Hari berlalu begitu cepat, hingga Nadine menghela nafas nya sangat kuat,lagit tak lagi mendung,namun jangankan bintang bulan pun seakan enggan menemani malam saat ini,Nadine berfikir sejenak hingga akhirnya dia menelan baik-baik setiap pembicaraannya dengan paman nya dia akan menyimpan semuanya sangat rapih.
"Calum,belum datang?"
Nadine tersenyum teduh dan menggeleng.
"Aku tidak ingat,apa dia akan menjemput ku paman,aku hanya merasa masalalunya,begitu berat.""Begitulah Nadine, sebaik atau seburuk apa pun masalalu,kau tidak akan pernah menepiskannya dari memori kecil mu,"
Ayah Calum mengelus punggung Nadine.
"Tapi aku begitu salut dengan mu,kau punya tubuh yang kuat.""Ah,tidak juga paman."
Nadine menyanggah dan menggeleng.
"Lalu paman tinggal di sini sendirian?""Jika malam ia,tapi mulai pagi hingga sore ada beberapa pelayan yang paman gajikan untuk menjaga kamar bibi mu agar tetap bersih,"
Nadine menyesal mengatakan itu,karna usai pembicaraan itu wajah pamannya beransur memburuk.
"Sepertinya paman sangat mencintai bibi ya,""Aku bahkan tidak bisa mengukur rasa cinta ku padanya Nadine, kadang aku merasakan kehadirannya,namun saat mata ku mencarinya aku tak pernah menemukannya,"
"Paman jangan begitu,bibi selalu ada di hati mu,lalu untuk apa di cari? Jangan buat bibi tidak nyaman di alamya."
"Itu hanya omongan ayah saja,"
Suara yang muncul entah darimana itu membuat Ayah Calum menatap sekitar.
"Buktinya ayah tidak berusaha mencari dalang dibalik meninggalnya ibu."Kali ini orang itu memperlihatkan seluruh wajahnya,siapa lagi bila bukan Calum?
Tawa hambar pria itu membuat Nadine membeku.
"Ayo pulang Nadine,jangan dengarkan Ayah lagi."
Calum menarik lengan Nadine dengan sedikit keras.Sedangkan Nadine hanya menatap pamannya dan mengucapkan selamat tinggal lewat bisikan pelannya.
.
.
.Calum membawa seluruh jemari Nadine menempel di dadanya,sesekali dia mengelus kepala Nadine yang bersandar di punggungnya,angin semakin menerpa kuat dikala Calum menambah kecepatannya,begitupula dengan dekapan itu,semakin kencang dan kuat saja.
Dengan memencet sesuatu, gerbang terbuka."Ayo,"
Keduanya masuk,meninggalkan gelap hingga terang mulai menemani keduanya."Tadi kau darimana? Sangat rapih."
"Ada urusan."
Balas Calum cuek.'Mungkin sibuk dengan kekasih nya'
Nadine berusaha memperingatkan dirinya,dengan langkah yang sama mereka masuk ke kamar,entah untuk sejak kapan mereka sepakat sekamar berdua, Nadine memilih diam menatap kamar itu untuk sesaat.
Hingga pandangannya tertuju pada Calum yang sedang melepaskan jaket hitamnya.Nadine mengamati beberapa bekas tanah yang menempel di tubuh Calum,bahkan kaos putihnya sangat kotor,seperti sedang bermain tanah saja.
"Baju mu kotor?"
Nadine bangkit, bahkan pipi Calum ada noda tanahnya.
"Kau darimana sebenarnya?"
Nadine mengusap pipi Calum,menarik setiap butiran tanah yang mengotori kulitnya."Hanya masalah kecil."
Calum menggapai lengan Nadine dan menciumnya singkat.
"Nadine...""Ya?"
"Dosa terbesar apa yang pernah kau lakukan?"
"Mungkin,tidak memperdulikan perkataan orangtua ku?"
"Jika mencintai mu,apa itu dosa besar?"
Nadine terpaku,wajah Loly yang tengah mengolok-olokkannya terbesit begitu saja,dia menatap Calum tak percaya,apa maksud pria ini?
"Nadine!"
Kini Calum sedikit gila,menarik tubuh Nadine mendekat mencium seluruh wajah Nadine hingga terhenti di satu titik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Cousin |Selesai•
FanfictionPanggil dia Psikopat! Bijak lah dalam membaca. 5sos area. Calum hood. Tahap revisi