Jangan ingatkan aku mengambil nafas,jika tertawa saja sesakit ini. ~~
Masih tentang cinta yang membosankan.
Tawa yang hambar.
Senyum yang palsu,apa sesukar ini menikmati hidup? Kenapa kita tidak berdamai,melepas ego? Saling mencintai,jika mungkin.Tak usah kau genggam tangan ku,jika di sisi lain kau menopang yang lain.
Tak perlu berkata manis,jika hanya menggantung sebagai kalimat.
Cintai aku,apa sesulit itu dengan cara yang wajar?Untuk seperkian detik,menit,jam,Nadine termenung,menunggu mati memang sangat lama,sangat lama seperti menyadarkan pria itu dari segala bentuk perlakuannya.
Nadine tak ingin serakah,memiliki pria itu bukan tujuan utamanya,saling mengerti dan memahami saja sangat sulit,apalagi memilikinya."Minum obat mu!"
Hanya ini yang benar-benar Nadine dengar,mungkin minuman itu mengubah pikirannya,Calum sama tetap sama dan takan pernah berubah,entah ketika bumi tak lagi berbentuk atau tentang apa pun yang tak mungkin,pria itu akan tetap begitu."Kau dengar aku?"
Nadine menoleh,meraih gelas kemudian meneguk beberapa pil yang memiliki warna berbeda.
"Terimakasih."
Ucapnya lirih.Waktu seakan berhenti,seolah menyaksikan mereka yang sibuk berdiam diri,Nadine tak ingin memikirkan semuanya terlalu jauh,penuturan dokter pagi lalu benar-benar membuatnya tak mengerti.
Dia depresi!
Hey? Nadine baik-baik saja,depresi bukan berati lemah,dia hanya perlu berdamai dengan perasaannya dan apa pun yang membuatnya menjadi semakin lemah.
"Kau lapar,lagi?"Nadine menggeleng,mengeratkan jaket kebesaran yang membalut tubuhnya,cukup hangat.
"Kemarilah,"
Nadine tak benar-benar yakin,menatap pria itu dengan sorot lemah,dia takut sewaktu-waktu dia dicekik,atau ditendang dari balkon,atau bisa saja dia membuat Nadine tak bernafas lagi,namun bila benar pria itu akan melakukan itu,kenapa tak di biarkan saja saat Nadine berusaha mengakhiri nyawanya,membiarkan namanya hanya akan berakhir di tempat-tempat peristirahatan,buktinya pria itu menolongnya,memeluk Nadine sangat histeris,memompa detak jantung Nadine dengan sangat hati-hati.
Kembali dia menatap uluran tangan itu.
(Bodoh) dia menyambutnya membiarkan pria itu memeluknya seperti hari kemarin,masih hangat dan menenangkan.
"Kau kedinginan?"Nadine mengangguk,membiarkan Calum memeluknya semakin erat.
"Jangan seperti yang kemarin,"Nadine tak benar-benar tau,bisa sosok hangat yang menyelimutinya itu menangis,sangat lirih memang.
"Aku takut kehilangan mu,kau jangan pura-pura tidak tau!"Nadine memutar tubuh,menatapnya untuk sesaat,hingga kedua jemarinya bergerak leluasa mengusap pipi yang mulai memerah.
"Kenapa,kau jadi seperti ini?"
Nadine bertanya dengan logat bingung,sedangkan jemarinnya tak henti mengusap pipi itu."Kalau kau ingin mati,ajak aku! Apa sesulit itu ingin memberitahukan ku! Akupun bosan bila kau tak ada!"
Calum memeluknya,menyembunyikan kepalanya di celetuk leher Nadine.
Bentar saja,biarkan Nadine menikmati kebersamaan mereka."Iya. Kita akan mati bersama-sama."
Pria itu mengangguk,memeluk Nadine hingga keduanya terhantar kedalam alam mimpi.
Nadine Pov
Aku tak ingin mengatakan kebahagiaan ku,karna setiap kali aku bersyukur telah mengenal nyanya, di semenit kemudian dia merusak rasa syukur ku,hingga yang tersisa,aku benci mengenalnya.
Dengkurannya yang halus justru tak membuat ku terlelap lagi,menghabiskan waktu dengan berbaring dan tidur ternyata semembosankan menunggu respon seseorang yang tidak mengenal mu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Cousin |Selesai•
Fiksi PenggemarPanggil dia Psikopat! Bijak lah dalam membaca. 5sos area. Calum hood. Tahap revisi