Tigapulu Dua

547 67 9
                                    

Selama lima bulan terakhir ini, Jimmy selalu menjadikan Selin sebagai alasannya keluyuran dari jam tujuh malam yang sebenarnya tidak ada akhir jika saja Justin tidak memaksanya pulang. Tujuannya adalah mengunjungi taman didekat rumah Selin, tempat dimana pertama kalinya mereka bicara serius, tempat dimana Selin mengatakan kalau dirinya akan selalu ada disekitar Jimmy yang secara tidak langsung adalah janji. Dan karena janji adalah hutang, Jimmy berharap Selin kembali untuk menepati janjinya.

Selama lima bulan ini juga, Jimmy jarang pergi ke kantornya. Semuanya ia limpahkan pada orang
kepercayaannya. Kalaupun datang itu hanya karena paksaan Mamahnya, yang tidak tega melihat anaknya dengan tatapan kosong layaknya langit tanpa bintang, walaupun ia tahu dikantor pun sama saja. Setidaknya Jimmy melihat dunia luar, dan berharap keajaiban datang membawa kebahagiaan anaknya.

Saat sendirian di kamar, merenung adalah kebiasaan baru Jimmy. Pikirannya hanya mengulang
pertanyaan siapa dirinya? Kenapa dia bisa menerima kebaikan seperti ini? Kenapa dirinya seolah mengenal Selin lama? Kenapa dirinya seolah pantas mencintai Selin? Kenapa hatinya terasa sakit saat senyuman Selin bukan karenanya? Dan masih banyak kenapa lainnya, seolah tidak ada topik dan orang lain yang ada dipikirannya selain Selin.

Hanya butuh waktu beberapa bulan saja Selin bisa merebut dunia Jimmy. Selin berhasil mendapatkan semuanya dari Jimmy. Tapi kenapa Jimmy tidak bisa meraih dunia Selin.

.
.
.
.
.
.

Justin berjalan santai memasuki kamar Jimmy, mendudukkan dirinya disofa yang berada di samping ranjang "Gengsiku memang lebih penting dari apapun dan itu menyamakanku dengan pengecut. Dan sayangnya, dengan menunjukkan perhatian diam-diam seperti ini lalu menjadi kasar saat didepan agar tidak ketahuan sudah menjadi kebiasaan." Ucapnya.

"Walaupun kita jarang menghabiskan waktu bersama untuk sekedar mengobrol, tapi Aku tau dengan baik seperti apa pribadimu karna Aku adalah kakakmu. Aku tidak mau kau hidup seperti ini terus." Ucap Justin bermonolog disamping Jimmy yang tertidur dengan wajah damainya.

"Aku mau kau melanjutkan hidup. Oke, anggap dirimu sudah mati. Tapi bagian dari Selin ada di dirimu. Selin sudah memberikannya untukmu, jangan buat dia menyesal sudah memberikan hidupnya. Aku memang tidak tau ada diposisi mu rasanya bagaimana, tapi Aku diposisi ini juga sakit seolah aku merasakannya, dan Aku juga ikut lelah melihat kau menunggu Selin tiap hari berjam-jam ditempat yang sama, yang  sebenernya kau tau Selin tidak akan datang sekedar menyapa lalu
memberimu senyuman." Ucap Justin memberi jeda untuk kalimat berikutnya.

Dia ragu mengeluarkan kalimatnya, memikirkan bagaimana susunan yang tepat. Tapi percuma, Jimmy masih tertidur dan tidak akan mendengarnya, seberapa panjang dan seberapa tulusnya dia mengucapkan juga tidak akan didengar. "Aku mohon lanjutkan hidup mu dan temukan kebahagiaan barumu." Ucapnya.

Tidak ada jawaban tentunya, karna dia berbicara dengan orang yang tertidur. Dan itu membuat Justin mengacak
rambut dengan berteriak, pikirnya kenapa dirinya menjadi pengecut seperti ini.

Awanlnya Jimmy bingung harus berekspresi seperti apa setelah mendengar kalimat panjang dari kakaknya. Tapi setelah mendengar kakaknya berteriak, pura-pura tidak tau menjadi pilihannya.
"Ya! Kau berisik!" Sahut Jimmy yang masih memejamkan matanya.

"Bangun! Kau sudah ditunggu dibawah. Aku tunggu lima menit lagi kau harus sudah ada dibawah." Ucap Justin bersiap keluar.

"Makasih, tapi jangan paksa atau nasehati aku lagi saat aku sudah mencobanya dan gagal." Ucap Jimmy.

Justin menghentikan langkahnya "Bodoh! Siapa yang menyuruhmu mundur sebelum maju?" Tanya Justin.

"Selin! sudah tidak ada Selin. Jadi aku tidak yakin dengan usahaku." Sahut Jimmy yang masih diposisinya.

"Jangan bicarakan kegagalan saat kau akan memulai usaha." Ucap Justin sebelum benar-benar keluar dari kamar Jimmy.

"Makasih. Kau menginspirasiku, setidaknya aku masih bisa melanjutkan hidup seperti dirimu, meniru semuanya darimu." Ucap Jimmy memandang pintu seolah Justin masih terlihat dibalik pintu.

.
.
.
.
.

"Selamat pagi." Sapa Jimmy yang mampu mengalihkan tatapan tiga orang padanya.

Dan sedetik kemudian semuanya terkejut melihat Jimmy dengan tatapan mata yang selama ini redup itu seolah menampakkan cahayanya kembali.

"Kau mau kemana?" Tanya Mamahnya yang tidak bisa menyembunyikan senyumnya karena dia baru menyadari kalau Jimmy mengenakan setelan jas lengkap.

"Kantor. Aku sudah harus berangkat, lama-lama aku merindukan tumpukan kertas juga." Jawabnya sambil mendudukan diri dikursi samping Justin.

"Pantas saja lama." Ucap Justin yang terdenger seperti bisikan.

Tidak ada jawaban dari Jimmy, dia hanya menunjukkan senyumnya sebagai permintaan maaf.

"Seperti ini, mulai sekarang kita harus membiasakan sarapan bersama." Ucap Papahnya.

"Kita bisa saja seperti ini dari dulu, hanya Papah yang terlalu sibuk." Sahut Jimmy.

"Maafkan Aku." Ucap Papahnya.

"Tapi aku tidak bisa ikut sarapan saat jadwal malamku." Ucap Justin.

"Tidak masalah, jadwal malammu kan tidak setiap hari." Sahut Mamahnya.

"Baiklah sekarang waktunya makan." Ucap Papahnya.

Dan selama lima belas menit mereka menghabiskan sarapan, selama itu juga tidak ada yang membuka suara.

Justin dan Jimmy saling bertatapan seolah dari tatapan itulah mereka saling berbicara. Mereka bingung harus pamit seperti apa, karna ini
benar-benar pertama kalinya bagi mereka.

Sampai akhirnya Justin membuka suara "Aku berangkat dulu." Pamitnya dan berlalu pergi, diikuti Jimmy dengan kalimat yang sama.

Setibanya digarasi "Aku ingin memakai mobilmu." Ucap Jimmy

"Tidak! Mobilmu tidak sebanding kalau ditukar dengan mobilku." Sanggah Justin.

"Aku tau, tapi aku ingin memulai dengan yang berbeda. Dan Aku baru mau beli yang baru. Kemarikan kuncinya!" Ucap Jimmy dengan alasannya.

Justin sedikit berpikir sebelum akhirnya melemparkan kuncinya pada Jimmy.

"Oke, thanks." Ucap Jimmy yang langsung melajukan mobil, meninggalkan Justin dengan sedikit penyesalannya.

"Tuhan memberiku kesempatan kedua untuk menjadi kakak yang baik, jadi apapun itu akan ku lakukan." Ucap Justin setelah mobil Jimmy melaju.

Dan seperti inilah awal mula Jimmy yang dulu kembali, Jimmy yang berjalan tanpa ekspresi, Jimmy yang tidak peduli sekitar, dan Jimmy yang tidak pernah membuka hati. Tapi tidak sepenuhnya kembali, karena itu hanya ia lakukan saat diluar rumah saja.

.
.
.
.
.
.
.

To be continue...

-애인-

Oh My Ghost ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang