"Kenapa kau tidak melawan?"
Calum menatap nya jengkel,apalagi saat bekas telapak tangan tercetak betul di sekitar pipi Nadine, rahang pria itu semakin mengeras."Jika aku melawan apa mereka akan percaya?"
"Setidaknya kau membela diri mu!"
Calum menariknya,mendekapnya penuh hangat.
"Aku tidak suka seseorang menyentuh mu."Kehadiran seseorang membuat Nadine melepaskan pelukan itu,dia menatap Calum dengan wajah sendu,menarik lengan pria itu untuk membelai pelan pipinya.
"Dia menampar ku,tadi.""Aku akan memberi sesuatu yang tidak akan di lupakannya!"
Calum memeluknya lagi,mengecup puncak kepalanya beberapa kali.Sedangkan Nadine menatap menang kearah seseorang yang sedang menonton mereka,perlahan jari tengahnya maju memperlihatkan kekalahan gadis yang ada di seberang sana,bibir itu,perlahan menyunggingkan senyum mengejek,tak menunggu lama gadis itu menjauh sembari memberi tatapan peringatan pada Nadine.
"Kalau kau tidak datang,aku tidak tau apa yang akan terjadi,"
Suara parau Nadine membuat Calum semakin mendekapnya erat."Kenapa ini terjadi pada ku?"
Tangis Nadine kembali terrekam,memecahkan keheningan diantara udara yang memeluk erat tubuh mereka."Kau tau Nadine,akhir-akhir ini aku mulai benci mendengar tangisan mu,apalagi itu bukan ulah ku."
"Aku bahkan lebih benci dengan diri ku yang lemah,"
Sesal Nadine, melepaskan kedua lengan yang memeluk pria itu erat."Saat kau mulai membenci diri mu,ada aku yang akan mencintai mu,ingat itu."
Nadine mengangguk lagi,membiarkan pria dengan iris hitam itu membingkai pipi hingga mencium puncak kepalanya berkali-kali.Andai aku bisa mendekap mu lebih erat.
Bisa mencintai mu tanpa batas.
Andai aku dan kau bukan dua orang yang meliki hubungan hingga terlalu hina melakukan semua iniTidakkah ini suatu kesalahan.
Saat kau mencium ku,mengatakan sepucuk kalimat cinta hingga aku mulai layu dengan kenyataan.
Membuat ku mulai nyaman bukankah itu kesalahan?Kau bukan pecundang yang menyatakan cinta lalu meninggalkan ku.
Kau lebih hebat,dari udara yang ku hirup,hingga aku bisa tertawa walau sekedar melihat senyum mu.Kenapa hidup menjadi serumit ini?
Kenapa mencintai menjadi sesulit ini?
Kita di beri pilihan,namun tak satu pun yang mampu membuat kita menerima kenyataan bahwa kita hanya sebatas kalimat indah yang tak mampu di miliki._
Nadine membisu saja,saat pria itu mengajaknya pulang,sepasang lengannya tak henti membing-bingnya menuntun jalan seolah Nadine benar-benar tak ingat jalan pulang.
Calum membukakan pintu mobil,hingga Nadine mulai masuk.
"Tidak perlu di dengar,"
Pria itu mengelilingi mobil,ikut menyusul bersamaan dengan Nadine di dalam mobil.Masih bisa Nadine dengan beberapa riuh suara saat keduanya meninggalkan sekolah,sesekali Nadine mencuri pandang, namun Calum sangat tidak terusik,kedua lengannya hanya menempel diantara stir mobil.
"Kenapa kita pulang?"
Tanya Nadine sedikit bingung."Memangnya apa yang harus kita lakukan di sekolah? Belajar? Bahkan kau kuliah di universitas terbaik pun, tidak akan pintar-pintar."
Nadine membuang muka,membuka kaca jendela,perkataan Calum benar-benar lebih panas dari cuaca di siang ini.
"Aku pintar,hanya kurang beruntung saja,""Sudahlah,aku malas berdebat."
Calum menepikan mobil,hingga membuat Nadine sedikit merasa bingung,ini masih jauh dari rumah,apa pria itu ingin menurunkannya karna sedikit berisik?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Cousin |Selesai•
FanfictionPanggil dia Psikopat! Bijak lah dalam membaca. 5sos area. Calum hood. Tahap revisi