"Kau mencium ku!"
"Lalu?"
Bukannya merasa aneh,pria itu justru memutari tubuhnya dan meninggalkan Nadine yang menatapnya dengan wajah tak percaya.Bukankah Nadine yang menunggunya?
Lalu sekarang pria itu meninggalkannya? Hebat!"Apa lagi yang kau tunggu!"
Nadine menggerutu kesal,dengan langkah yang tak pasti dia mengejar pria itu dengan kesulitan."Siapa suruh kau memakai sepatu butut itu?"
Calum mendengus tak suka,memerhatikan Nadine yang mengatur jalan agar tidak terjatuh."Hei,paman yang memilihkan ini,semua permintaan paman,paman bilang malam ini aku harus cantik,yasudah aku yang menjadi bintang-nya."
"Terserah,"
Calum tak ambil pusing,buru-buru dia membuka pintu mobil dan masuk dengan malas."Apa kau tak ingin bukakan untuk ku?"
Teriak Nadine dari seberang."Jangan manja,buka sendiri,aku bukan pengawal mu."
Huh,Nadine menatapnya tak suka,membuka pintu dengan sedikit keras hingga menghentakkannya saat dia sudah benar-benar duduk manis.
"Kalau pintunya rusak bagaimana?"
Calum menyalakan mesin mobil,mulai keluar dari area rumah."Kau kan banyak uang,beli lagi yang baru."
Balas Nadine cukup cuek."Enak sekali mulut mu bicara,ku potong lidah mu baru tau rasa,"
Nadine menatap nya ngeri,pria itu masih fokus dengan stir mobil di dengan kirinya.
Memilih bungkam dengan keheningan,hanya kegelapan yang benar-benar menemani keduanya menyusuri jalan yang kian ramai,sesekali pria dengan setelan hitam itu harus menekan stir kuat-kuat merasa jengkel dengan lalu lintas yang menyebalkan di malam ini.
"Kenapa harus emosi?"
Nadine memilih membuang muka,bersikap seolah tak mengatakan sepatah kata."Apa kita perlu bertukar posisi? Kau yang mengemudi,agar aku lihat seberap sabar diri mu!"
"Santailah,apa perlu ku pijit?"
Calum membuang wajah,kadang kala Nadine memang menyebalkan dan sedikit jiwanya mulai membangkang namun itu lebih baik daripada gadis itu hanya harus diam tanpa sepatah kata.
Mobil mulai menepi,memilih putus kontak dengan keramaian di jalanan dan lalu lalang yang mempersempit kendaraan.
Keduanya memarkirkan mobil,hingga rasa tak nyaman mulai menjalar saat Nadine dan Calum keluar bersamaan.
"Bukannya tadi kau bilang hanya akan ada kita?"Nadine menatap bingung,rumah pamannya di penuhi mobil bermerk yang terparkir mulus di halaman luas itu.
"Entahlah,aku tidak tau.
Tapi mungkin saja ini kado yang paman dapat."Calum menatapnya tak percaya.
Jika ini bukan rumah ayahnya mungkin dia akan mengetuk kepala gadis itu pada tembok hingga dia menangis dan meminta ampun.Keduanya mulai masuk,menerobos diantara keramaian dan wajah-wajah asing yang membuat mereka lagi-lagi merasa tak nyaman.
Nadine merapatkan tubuh, saat merasa beberapa orang justru meliriknya terang-terangan,dia tak suka sungguh karna kebanyakan pengisi tempat ini om-om lanjut usia,dengan perut buncit khsa penikmat uang negara.
"Ada apa?"
Tanya Calum saat merasa gadis di sebelahnya merasa tak nyaman."Mereka melihati ku,"
"Bukannya ini yang kau inginkan? Menjadi bintang dan ditatap dengan wajah lapar?"
"Heh? Apa aku mengatakan bintang diantara pria tua bangka? Kan tidak!"
Caluk mengusap telinga,memilih mengamit lengan Nadine mesra,ini jauh lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Cousin |Selesai•
FanfictionPanggil dia Psikopat! Bijak lah dalam membaca. 5sos area. Calum hood. Tahap revisi