Semua sudah direncanakan Tuhan, sekeras apa pun usahamu menghindar pada akhirnya kau akan kembali bagaimanapun caranya. Itulah yang dipercaya Salwa, dan kedepannya ia hanya perlu menjalani hari-harinya seperti biasa. Tanpa perlu orang lain tahu bagaimana perasaan yang sebenarnya. Memikirkan berapa usia orang yang akan dijodohkan dengannya saja sudah mematahkan semangatnya, tapi hari ini mereka akan bertemu.
Duduk di atas tempat tidurnya lalu berbaring, duduk di kursi riasnya lalu berdiri, dan terus berpindah-pindah tanpa lelah hanya untuk mengurangi perasaannya yang tidak bisa tenang sejak bangun tidur, bahkan tidurnya semalam jauh dari kata nyenyak sesaat setelah ia menyadari apa yang akan terjadi hari ini.
"Aku penasaran bagaimana jika kau yang berada diposisi Salwa," ucap Jimmy mengalihkan perhatian Selin.
"Aku mungkin akan pergi dari rumah ini sebagai bentuk penolakan," sahutnya sebelum kembali memeriksa ponselnya yang tidak ada notif.
Terhitung sudah sepuluh kali Selin mencoba menghubungi sahabatnya itu, namun sepuluh kali juga panggilannya tidak diangkat. Bagaimana dirinya bisa tenang kalau begini? Dengan makeup tipis dan baju seadanya Selin bergegas menuruni anak tangga.
"Selin mau ke rumah Salwa, ini penting jangan tanya apa pun dulu," ucapnya sembari mengambil kunci mobil. "Berangkat dulu Ma," pamitnya.
Jimmy berdiri menghalangi pintu mobil yang membuat Selin mau tidak mau menghentikan pergerakannya.
"Tenangin diri sendiri dulu, kau tidak bisa menyetir dengan kondisi seperti ini," ucap Jimmy dengan raut datarnya.Selin mengikuti saja ucapan Jimmy dengan menarik nafas dan membuangnya perlahan. Sulit, fokusnya tengah terbagi saat ini yang mana membuatnya tidak sabar ingin cepat-cepat menemui Salwa. "Jim ... tidak ada waktu," sahut Selin.
Harusnya dia bisa melewati Jimmy begitu saja, tapi entah kenapa ia tidak ingin menyinggung perasaannya.
"Kau pikir Salwa akan membaik kalau kau datang penuh dengan kecemasan?" Jimmy tiba-tiba saja menghilang dari hadapan Selin setelah mengucapkan kalimatnya, ia sendiri juga tidak tahu kenapa dirinya begitu takut, kenapa dirinya merasa kecewa karena Selin tidak mendengar ucapannya.
Selin melihat sekitar mencari keberadaan Jimmy. "Kau benar Jim." Monolognya saat orang yang di cari tidak ia temukan.
"Tenang Selin, kau harus tenang. Kau pasti bisa!" Selin mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Sebenarnya ia masih kacau, namun saat sampainya di rumah Salwa ia menyembunyikannya. Kenapa orangtua Salwa begitu senang? Apa mereka benar-benar tidak memikirkan perasaan anaknya? Bagaimana bisa? pikir Selin setelah menemui orangtua Salwa sebentar.
"Sal!" panggil Selin dengan nafasnya yang terengah. Namun orang yang ia panggil tidak memberikan tanggapannya, membuat Selin mengguncang tubuh yang tengah terbaring terlentang di tempat tidurnya.
"Aku mau tidur Sel, capek. Nanti bangunin jam 5," ucap Salwa tanpa membuka matanya.
Syukurlah ia hanya tertidur sebab dipikirannya tadi adalah Salwa yang memilih bunuh diri. "Aku cukup peka untuk sekedar menyadari perubahan Sal, dan satu minggu ini kau berubah. Aku tahu situasi ini mendadak bahkan aku saja masih tidak percaya." Selin ikut merebahkan dirinya disamping Salwa. Menatap langit-langit kamar dan menerawang jauh.
"Aku percaya kau bisa melewati semuanya, karena kau Salwa." Lanjutnya.
Salwa tentu mendengar semua yang diucapkan Selin, tapi dia tidak ingin larut dengan percakapan ini. "Ngomong-ngomong, kenapa kau sudah disini jam segini? kau tidak diusir 'kan?" tanya Salwa yang masih setia memejamkan matanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/205302316-288-k827035.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Ghost ✓
Teen Fiction[Proses Revisi] -Aku menemukanmu- Marselina atau akrab disapa Selin ini tiba-tiba bisa melihat arwah, syok sudah pasti. Dia sudah pernah, bahkan sering bicara padanya untuk menghilang darinya. Tapi arwah ini bilang, kalau dia hanya bisa menunjukkan...