Enam

1.3K 155 34
                                    

Dering alarm mulai memenuhi ruangan---bising. Mengusik Selin yang seolah tidak ingin meninggalkan alam mimpinya. Dengan mata yang masih terpejam ia meraba-raba nakas, mencari sumber kebisingan.

Layar yang menunjukkan pukul 6 pagi saat ponsel sudah berada ditangannya itu sedikit membuatnya malas. "Setidaknya 10 menit lagi." ucap Selin bermonolog, kembali meletakkan ponselnya diatas nakas.

Barangkali dirinya sudah kembali ke alam mimpi secepat ia membalikkan badan. Selin merasa seolah lelaki tampan yang duduk ditepi ranjang menghadap jendela adalah mimpinya.
Mengabaikan kehadiran Selin, lelaki itu seolah menikmati cahaya matahari yang mulai menyelinap. Menciptakan siluet dari sisi Selin.

Mengerjapkan matanya berkali-kali,
"Apa ini mimpi? Tapi kenapa terasa nyata?" tanya Selin pada dirinya sendiri, menatap kagum pemandangan didepannya.

Lelaki itu menoleh, menatap Selin sesaat sebelum mengukir senyum diwajahnya.

Matanya membulat sempurna, tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Bukankah itu terlalu indah untuk menjadi sambutannya dipagi hari? Ya, mungkin Selin sudah terhipnotis saat ini. Terlihat seperti orang bodoh, matanya tidak berkedip, senyum manis juga terus ia perlihatkan.
"Siapa kau?" tanyanya setelah mendudukkan dirinya.

Selin menatap kedua tangannya, membolak-balikkannya, berpikir kalau mungkin terjadi sesuatu dengan dirinya. "Ada apa dengan tanganku? Kenapa tanganku tidak bisa merasakannya? Kenapa tubuhnya tembus?"

Berdiri, menatap Selin dari posisinya benar-benar membuatnya gemas. Duduk bersila diatas tempat tidur, masih dengan baju tidur dan rambut yang acak-acakan.

Tangannya sudah terlipat didepan dada, "Apa kau melihatku?" tanyanya.

"Apa maksudmu? Tentu saja aku melihatmu." sahut Selin.

"Apa kau mengingat suaraku?" tanyanya lagi, hanya saja dirinya sudah berpindah disamping Selin. Membisikkan kalimatnya tadi.

Selin meneggakkan punggungnya. Duduk mematung, dengan mata yang membulat. Suara itu...lelaki itu. Ia ingat sekarang, suara yang akhir-akhir ini familiar ditelinganya, wajah yang ia lihat berdiri dibelakang Salwa.

Selin memberanikan dirinya menatap kesamping, "Kenapa aku bisa melihatmu?" tanya Selin kaku.

Tersenyum tipis, "Kau yang menginginkannya bukan? Saat diperpustakaan." sahutnya.

Apa semua ini terjadi begitu saja? Tiba-tiba bisa melihat hantu? Karena sebuah keinginan? Semudah itu?

"Kau bisa melihat, atau paling tidak merasakannya kalau kau punya keinginan yang kuat." lanjutnya.

Perasaan menyesal tiba-tiba menderanya. Rasanya takut kalau dia bisa melihat hantu, sedikit tahu kalau tidak semua hantu berwujud utuh. Mungkin diperpustakaan ada hantu dengan muka yang hancur atau bahkan anggota badan yang tidak lengkap. Bagaimana akhir skripsinya?

"Kau hanya perlu membantuku, lalu aku akan pergi setelah itu." ucapnya lagi saat Selin masih saja diam ditempatnya.

"Jadi bagaimana? Apa kau mau membantuku?" tanya hantu itu.

Selin menyadarkan pikirannya, kembali pada kenyataan yang ada dihadapannya. "Apa aku bisa? Kalau aku bisa pasti aku akan membantumu." jawab Selin.

Memasang puppy eyes-nya. "Aku yakin kau pasti bisa, hanya kau harapanku kembali hidup sekarang." jelasnya sembari terus mecoba meraih lengan Selin meskipun gagal.

"A-apa? Kembali hidup? Maksudmu aku harus membantumu hidup kembali, menggali kuburanmu?" tanya Selin takut.

Tertawa terbahak untuk sesaat, "Bukan begitu...jadi aku sudah koma selama setengah tahun, kata dokter kecil kemungkinan aku bisa kembali, tapi karena keluargaku tidak rela mereka meminta waktu, lalu dokter memberiku waktu satu tahun dan jika dalam setahun aku masih tidak sadar aku terpaksa harus disuntik mati." jelasnya, seolah ingin mentertawakan diri sendiri.

Oh My Ghost ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang