52. END

2.3K 99 11
                                    

Perjalanan cintaku.
Berlayar melewati ribuan lika liku.
Apakah harus berhenti pada bentukan kata 'tak abadi' yang pilu?

💗💗💗

Alvin menatap lekat mata Refan yang ikut menangis deras. Lututnya terkulai lemas dan tubuhnya kembali menubruk lantai. Ternyata inilah sebab semua orang menangis, inilah kenapa tak ada maaf baginya lagi. Alvin menangis sesegukan, suaranya semakin kencang, ia berteriak tanpa peduli dengan mata sekitar yang menatapnya kasihan. Dia kehilangan anaknya, dia kehilangan anaknya.

Alifia berlari dan memeluk ayahnya yang menangis tanpa henti. Meskipun ia juga marah, ia juga sedih, tapi Zahra selalu berpesan untuk tetap menjaga dan menyayangi ayah apapun kesalahannya. Zahra mengatakan itu sebelum ia akhirnya dibawa ke ruang operasi untuk mengeluarkan janin dalam rahimnya.

Rahim Zahra melemah, diprediksi selama tiga hari kebelakang sampai hari ini tanda tanda itu sudah terdeteksi, tapi karena belum waktunya check up, serta tak merasa ada keganjilan sedikitpun pada kandungannya, Zahra tak berniat memeriksakannya. Puncaknya pada hari ini, saat pikirannya semakin stress, belum lagi saat ternyata dia meminum vitamin dan obat nyeri dengan dosis yang tak tepat. Anaknya tidak terselamatkan. Entah Aisyah atau Arjuna, yang pastinya dia telah berpulang menemui Rabbnya.

Ceklek..

Semua pandangan beralih pada wanita berpakaian khas tenaga medis yang keluar dari ruangan Zahra. Refan langsung mendatanginya, melemparkan pertanyaan mengenai kondisi Zahra.

"Pasien sudah sadar pak, beliau bilang mau menemui suaminya terlebih dahulu"

Alvin langsung mendongakkan kepalanya mendengar ucapan perawat tersebut. Ia mencoba berdiri, dibantu tubuh mungil Alifia. Pria itu menguatkan dirinya agar tak ambruk dengan kenyataan pahit yang baru saja ia ketahui.

"Sus, saya ayahnya, saya tidak mengizinkan laki laki ini menemui putri saya"

Suster itu menggeleng lemah

"Tapi bu Zahra pesan sama saya, tidak ingin dilihat siapapun sebelum suaminya pak. Saya hanya menyampaikan pesannya saja"

Refan mendesah lagi untuk kesekian kalinya, ia coba berfikir jernih.

"Ya sudah Alvin, temui Zahra, hanya sebentar, saya tidak ingin kamu menghabiskan banyak waktumu bersamanya. Barangkali ada yang ingin Zahra sampaikan mengenai perceraian kalian.

Alvin menghela nafas panjang setelah mendengar ucapan Refan. Apa benar Zahra memanggilnya hanya untuk membicarakan perihal perpisahan? Sungguh, itu adalah rencana yang paling menyakiti hatinya. Rencana yang dari dulu sangat dibencinya, dia sangat mencintai Zahra. Dia tidak ingin berpisah.

Tanpa menunggu lama, Alvin berjalan dengan langkah yang cukup berat. Alvin masuk ke ruangan VVIP tempat Zahra dirawat pasca operasi pengangkatan janin. Aroma obat semakin menyeruak ke dalam organ penciumannya.

Tubuh Zahra yang membelakanginya membuat Alvin langsung semakin merasa bersalah, air matanya kembali banjir. Alvin menghembuskan nafas panjang, berusaha sekuat mungkin agar tangisannya tak terdengar oleh Zahra. Tapi helaan nafasnya justru yang membuat Zahra membalikkan badan.

Oh Allah..
Pandangan itu.. Pandangan yang selalu membuat Alvin takut kehilangan wanita ini. Hunusan tajam matanya membuat jantung Alvin bagai disentak ribuan tombak. Matanya memerah, kelopak matanya pun hitam dan bengkak. Dan perutnya sudah tak lagi buncit seperti saat Alvin meninggalkannya, Zahra pasti sangat hancur kehilangan anak mereka. Ya Allah, andai, andai semua ini tidak pernah terjadi, andai.. andai...

Imam Impian {Next Part}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang