Tigapuluh Tiga

532 58 10
                                    

Karena lima bulan bukanlah waktu yang sebentar, Jimmy ingin menebus perkerjaan yang belum diselesaikan orang kepercayaannya dengan menghabiskan hari pertama kerjanya.

Lampu yang sudah menyala, dan matahari yang sudah digantikan bulan pun ia tidak menyadarinya.
Karena memang seperti inilah Jimmy jika sudah dikantor, tidak ada yang menarik perhatiannya lagi setelah bertemu tumpukan kertas.

Sampai getar ponsel mengalihkan perhatiannya, "Hallo." Sapa seseorang saat sambungannya terhubung.

"Ada apa?" Jawab Jimmy dengan ponsel yang di apit menggunakan bahu, sementara tangannya masih sibuk membolak-balik kertas kesayangannya.

"Ya! Apa kau masih dikantor?" Tanya Justin.

"Seperti yang kau duga." Jawabnya santai.

"Jim, pulang ya. Ini sudah malam." Ucap Mamahnya mengambil alih ponsel dari Justin.

Seketika Jimmy melihat jam
dipergelangan tangannya yang menunjuk angka sembilan.
"Benar, aku sampai lupa waktu. Sebentar lagi aku pulang." Sahutnya.

"Baiklah, hati-hati dijalan." Ucap Mamah yang mampu membuat Jimmy tanpa sadar mengukir senyumnya.

Dan setelah panggilannya berakhir, barulah Jimmy menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia putar sampai menghadap jendela besar diruangannya.

Memang ruangannya hanya dilantai tujuh. Tapi dari ruangannya itu menyuguhkan citylight yang begitu indah. Dengan mobil-mobil yang berlalu-lalang sebagai tambahannya.

Tapi, belum lama ia menikmati pemandangan yang disuguhkan, ingatannya langsung tertuju pada taman diperumahan Selin dan dengan segera Jimmy mengambil ponsel serta jas yang ia sampirkan pada kursi.

.
.
.
.
.
.
.

Seseorang duduk dibangku taman dengan kepala tertunduk dan kaki yang ia ayunkan perlahan. Memikirkan sesuatu yang terus mengganjal dipikirannya sampai tiba-tiba ada mobil terparkir yang menarik perhatiannya.

"Jimmy?" Ucapnya saat melihat seseorang memarkirkan mobilnya.
Membuatnya berdiri saat itu juga untuk bersembunyi dibalik pohon.

Jimmy tidak melihat ada seseorang yang sempat duduk dibangku tujuannya, yang ia tahu hanya ada
dirinya sendiri disini sehingga ia berjalan perlahan sembari menendang rumput, dengan wajah kusut dan kemeja yang di gulung sampai siku, serta jas yang ia sampirkan disalah satu lengannya.

"Apa yang dia lakukan malam-malam disini. Apa dia ada janji dengan kekasihnya?" Tanyanya pada diri sendiri berusaha menetralkan jantungnya yang berdebar begitu melihat Jimmy.

Jemarinya sibuk menyisir rambut kebelakang sementara ia menyandarkan punggungnya pada bangku. Tentu pemandangan itu tak luput dari pengelihatan seseorang yang bersembunyi.

'Apa kau baik-baik saja? Kenapa kau semakin berdebar?' Ucapnya dalam hati dengan tangan yang setia menempel didada, seolah menahan jantungnya agar tidak berpindah dari tempatnya.

"Apa aku bisa melupakanmu? Kenapa semua orang ingin aku melanjutkan hidup. Saat separuh hidupku sudah pergi. Lalu, apa kamu mau bertemu denganku kalau aku menemuimu disana?" Ucap Jimmy bermonolog, lalu merubah posisinya menjadi tidur dengan jas sebagai bantalnya dan satu lengan ia gunakan untuk menutupi matanya.

Jimmy memejamkan matanya untuk sekedar merasakan udara dingin yang mulai menusuk 'Rasanya Aku ingin membawamu dari pikiranku ke dunia nyata, dan memelukmu erat,' ucapnya dalam hati.

Karena tidak ada suara lagi seseorang yang bersembunyi berusaha melihat apa yang sedang terjadi, dan setelah melihat Jimmy diposisi tidurnya ia kembali terduduk, menjadikan pohon sebagai sandarannya, "Siapa yang dia bicarakan tadi? Apa dia baru saja putus dengan kekasihnya? Kenapa hatiku ikut sakit mendengar ucapannya." Ucapnya yang tanpa sadar meremas botol minuman ditangannya.

Krek

"Siapa disitu?" Tanya Jimmy yang langsung mendudukan dirinya.

"Bodoh! Apa yang kau lakukan!" Ucapnya merutuki kebodohannya. Hatinya kembali berdebar, tapi rasa was-was lah yang membuatnya berdebar saat ini.

Karena tidak ada jawaban, Jimmy berjalan mengendap menghampiri asal suaranya.
"Kau kenapa?" Tanyanya saat menemukan seorang perempuan yang berjongkok dan menenggelamkan wajahnya dengan tangan yang ia lipat sebagai tumpuannya.

Tidak menjawab, dia memilih berdiri dan berniat lari sejauh mungkin. Tapi karna posisi Jimmy yang membungkuk, ia jadi membenturkan kepalanya dengan kepala Jimmy.

"Akh!" Teriak keduanya bersamaan.

Sakit, tapi dia tahan sebisa mungkin. Menurutnya ini adalah kesempatan untuk kabur selagi Jimmy kesakitan juga. Tapi Jimmy yang merasa dirugikan tentu mengejarnya, sampai lengannya berhasil Jimmy tahan.

"Siapa kau? Apa kau penguntit? Apa yang kau lakukan? Jawab!" Ucap Jimmy melontarkan beberapa pertanyaan sekaligus.

"Siapa aku itu bukan urusanmu, lepaskan Aku atau akan kuteriaki kau agar dihajar massa?" Sahutnya tanpa menolehkan wajahnya sedikitpun.

Jimmy mematung mendengar suaranya, rasanya begitu familiar sampai dia tidak fokus mendengarkan apa yang dia ucap sehingga tangannya masih terus menahan lengan itu.

"Tolong!" Teriaknya dan membuat Jimmy melepaskan lengannya seketika.

Dan Jimmy yang baru sadar langsung bersiap mengejar perempuan tadi. Tapi, baru beberapa langkah tiba-tiba terdengar klakson mobil yang membuat Jimmy menghentikan larinya seketika.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Justin setelah menghampiri Jimmy.

"Apa kau lihat perempuan tadi yang berlari?" Tanya Jimmy.

"Tidak, aku hanya melihatmu berlari." Jawab Justin datar.

"Tapi apapun itu. Pulang sekarang!" Lanjutnya penuh penekanan.

Jimmy tidak menjawab, dia hanya menahan amarahnya dan segera berjalan kearah mobilnya.

"Pulang! Aku mengikutimu dari belakang." Ucap Justin yang berjalan kearah mobilnya juga.

"Tapi aku ingin kerumah Selin." Ucap Jimmy sebelum memasuki mobilnya.

"Besok masih ada waktu, kau bisa bolos dan kerja seharian dirumah Selin." Sahut Justin.

'Lebih baik menuruti kata Justin dari pada berdebat dengannya,' pikir Jimmy.

Dia keluar dari persembunyian setelah dirasa dua mobil itu sudah jauh dari taman, "Terimakasih." Ucapnya karena merasa bersyukur dengan klakson mobil yang memberinya kesempatan bersembunyi.

Dia menaikkan salah satu alisnya setelah menoleh kearah bangku, dan melihat sesuatu disana.
"Apa kau membuang jas mahal dengan cara seperti ini." Ucapnya memandangi jas yang sudah berada dipangkuannya.

"Siapa kau?" Tanya Justin menutup mulut seseorang yang baru saja duduk dibangku taman.

Tentu ia berusaha melepaskan tangan Justin dari mulutnya, tapi Justin tidak membiarkan itu, "Berjanjilah untuk tidak berteriak." Ucap Justin yang diangguki sebagai tanda persetujuan.

Lalu ia menggunakan satu tangannya lagi untuk menahan lengan perempuan itu, sementara ia melepaskan tangan satunya dari mulut.

Justin memang tidak menunjukkan
ekspresi apapun, tapi ia terkejut melihat seseorang dihadapannya sekarang.

.
.
.
.
.
.
.

To be continue...

-애인-

Oh My Ghost ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang