Tigapuluh

532 64 19
                                    

Jimmy terbangun masih dengan baju yang sama, dan saat melihat jam yang menunjukan pukul delapan pagi. Jimmy bergegas bangun dari tempat tidurnya dan bersiap, karna Dia ingin mencari Selin.

"Jim, sarapan dulu." Ucap Mamahnya saat melihat Jimmy melewati meja makan begitu saja.

"Jimmy buru-buru Mah." Sahut Jimmy tanpa menghentikan langkahnya.

"Kamu serius? Mamah udah masak buat kamu, Mamah juga nunggu kamu dari tadi biar bisa sarapan bareng." Ucap Mamahnya.

Tidak ada jawaban dari Jimmy hanya langkahnya saja yang terhenti.
"Baiklah, silahkan pergi. Masakan Mamah memang tidak seharusnya dimakan." Lanjut Mamahnya bersiap membuang makanan yang tertata di meja.

"Mah, mau di kemanain makananya? Aku ngga boleh makan? Aku mau makan itu." Ucap Jimmy dengan berjalan mendekati Mamahnya, menahan piring berisi makanan yang akan dibuang.

Tapi Mamah mengabaikan Jimmy sampai akhirnya Jimmy menunjukkan senyumnya, barulah Mamahnya luluh dan mengusap rambutnya lembut.

"Makasih Mah." Ucap Jimmy sebelum menyantap sarapannya.

Dan di suapan pertama, perutnya benar-benar merasa butuh banyak makanan. Karena dari kemarin sore Jimmy tidak memakan apapun, rasa laparnya seolah hilang karna mencemaskan Selin. Sampai Nasi goreng saja terasa luar biasa sangking laparnya.

"Jimmy pergi dulu Mah." Pamitnya setelah selesai sarapan dengan tangan yang meraih tangan Mamahnya untuk dicium.

"Iya, hati-hati." Sahut Mamahnya.

"Kamu demam ya?" Tanya Mamahnya panik saat tangannya mengusap pipi Jimmy.

"Engga, Jimmy baik-baik aja kok Mah." Sahut Jimmy

"Tunggu disini." Ucap Mamahnya sebelum pergi mengambil termometer.

Tapi Jimmy yang sudah tidak bisa menunggu memilih pergi diam-diam "Maaf." Ucapnya sebelum pergi meninggalkan rumah.

Jimmy mengendarai mobilnya tak tahu arah hanya mengikuti jalanan tanpa tahu tujuan.

Dan ditengah perjalanan, Jimmy
kehilangan fokus karna kepalanya pusing. Membuat laju mobilnya tak terkendali.

.
.
.
.
.


Bunyi klakson terus bersautan karna ada sebuah mobil yang berhenti di persimpangan, tapi si pemilik mobil seolah tidak mendengar keributan dan tetap disitu tanpa meminggirkan atau melajukan mobilnya.

"Mirip mobil Jimmy?" Ucap Justin bermonolog saat melihat mobil yang berhenti di persimpangan itu.

Justin merasa lelah dan ingin segera pulang untuk istirahat, tapi karena satu mobil istirahatnya tertunda.
"Turunkan kaca mobilnya." Ucap Justin sambil mengetuk kaca mobil itu.

Dan saat kacanya turun perlahan, Justin benar-benar terkejut melihat pengemudinya "Ya! Jim! Apa-apan kau?" Ucap Justin.

"Buka kuncinya, dan pindah ke belakang." Titah Justin karna merasa cemas.

Jimmy benar-benar tidak bisa berdiri karena sekedar menggerakkan badannya saja kepalanya terasa sakit.  Sedangkan Justin yang merasa telinganya sakit mendengar klakson mobil, dengan segera memapah Jimmy lalu meminggirkan mobil Jimmy dulu karna mobilnya juga berhenti ditengah keributan, Justin juga harus meminggirkan mobilnya.

"Ya! Apa yang kau lakukan? Siapa yang menyuruhmu mengemudi mobil? Kau bosan hidup?" Tanya Justin kelewat cemas.

"Iya, aku bosan hidup kalau tidak ada Selin. Biarkan saja tadi aku ditengah jalan sampai ada orang yang menabrakku." Ucap Jimmy tanpa membuka matanya.

Justin merasa bersalah sudah mengatakan kalimatnya, tidak seharusnya dia mengatakan kalimat itu. Gengsinya benar-benar tinggi, daripada mengatakan 'Kau lebih baik dirumah dan istirahat' Justin malah memilih kalimatnya tadi.

'Jangan kecewa saat kau tahu kebenarannya.' batin Justin iba, melihat adiknya yang berusaha mencari Selin.

"Kau bisa meminta bantuanku, biar aku yang mencari rumah Selin. Kau, ka-u... "

"Istirahat saja dirumah. Begitu?" Ucap  Jimmy memotong ucapan Justin.

"Sudahlah, cari saja bersamaku sekarang." Ucap Jimmy.

"Jangan katakan kau bosan hidup lagi. Kau yang menyetir jadi aman. Aku akan istirahat disini." Lanjut Jimmy seolah tidak ingin mendengar protes dari Justin.

Justin hanya mengikuti kemauannya 'Kepalanya sakit, pasti tidak akan tertahan dan tertidur' Pikir Justin. Dan saat itu, barulah Justin akan membawa Jimmy pulang.

"Kak, apa kau tidak punya informasi sama sekali? Nomor Salwa apa kau tidak punya? Ayahnya? Ibunya? Atau kak Alvin mungkin?" Tanya Jimmy mengagetkan.

"Benar! Aku bahkan lupa Ayahnya pernah dirawat di rumah sakit, datanya pasti masih ada." Batin Justin

"Kau diam saja, tidak usah banyak tanya." Jawab Justin.

Justin yang juga tidak punya tujuan melajukan mobilnya mengikuti jalanan, mengitari jalanan sekedar melihat sekeliling. Karena sejak jadi dokter, Justin jarang punya waktu luang untuk bersenang-senang, Justin memilih menggunakannya untuk tidur dari pada Jalan tidak jelas.

"Ke cafe itu." Ucap Jimmy.

"Cafe?" Tanya Justin bingung.

"Kau pernah bertemu Salwa dan Selin disana kan? Waktu Salwa memintamu menjadi pacar pura-puranya. Ayo kesana, mungkin Selin dan Salwa ada disana." Ucap Jimmy yang tiba-tiba mengingat cafe itu.

"Apa kau benar-benar mengikuti Selin kemanapun dia pergi? Sampai kau tau kejadian itu?" Tanya Justin memastikan.

"Iya, kemanapun." Jawab Jimmy.

"Ya! Bukankah kau sama saja dengan penguntit?"

"Beda, aku mengikuti Selin tapi dia tahu." Jawab Jimmy yang tidak ingin disamakan dengan penguntit.

"Tunggu, harusnya kalau kau mengikuti Selin kemanapun. Rumahnya pasti kau tau." Tanya Justin.

"Aku hanya mengingat tempat dan tidak tau alamatnya bahkan namanya sekalipun." Jawab Jimmy.

"Kau ku antar pulang saja. Biar aku yang pergi ke cafe itu."

"Tidak, pergi saja bersamaku."

"Baiklah, tapi saat di cafe nanti kau didalam mobil saja." Ucap Justin

Jimmy tidak menjawab, Dia tidak bisa memastikan. Karena kalau ada Selin tentu dirinya harus masuk ke cafe.

Sesampainya di cafe, Jimmy langsung melihat meja didepan jendela besar. Tempat favorit Selin, tapi sayangnya tidak ada saipa-siapa.

"Masuklah dan tanyakan, apa Selin akhir-akhir ini kesini atau tidak. Atau tanyakan alamat Selin, mungkin dia tau." Ucap Jimmy yang terdengar seperti memerintah bawahannya.

Justin tidak ingin berdebat dan
mengikuti perintah Jimmy, tapi
sebelum Justin keluar, ada sebuah mobil terparkir tepat disebelah mobil mereka. Dan menampakkan perempuan yang mereka kenal saat pintunya terbuka.

'Sebuah keberuntungan.' -Jimmy.

'Berterimakasihlah.' -Justin.

.
.
.
.
.
.
.

To be continue...

-애인-

Oh My Ghost ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang