Lima Belas

711 106 6
                                    

Selin meminta Alvin membawa dirinya kerumahnya, pikirannya kacau. Sebentar lagi pasti ia menangis, dan dia ngga mungkin menangis dikamarnya, yang dia pikirkan bagaimana kalau Jimmy dikamarnya, melihatnya menangisinya, akan sangat memalukan baginya.

"Aku nginep disini ya Kak... Aku ngga mau pulang." Ucap Selin setelah masuk rumah Alvin.

"Izin dulu ntar dicariin."

"Kak Alvin aja yang bilang kerumah ya.. Pokoknya aku ngga mau dirumah hari ini." Ucap Selin memohon.

"Hmm."

Setelah mendengar jawaban Alvin,  tanpa permisi Selin kedapur. Mengambil beberapa snack Alvin dan minumannya. Lalu membawanya kekamar Alvin.

"Nanti ganti itu semua, inget." Ucap Alvin yang melihat snacknya dirampas.

Tentu itu bercanda, karena menurut Alvin lebih baik melihat Selin kesal daripada sedih.

"Iyaa, pelit." Ucap Selin dengan menutup pintu kamar.

Ceklek..

"Apaan lo masuk kamar gu-?" Ucap Alvin menggantung setelah melihat Selin yang membelakangi pintu dengan memeluk kedua kakinya dan bahu yang bergetar.

"Kak Alvin apaan si, Pergi sana! Selin ngga mau kak Alvin lihat Selin nangis." Ucap Selin yang masih membelakangi Alvin.

Siapa yang tega membiarkan gadis kecil menangis sendirian, Alvin mengabaikan ucapan Selin dan memilih duduk disamping Selin.

"Kenapa? Lo masih jelek kaya dulu kalo nangis?" Ucap Alvin dengan nada datarnya.

"Dulu lo nangis karna jatuh atau ngga kalo gue jahilin, tapi sekarang lo nangis karena cowok." Ucap Alvin masih memandang keluar jendela.

Lalu menghembuskan nafasnya dalam. "Dua tahun kita ngga ketemu ternyata berarti banget ya Sel. Lo banyak berubah, lo udah dewasa sekarang. Gue takut ngga bisa jagain gadis kecil gue lagi. Dan gue masih mau disamping lo lebih lama lagi." Ucap Alvin.

"Sakit kak, ngga tau kenapa. Padahal Selin udah keluarin semua yang dipikiran Selin didepannya tadi, tapi hati Selin justru sesak." Ucap Selin menyandarkan kepalanya dibahu Alvin dengan air mata yang mengalir.

"Dua tahun gue tinggal lo jadi galak gitu ya, siapa yang ngajarin?" Ucap Alvin justru memberinya pertanyaan.

"Gatau, Selin spontan aja tadi." Jawab Selin.

"Itu artinya lo sayang sama dia, sama kaya gue sekarang. Hati gue sakit lihat orang yang gue sayang nangisin orang lain." Ucap Alvin memejamkan matanya.

Alvin merasa terlambat, pikirnya hati Selin sudah berpenghuni sekarang. Ia merasa, tujuannya pulang setelah dua tahun pergi ternyata sudah tidak ada, seseorang yang membuatnya merasa harus menyelesaikan studynya cepat sudah dimiliki orang lain. 

Dia pikir janji mereka dulu yang selalu mereka ucapkan akan menjadi pengunci hati Selin, tapi ternyata tidak.

'Siapa yang mengingat janji masa kecil, bodoh! Semua bisa diucapkan karena anak kecil tidak tau apa itu menikah. Pikir anak kecil adalah bisa selalu bermain bersama. Karna orangtuanya yang menikah selalu bersama. Tidak lebih!' batin Alvin.

"Kak Alvin, kalo udah besar nanti kak Alvin mau janji ngga sama Selin." Ucap Selin

"Janji apa?" Tanya Alvin.

"Kalo udah besar nanti, kak Alvin harus nikah sama Selin. Kaya mamah papah." Ucap Selin yang masih kelas enam SD.

"Tentu. Selin juga harus janji." Ucap Alvin yang sudah mengerti apa itu menikah karna dia kelas tiga SMP.

"Selin janji!" Ucapnya dengan mengacungkan jari kelingkingnya.

Alvin tersenyum melihatnya dan tanpa menunggu lama, dia menautkan jari kelingkingnya dengan Selin.

'Apa kak Alvin suka sama Selin? Kak Alvin inget janji itu?'batin Selin setelah mendengar ucapan Alvin.

"Kak Alvin." Panggil Selin.

"Hmm."

"Kakak tau?"

"Engga."

"Salwa itu suka sama kak Alvin, jadi perhatikan dia lebih ya."

"Dulu juga Salwa sering cerita kalo kak Alvin itu segalanya buat Salwa. Makanya Selin buat janji itu biar kak Alvin selalu sama Selin. Karna dulu, pikir Selin orang yg menikah akan seperti mamah papah yang selalu bersama dan bahagia. Yang tidak tahu, kalau menikah itu melibatkan perasaan lain." Jelas Selin panjang lebar kembali mengingat masa lalunya.

"Lalu?" Tanya Alvin dengan cueknya.

"Kak, sebagai adik yang baik Selin mau kak Alvin nikah sama orang baik, dan kenapa Salwa? Karena Salwa udah punya perasaan itu." Ucap Selin

"Kalo guenya ngga ada perasaan gimana? Udah ngga usah dibahas, perasaan itu ngga bisa dipaksain." Ucap Alvin.

'Kak Alvin beneran suka sama Selin? Gimana nih? Ini salah aku kalo sampe bener, dan apa ini alasan kak Alvin ngga pernah pacaran? Bukankah aku jahat, menahan seseorang dengan janji. Aku gatau harus apa sekarang. Kak Alvin, maafin Selin yaa.'batin Selin.

"Yaudah kak Alvin keluar sana Selin mau tidur, capek." Ucap Selin bohong.

"Ini kamar gue, jadi gue tidur disini juga." Ucap Alvin yang langsung merebahkan dirinya.

"Sini gue temenin tidurnya." Lanjut Alvin dengan senyumnya dan menepuk-nepuk kasur disampingnya.

"Aku boleh peluk kak Alvin?" Tanya Selin setelah merebahkan dirinya disamping Alvin.

"Hmm." Sahut Alvin yang melebarkan tangannya dengan mata yang terpejam.

Selin pun mendekat dan memeluknya.

Mereka melupakan masalah awal, dengan mereka yang membahas perasaan masing-masing.

Dan sekarang, biarkan dua manusia itu tidur sebentar, mereka perlu menenangkan pikiran mereka dan menata hati masing-masing.

Alvin dengan perasaanya yang harus terpendam.

Dan Selin dengan perasaannya yang bimbang.

"Kalian harusnya berbahagia, jangan biarkan status kakak adik kalian menghalangi perasaan kalian. Yang satu cuma nyindir tanpa pengungkapan resmi, yang satu sadar tapi seolah tidak sadar." Ucap Jimmy yang sedari tadi berdiri didepan pintu.

.
.
.
.
.
.
.

To be continue...

-애인-

Oh My Ghost ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang