bibir Alvin dengan kedua ibu jarinya lalu menciumnya sekilas.

"Udah bersih, sana pulang. Aku masuk dulu ya, makasih." Ucap Selin dengan menarik kopernya masuk lalu menutup pintu.

"Sudah bersih? Oke aku paham cara mainnya. Dasar gadis liar." Ucap Alvin dengan senyum yang terus mengembang.

Sesampainya dikamar, seketika senyum Selin hilang. Kamarnya benar-benar mengingatkannya pada Jimmy.

Ingatannya pun memutar percakapannya tadi dengan Jimmy dipantai.

'Jimmy?' Tanya Selin dalam hati.

'Iya ini aku. Aku tidak akan mengganggu hidupmu lagi setelah ini. Aku akan kembali ke rumah sakit untuk menerima takdirku, tapi sebelum itu aku mau mengatakan kalau aku mencintaimu, biarlah aku terlihat menyedihkan karna ungkapan itu adalah yang pertama dan terakhir bagiku. Terimakasih sudah membiarkanku tau rasanya mencintai seseorang. Andai kamu memaafkanku, aku ingin menceritakan alasanku bertindak seperti itu, lalu pergi dengan tenang setelahnya. Dan yang terakhir, Selamat atas kebahagiaanmu. Barbahagialah dengannya.' ucap Jimmy dengan senyumnya yang samar terlihat menyakitkan.

Selin memejamkan matanya, menghembuskan nafasnya lalu menghirup udara yang bercampur dengan parfum Alvin.

'Aku minta maaf, dan terimakasih.' ucapnya dalam hati.

'Aku pergi. Selamat tinggal... Selin.' ucap Jimmy menahan air matanya setelah mendengar jawaban Selin.

Dan seketika itu juga Jimmy menghilang dari pandangannya.

Mengingat ucapan Jimmy benar-benar membuat hatinya sakit. Rasanya dia sudah memberi luka pada orang yang berharap hidup lagi padanya.

Selin pun meneteskan air matanya, membiarkannya mengalir dan membiarkannya berhenti dengan sendirinya nanti.

"Maafkan aku." Ucapnya dalam tangis dengan dirinya yang terduduk disamping kasur melipat kedua kaki dan tangan yang memeluknya untuk menenggelamkan wajahnya.

Sebelum akhirnya dia tertidur dengan posisi duduknya itu. Membiarkan dirinya yang lelah tidur dengan posisi yang jauh dari kata nyaman.


.
.
.
.
.
.
.




To be continue...

-애인-

Oh My Ghost ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang