Di suatu tempat, ada wanita yang teramat bahagia. Namun di suatu tempat yang lain, ada wanita yang menanggung derita.
💗💗💗
"Ka-kk Alvin?, ini benar kamu?"
Aku melihat dengan jelas pria tampan yang kini berada di hadapanku, dia tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelan.
"Kenapa kamu...?"
Kalimatku menggantung saat Alvin meletakkan jari telunjuknya di bibirku. Dia mencegah aku untuk lanjut bicara.
"Jangan banyak tanya, Kara. Sekarang bangun dan ambil air wudhu, kita sholat berjama'ah. Aku imam, kamu makmum"
Aku melongo mendengar ucapan Alvin barusan. Mungkin wajahku kini sudah berubah aneh sangkin terkejutnya. Tak lama kudengar ia terkekeh renyah melihat ekspresiku ini.
"Kenapa sih? Mulai sekarang kamu harus membiasakan diri untuk bangun subuh, ini perintah dari suamimu!"
Setelah mengendalikan nafas dan detak jantungku, akhirnya aku membangkitkan tubuhku dari ranjang empuk ini, membuat Alvin bergeser dan kami pun duduk berhadapan.
Alvin mentapku dengan tatapan tak biasa, membuat hatiku sedikit tersentak dengan perlakuannya.
"Saya kan sudah bilang, kamu harus siapkan hati dan mental kamu untuk menerima perubahan saya. Saya sadar saya sudah terlalu kasar sama kamu selama ini. Bagaimanapun juga kamu tetap seorang istri yang harus dimuliakan. Ini hanya untuk dua pekan, Kara. Biarkan saya memuliakanmu untuk dua pekan"
Setiap hembusan nafasku terasa lebih berat dari biasanya. Mendengar Alvin melakukan ini hanya karena perasaan bersalah yang tiba tiba muncul dalam hatinya. Lagi lagi aku telah salah dalam menggantungkan harapan.
"Iya kak, ini kan juga permintaan Kara. Kita akan jalani sandiwara cinta ini tanpa memakai perasaan, aku akan ikhlas melepas kakak dalam dua pekan ke depan.." ucapku dengan pandangan yang sengaja ditundukkan. Aku tak berani menatap mata elangnya yang menakjubkan.
"Sekali lagi maafkan saya, ya. Saya harap, setelah kita berpisah nanti, kamu bisa menjadi wanita yang lebih baik dan menemukan laki laki yang baik. Saya akan membantu kamu untuk berubah selama status kita masih menjadi suami istri"
Hening. Aku masih setia menunduk, rasanya aku ingin menangisi nasibku, tapi selama beberapa hari ini, Zahra telah datang dalam pikiranku. Aku menyadari segala kesalahan yang telah aku lakukan, aku telah banyak menyakiti Zahra. Jika dia tau aku sudah merebut suaminya tanpa izin seperti ini, hatinya pasti jauh lebih terluka dari luka yang aku rasakan.
"Sudahlah kak, kakak itu gak salah. Kara yang salah. Hmm, Kara wudhu dulu.."
Aku melirik kak Alvin sebentar, ia menatapku dengan tatapan iba. Lalu dengan cepat aku turun dari ranjang dan berjalan ke kamar kecil untuk mengambil wudhu dan sholat bersamanya.
***
Author's POV
Kini, Zahra sedang duduk santai di teras rumah sambil menunggu kedatangan Alifia, kue yang tadi ia buat sudah tersemat di dalam lemari pendingin, jika Alifia ingin makan dalam kondisi hangat, ia akan memanaskannya kembali. Asalkan putrinya merasa bahagia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Impian {Next Part}
SpiritualPART 1-21 ADA DI CERITA OLEH AKUN PERTAMA SAYA @anitazahr_ PART 22-TAMAT ADA DI CERITA INI. YANG BARU BACA BISA CEK AKUN PERTAMA SAYA. 💗💗💗 [END] Genre > Spritual-Romance Siti Fatimah Az-Zahra Dia mencintai sahabatnya. Walaupun tidak mendapat bala...