Selin tengah berjalan menyusuri komplek perumahannya dengan seorang yang tidak terlihat dimata orang lain, tentu saja membuatnya terlihat aneh. Perempuan itu bahkan sudah memasang earphone untuk berjaga-jaga.
"Pikiranku terlalu jauh," celetuk Jimmy tanpa menatap lawan bicaranya.
Memperlambat langkahnya, Selin hanya merasa ingin berbicara lebih banyak dengan Jimmy. "Apa yang kau pikirkan?" tanyanya penasaran.
"Aku pikir kau akan mengajakku ke tempat dimana aku bisa melihat city light, atau paling tidak ke taman." Jangan salah! Jimmy tidak mengucapkan kalimatnya barusan, tentu saja dalam situasi dan kondisi apa pun image-nya tetap nomor satu.
"Aku tidak akan menjawab karena kau begitu penasaran," ucap Jimmy sembari melirik Selin sekilas.
Kau salah Jim, kesabarannya tipis malam ini. Lihat saja bagaimana caranya berjalan cepat dengan hentakkan di tiap langkahnya.
"Kenapa?" tanya Jimmy saat melihat Selin berdiri mematung di hadapan showcase cooler.
Tidak langsung menjawab, Selin menatap Jimmy tajam sembari mendengus kesal sementara yang ditatap hanya menaikkan kedua alisnya memasang raut kebingungan. "Ada apa?" tanya Jimmy yang merasa terintimidasi.
"Semuanya karena kau! Aku jadi lupa titipan Papa," sahut Selin menaikkan nada bicaranya.
Jimmy tidak bisa menahan gelak tawanya, lagi pula tidak ada yang akan mendengarnya selain Selin---memutar balik situasi---sekarang Selin yang merasa bingung. "Aku rasa kau tidak pantas menjadi mahasiswa," ucap Jimmy.
"Karena aku mahasiswi," sahut Selin dengan polos yang semakin membuat Jimmy terbahak.
Namun anehnya, amarah Selin seketika sirna saat sesuatu terlintas di pikirannya. Benar, Jimmy sudah berubah... lelaki ini sudah banyak tertawa akhir-akhir ini, berbeda dengan lelaki yang dulu menemuinya. Entah bagaimana di kehidupan nyatanya dulu, mungkin saja Jimmy jarang atau bahkan tidak pernah tertawa seperti ini.
"Apa kau benar-benar marah?" tanya Jimmy saat membuka mata dan mendapati Selin yang tengah menatapnya dengan kedua tangan yang ia silangkan di depan dada. Selin hanya menggelengkan kepalanya perlahan sebagai jawabannya.
"Lalu?"
"Aku masih berusaha mengingat titipan itu," jawab Selin berbohong.
Tahu ada yang sedang disembunyikan, Jimmy dengan cepat menunjuk minuman berkaleng yang tertata dibarisan paling atas. "Ah iya," ucap Selin saat melihat arah tunjuk Jimmy.
Selin mengambil minuman itu sebagai barang terakhirnya sebelum membayar di kasir dan keluar meninggalkan minimarket.
"Kemarilah!" ucap Selin sembari menepuk bangku kosong disampingnya lantaran Jimmy tidak bergerak dari tempatnya berdiri.
Suara angin mungkin saja terdengar jelas jika mereka tengah berada di hutan dengan keheningan yang mereka ciptakan saat ini. Meskipun tengah duduk di bangku pinggir jalan, tapi dengan suasana canggung seperti ini siapa yang suka?
Selin meneguk habis sisa cairan di kaleng minumannya sebelum memutuskan untuk memulai obrolan. Kedua tangannya mengepal kuat di atas pahanya, merubah sedikit posisi duduknya. "Kau tidak ingin bercerita padaku?" tanyanya sembari menatap mata Jimmy.
Menggeleng singkat, "Tidak ada, aku hanya ingin seperti ini saja selama 6 bulan kedepan," jawab Jimmy.
"Sekarang atau tidak sama sekali Jim, aku merasa tidak berguna kalau tidak tahu apa-apa tentang masalahmu," ucap Selin menatap manik lawan bicaranya penuh harap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Ghost ✓
Teen Fiction[Proses Revisi] -Aku menemukanmu- Marselina atau akrab disapa Selin ini tiba-tiba bisa melihat arwah, syok sudah pasti. Dia sudah pernah, bahkan sering bicara padanya untuk menghilang darinya. Tapi arwah ini bilang, kalau dia hanya bisa menunjukkan...