47.

1.1K 61 35
                                        

Luka ini menganga sempurna. Menerbitkan kepiluan tak terhingga.
Sesak, terisak.
Cinta begitu tega menciptakan sandiwara yang besar.


💗💗💗

Arya menahan kesal dan menghembuskan nafas gusar berkali kali. "Berhenti nunggu dia Zah. Dia itu udah MATI!"

Zahra, Alifia dan Gina kompak melihat ke arah Arya dengan tatapan terkejut, Zahra hampir saja mempercayai ucapan Arya dan ingin berteriak histeris.

"Arya! Kamu apa apaan sih, kamu ngomong apa? Zah, kamu jangan dengerin Arya, dia cuma asal ngomong" Gina mencoba menenangkan Zahra yang mulai menangis, Alifia juga ikut terpaku mendengar apa yang Arya ucapkan.

"Mas Arya, tolong jangan main main" Zahra menghapus air matanya, mencoba untuk tidak mempercayai apa kata Arya.

"Zah, ngeliat dia memperlakukan istrinya seperti ini, apa gak lebih baik dia mati aja? Dia meninggalkan kamu tanpa kabar, dia gak ada saat kamu butuh, aku nyesel punya sahabat seorang laki laki yang gak bertanggung jawab seperti itu." Arya begitu marah dan kesal, mendengar umpatan kasar yang dilontarkan pemuda itu untuk Alvin, Zahra memicingkan mata sembari menggelengkan kepala tak menyangka.

"Mas Arya, tolong jangan bicara seperti itu. Kak Alvin memang salah, tapi mungkin aja sekarang nyawanya dalam bahaya. Dan kenapa mas Arya tega men-cap kak Alvin laki laki yang tidak bertanggung jawab saat dia tidak ada disisi Zahra selama satu bulan? Dia sudah menjaga Zahra dengan baik tanpa cela selama satu tahun penuh. Zahra hanya belum terbiasa mas, Zahra bersikap seperti ini karena Zahra khawatir, tapi Zahra tidak membenci kak Alvin sedikitpun. Mas Arya sahabatnya, kan? Mas Arya mengenal suamiku lebih lama. Tapi kenapa tega bicara seperti itu?" Tidak lagi ada air mata yang Zahra perlihatkan, kini tinggallah semburat kemarahan seorang istri yang tidak terima suaminya dihakimi, bahkan disumpahi mati.

Arya mengepalkan tangannya geram, ia mengalihkan pandangannya dari Zahra yang menatapnya sengit. Dengan tergesa gesa Arya pergi keluar dari ruangan tersebut untuk menghentikan pertikaian mereka.

Gina menenangkan Zahra yang masih meluap luap marah nya, Gina mengerti apa yang suaminya rasakan, tapi kondisi Zahra sekarang sangat tidak tepat untuk diajak bertengkar. Ia menyesali tindakan Arya. "Zah, kamu tenangin diri dulu. Maafin Arya, dia cuma emosi dan salah paham sama Alvin"

Zahra mengangguk, ia mengatur nafasnya dan memeluk Alifia untuk meredam emosinya.

"Aku susul Arya dulu Zah, ini kamu minum dulu" Gina menyodorkan segelas air putih pada Zahra, lalu berjalan keluar ruangan untuk menyusul Arya.

***

Gina melihat pria yang dinikahinya satu tahun lalu itu sedang duduk di bangku panjang depan ruangan Zahra. Ia mengacak rambutnya dengan gusar, kemarahan terlihat jelas dari wajahnya.

"Mas.."

Arya menoleh ke arah Gina yang kini sudah duduk depan di sebelahnya. Perlahan ia tersenyum tipis. "Kalau ada maunya aja panggil aku mas. Kamu memang paling tau bikin hati aku menghangat dan kepala aku dingin secara bersamaan"

Gina tersenyum kepada pria kekar yang tak kalah manis dari Alvin itu. Ia melingkarkan lengannya pada lengan Arya dan mengelus pelan lengan kekar lelaki itu, kepalanya bertumpu pada bahu Arya, dengan spontan (uhuy) Arya ikut menumpu kepalanya di atas kepala Gina.

Imam Impian {Next Part}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang