Jika saja angin yang menerpa wajah dan rambutnya bisa menyampaikan rasa rindunya, mungkin dari tadi dia sudah mengajaknya berbicara.
"Sayang, kamu ngapain disini?" Tanya seseorang yang mengusiknya.
"Ya? Aku hanya melihat bunga yang bermekaran ini. Ada apa?" Tanyanya balik mengalihkan topik pembicaraan.
"Tidak ada apa-apa." Sahutnya singkat, lalu ikut duduk dibangku taman.
"Kenapa? Apa kamu ingin pulang?" Tanya Alvin lagi setelah duduk disampingnya.
"Tidak untuk saat ini." Jawabnya singkat.
"Tatap aku." Titah Alvin yang langsung Selin sanggupi.
"Kenapa kamu berbohong, hm? hatiku sakit mendengar kebohongan mu." Lanjutnya sembari menatap mata Selin dengan penuh kasih sayang.
"Aku tidak..." Sahutnya terjeda, Selin berpikir antara jujur atau tetap berbohong seperti ini.
Dengan mata yang tertutup dan sedikit menundukkan kepalanya, bibirnya berucap. "Maafkan Aku."
"Tidak perlu, Akulah yang harus minta maaf kalau harus ada yang minta maaf. Akulah orang yang menahanmu disini, harusnya kamu marah padaku bukannya merasa bersalah." Jelas Alvin menggenggam kedua tangan Selin.
"Pulanglah, Aku sudah cukup egois menahanmu disini. Jangan buat aku jadi orang serakah." Lanjutnya.
Selin menaikkan kepalanya untuk kembali menatap mata Alvin, "Tapi..."
"Jangan jadikan hubungan ini sebagai alasanmu bertahan. Kalau hatimu sudah tidak ikut dalam hubungan ini, lepaskanlah." Ucap Alvin memotong pembicaraan.
Tidak ada jawaban dari Selin, hanya bahu yang bergetar dan kepala yang kembali tertunduk. Tapi Alvin
bersyukur dengan Selin yang tertunduk itu dia bisa leluasa mengontrol emosinya.Alvin menengadah sebentar agar air matanya tidak keluar dari pelupuknya, "Maafkan Aku." Ucapnya sembari menarik Selin yang sudah menangis kedalam pelukannya.
"Mencintai adalah tentang merelakan.
Dan merelakan dia yang kamu cinta bukan berarti menyerah, tapi lebih pada menyadari dan menerima bahwa ada hal-hal yang tak bisa dipaksakan." Jelasnya masih dengan posisi memeluk yang pada akhirnya, sekuat apapun ia berusaha, sakit tetaplah sakit dan membiarkan air matanya menetes dibalik punggung perempuannya.Sebentar Alvin terdiam, mengontrol air mata dan suaranya agar tidak bergetar, "Terkadang Tuhan membuat kisah hidup kita berjalan dengan seseorang hanya sebagai teman selamanya, bukan sebagai pasangan selamanya." Lanjutnya dengan tangan yang mengusap air matanya kasar sebelum dua tangannya ia gunakan untuk memegang bahu perempuannya dengan mata yang menatapnya.
"Kembalilah, Aku akan menyusulmu dengan istriku nanti. Dan kita... akhiri saja sampai disini. Maaf, Aku sudah menahanmu dengan ikatan ini. Terimakasih sudah memberiku semangat dan terimakasih sudah menjadi alasanku bertahan sampai saat ini. Terimakasih untuk semuanya." Ucapnya diakhiri senyuman hangat, sehangat mentari pagi yang menyinari mereka saat ini.
"Terimakasih sudah mengajariku apa itu cinta. Terimakasih juga untuk semuanya. Dan maaf untuk semuanya." Sahut Selin.
"Berjanjilah padaku." Ucap Alvin.
"Janji?" Tanya Selin bingung.
Alvin mengusap air mata Selin lembut dengan kedua ibu jarinya, "Setelah ini, saat Aku tidak ada disampingmu jangan menangis lagi, jangan sakit lagi, dan berbahagialah. Janji?" Ucap Alvin sembari mengacungkan jari kelingkingnya.
Masih dengan air matanya Selin
memaksakan tersenyum, "Janji!" Ucapnya dengan menautkan jari kelingkingnya.Alvin mencium bibir Selin sekilas sebagai tanda perpisahannya. Sebelum dia beranjak dari tempat duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Ghost ✓
Teen Fiction[Proses Revisi] -Aku menemukanmu- Marselina atau akrab disapa Selin ini tiba-tiba bisa melihat arwah, syok sudah pasti. Dia sudah pernah, bahkan sering bicara padanya untuk menghilang darinya. Tapi arwah ini bilang, kalau dia hanya bisa menunjukkan...