Empat Belas

693 111 12
                                    

Setelah acara dandan Selin, mereka langsung menuju rumah sakit. Dengan izin yang sedikit berbohong.

Tidak ada obrolan selama perjalanan, kecuali Alvin yang menayakan dirumah sakit mana Jimmy dirawat.

Dan saat mobil Alvin sudah terparkir, Selin terlihat sedikit gugup, dia bahkan menggandeng tangan Alvin erat saat berjalan memasuki rumah sakit.

"Apa yang buat lo gugup?" Tanya Alvin.

"Aku takut setelah tau sakitnya aku tidak bisa bantu, dan aku bingung. Bagaimana kalo diruangan Jimmy ada orang tuanya." Jelas Selin.

"Gue juga berusaha bantu Sel, dan kalaupun lo ngga mau ketemu orang tua Jimmy, lo ngga harus keruangan Jimmy. Cukup tanya resepsionis, lalu pergi keruangan dokter yang menangani Jimmy saja, selesaikan?" Ucap Alvin

"Kak Alvin udah dewasa ya sekarang, bisa mengatasi masalah dengan tenang. Ngga kaya Selin, jadi sayang deh. Makasih ya kak." Ucap Selin melepas genggaman tangannya dan beralih memeluk Alvin dari samping.

"Sayang lihat! bukankah mereka berdua sangat manis. Ohhh...Aku yakin mereka pasangan yang baru menikah,iyakan? Bagaimana menurutmu?" Ucap seorang ibu paruh baya saat melihat Alvin dan Selin.

Selin melihat sekitar, dan tidak ada pasangan lain selain dirinya dan Alvin "Apa kak Alvin denger? Apa yang ibu itu maksud kita?" Tanya Selin

"Mungkin, lagian kenapa sih dipermasalahin banget, ntar ngga kelar-kelar masalah Jimmynya." Sahut Alvin.

Setelah bertanya di resepsionis dan mencari ruangan dokternya. Sekarang mereka sudah berada di ruangan dokter Adi, ruang spesialis ginjal.

Selin kembali mengingat sesuatu. 'Waktu itu aku lihat dokter incaran Salwa di ruangan sebelah Papah? Artinya itu ruangan Jimmy kan? Tapi dia bukan dokter yang menangani Jimmy, lalu apa urusannya?' pikir Selin.

"Jadi bagaimana dok, bisa jelaskan kondisi pasien atas nama Jimmy?" Tanya Alvin.

"Apa kalian keluarga pasien?" Tanya dokter Adi.

"Iya, Saya kakak pasien. Dan ini istri saya." Ucap Alvin.

Selin terkejut mendengar pengakuan palsu Alvin, bagaimana bisa dia bilang seperti itu, yang artinya dia juga memikirkan omongan ibu-ibu tadi?

'Huh dasar! Nyebelin.' ucap Selin dalam hati.

"Aish, kalian nikah muda?" Tanya dokter.

"Jelaskan saja dok, kami tidak bisa lama-lama disini." Ucap Alvin.

"Ah iya, maafkan saya. Jadi kurang lebih delapan bulan yang lalu Pasien atas nama Jimmy dibawa kerumah sakit dalam keadaan pingsan, dan setelah melakukan berbagai pengecekan, pasien didiagnosa mengalami Ensefalopati atau istilah yang mengacu pada kelainan struktur atau fungsi otak akibat suatu kondisi atau penyakit. Sementara penyakit yang menyebabkan Ensefalopati pada pasien sendiri adalah gagal ginjal." Jelas dokter.

"Apapun itu...bukankah itu rumit sekali? Lalu kemungkinan pasien sembuh bagaimana?" Tanya Selin.

"Pasien bisa saja sembuh jika ada yang mendonorkan ginjal untuknya, sayangnya belum ada donor ginjal untuknya. Dan yang kami lakukan untuk kesembuhannya selama ini hanya cuci darah." Ucap dokter.

'Ah... mungkinkah Jimmy meminta bantuanku untuk mencari pendonornya?' batin Selin.

"Itulah kenapa kami hanya memberi waktu satu tahun. Karna jika lebih dari itu, kemungkinan pasien sembuh semakin sedikit." Lanjut dokter.

"Apa golongan darahnya dok?" Tanya Alvin

"Kenapa anda tidak tau golongan darah adik anda?" Tanya dokter curiga.

"Selama ini saya tidak terlalu memperdulikan kehidupannya. Bahkan apapun yang dia suka dan tidak saya tidak tahu." Ucap Alvin tenang.

'Kak Alvin emang keren. Dia bahkan tidak terlihat sedang berbohong, entah bagaimana jika aku yang ditanya.' batin Selin.

"Golongan darahnya AB." Ucap dokter.

Mereka berdua benar-benar terkejut setelah dokter mengatakannya. Ini bukan kebetulan, ini pasti sudah diketahuinya.

Bagaimana mungkin Jimmy meminta tolong pada orang yang tepat. Selin memiliki golongan darah AB, lalu apa mungkin dia benar tidak tahu? Dan kebetulan bertemu Selin. Atau dia pura-pura tidak tahu? Lalu menemui Selin.

Bukankah secara tidak langsung dia meminta ginjal Selin?

"Kalau begitu, kami permisi dok." Ucap Alvin.

"Mau langsung pulang?" Tanya Alvin diluar ruangan.

"Hah!! Bagaimana mungkin aku tidak tahu selama ini, aku justru mempercayainya dan mengasihaninya. Biarkan aku bertemu berandal itu." Ucap Selin benar-benar menahan amarahnya.

Mereka sudah berada diruangan Jimmy sekarang, beruntung tidak ada siapapun.

Jimmy terkejut saat melihat Selin dan Alvin memasuki ruangannya. Iya, Jimmy diruangannya dari tadi. Dia tahu apa yang akan Selin lakukan setelah ini.

"Yak! Gue harap lo ada disini sekarang. Karna mungkin ini terakhir kalinya gue ngomong sama lo. Jadi dengerin baik-baik." Ucap Selin yang mendudukkan dirinya diranjang, tepatnya disebelah Jimmy.

"Lo kira lo siapa? Bahkan lo baru dateng dihidup gue dan tanpa basa-basi lo minta ginjal gue? Ah benar, lo emang gak tau diri." Ucap Selin terjeda, dia juga manusia biasa yang punya rasa iba.

"Wajah yang tenang ini, kenapa harus punya sifat yang licik? Bukankah disayangkan? Baiklah manusia memang tidak ada yang sempurna. Tapi maaf aku tidak bisa membantu, aku pergi. Semoga ada orang yang ingin memberi hidupnya untukmu. Selamat tinggal." Ucap Selin dan berlalu pergi meninggalkan Alvin yang masih mematung tak percaya.

"Gue rasa ucapan gadis kecil gue udah cukup, gue juga punya rasa iba. Jadi ngga mungkin gue tambahin lagi. Gue juga pergi ya." Ucap Alvin dan berlalu pergi.

"Ah iya, makasih. Lo udah buat gadis kecil gue memiliki sisi barunya. Dia pantas punya sisi itu untuk bertahan hidup di dunia yang kejam ini." Ucap Alvin terakhir kalinya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan.

.
.
.
.
.
.
.
.

To be continue...

-애인-

Oh My Ghost ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang