Keikhlasan adalah cerminan.
Seberapa kuat sebuah keyakinan.***
"Zahra? Siapa yang datang?" Gina memegang bahu Zahra, barulah gadis itu kini menoleh ke arah Gina dan menyadari bahwa sedari tadi Gina menegurnya.
"Kenapa melamun? Kamu liatin apa tuh? Siapa yang datang tadi?"Zahra masih memegang undangan pernikahan Gina dan Alvin dengan tubuh yang membeku kaku.
"Ini, undangan mba Gina."
"Oh, udah diantar."
Zahra memicingkan matanya "Apa ini mba? Kalian mengirim undangan pernikahan untuk Zahra? Apa Zahra gak bisa datang ke acara pernikahan kalian tanpa undangan?"
Gina menggeleng cepat, ia tak menyangka Zahra akan berpikir seperti ini "Enggak gitu maksudnya, hm sebenarnya"
Zahra masih menunggu penjelasan dari Gina, namun Gina malah terlihat bingung harus berkata apa.
"Cuma kak Alvin yang bisa jelasin semua ini. Kak Alviiin!!"
Zahra berlalu meninggalkan Gina dengan langkah yang panjang panjang, kakinya membelah ruang tamu hingga dapur menuju kamar Alvin."Kak!" Alvin menoleh pada sosok yang tengah berdiri di pintu kamar, sosok yang sama yang telah memanggil namanya.
"Ada apa Zah?" Jawab Alvin santai.
"Kak Alvin yang suruh kurir mengantar undangan ini untuk Zahra? Maksudnya apa?"
"Oh, itu sebenarnya sebagai pertinggal aja, karena semua undangan udah disebar gak bersisa, jadi daripada gak ada kenang kenangan, saya cetak ulang, satu aja untuk rumah ini" Alvin menjelaskan semuanya, ia belum menyadari bahwa Zahra sekarang dalam keadaan marah, sampai Gina datang menunjukkan ekspresi takut.
"Vin.. Vin, dia ngamuk." Gina dan menggeliat aneh, dia hanya menggerakkan bibirnya tanpa menggunakan suara, bermaksud memberikan isyarat kepada Alvin agar ia menjaga bicaranya dalam kondisi saat ini.
Alvin mengangkat kepalanya, bertanya ada apa Kepada Gina, namun aksinya membuat Zahra menoleh kebelakang dan kehadiran Gina diketahui olehnya.
"Mba Gina ngapain disitu? Kalian jangan sembunyikan apapun ya dari Zahra."
"Sayang? Kamu ini kenapa sebenarnya?" Tanya Alvin dengan nada yang lembut.
"Kak Alvin bicara sama siapa? Sama Zahra atau mba Gina?" Gina melotot, suasana hening seketika.
Alvin menghela nafas pelan "Ya sama kamu lah Zahra sayang. Kamu marah karena apa?"
"Kalian kirim undangan ini ke rumah ini untuk Zahra, seakan akan Zahra ini orang asing, acara ini punya Zahra juga kan?" Zahra memajukan bibirnya dan melipat tangannya di atas dada, merajuk seperti bocah.
Alvin tersenyum jahil, Gina yang melihatnya bingung dan tak habis pikir dengan sikap Alvin, sedangkan dirinya saja sudah ketakutan melihat Zahra yang baru pertama kali ini marah di hadapannya.
"Sayang.." tiba tiba saja Alvin berdiri dan mendekat ke arah Zahra, tangan kekarnya perlahan membalikkan wajah Zahra agar mau menatapnya, dengan cepat dan lantang Alvin menarik tubuh sang isteri ke dalam pelukan.
"Maafin kak Alvin ya, sebenarnya kakak sengaja buat undangan itu atas nama kamu, maksudnya itu kamu yang pesan bukan ditujukan untuk kamu. Karena kan tanggung jawab acara ini ada sama kamu, karena kakak dan Gina sama sama sudah tidak punya keluarga lagi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Impian {Next Part}
SpiritualPART 1-21 ADA DI CERITA OLEH AKUN PERTAMA SAYA @anitazahr_ PART 22-TAMAT ADA DI CERITA INI. YANG BARU BACA BISA CEK AKUN PERTAMA SAYA. 💗💗💗 [END] Genre > Spritual-Romance Siti Fatimah Az-Zahra Dia mencintai sahabatnya. Walaupun tidak mendapat bala...