43.

1.3K 61 5
                                    

Cinta lahir dari kepercayaan, ketika goyah, ia akan patah.

💗💗💗

Alvin menggenggam tangan kanan Zahra sambil tersenyum ramah pada wartawan yang mulai mengerubungi mereka saat Alvin turun dari podium, Alvin menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan para pejuang berita itu kepadanya, ia lebih banyak memuji Zahra yang menjadi bagian penting dalam perjalanan kariernya, juga Alifia putri sulungnya. Alvin begitu bersemangat saat ditanya kenapa Zahra dan Alifia sangat penting dalam perjalanan kariernya, Zahra sebagai penyemangat dan konsuler handal selalu membuat Alvin percaya diri dalam mencoba produk produk baru di perusahaannya, unik dan bermanfaat membuat brand yang ia ciptakan dapat disukai oleh banyak orang.

Para wartawan undur diri dan membiarkan Alvin serta keluarganya berjalan tenang keluar gedung aula, sesampainya di luar mereka dihentikan oleh perempuan yang sedari tadi memperhatikan mereka dengan intens.

"Maaf mba.. ada apa?" Alvin bertanya dengan raut wajah biasa, yang sebenarnya ia sangat terkejut karena wanita yang sedari tadi menjadi pusat perhatian ini mendatangi mereka secara pribadi.

"Kak Alvin, apa kabar?" Senyum wanita itu merekah, bagai sudah mengenal laki laki itu dengan baik bagaikan kawan lama yang baru berjumpa kembali. Alvin sendiri tak ingat kapan dan dimana mereka pernah bertemu sebelum ini.

"Nyonya Kara kenal sama suami saya?" Zahra terkejut sekaligus senang, karena wanita yang tadi ia puji karena kecantikan dan kecerdasannya ternyata mengenal Alvin.

"Ya, saya sangat mengenal suami kamu ini, tapi sepertinya dia tidak mengenal saya.." ucap Kara dengan senyum ledek.

"Maaf, tapi.. saya memang tidak mengenal mba Kara, saya gak ingat kapan dan dimana kita bertemu sebelum ini.."

Kara tertawa kecil melihat reaksi Alvin yang datar, dingin, dan serius. Sikapnya berubah drastis, dari tadi Kara perhatikan, Alvin selalu tersenyum saat kamera menyorotnya berpegangan tangan dengan sang istri, membuat hati Kara tersulut api panas.

"Saya ini dulu adik kelas kak Alvin di SMA, satu jurusan juga di bangku perkuliahan, tapi memang kita tidak pernah berkomunikasi langsung, tapi kamu tau Zahra, kak Alvin ini dulu sangat terkenal dan aktif, membuat siapapun yang ada di sekolah itu kenal sama dia" Kara memasang senyum paling manis, walaupun Alvin sedari tadi tidak menatap langsung pada wajahnya, Alvin malah menatap wajah Zahra yang bagai rembulan untuknya. Kara mengakui kalau Zahra sudah terlihat cantik dan teduh meski tanpa menggunakan polesan make up. Tapi pakaiannya, jauh dari kata mode dan sexy. Apa Alvin tidak bosan punya istri yang terlampau sederhana seperti itu? Begitulah yang terbesit di hati Kara saat pertama kali melihat gadis pilihan Alvin itu, kira kira.

"Masyaa Allah, kak Alvin, kakak punya adik kelas yang sukses, kakak beruntung sekali, kalian bisa memulai kerja sama nih kayaknya" Zahra hanya sekedar basa basi, agar kecanggungan antara mereka bertiga tidak terlalu memberi jarak antara ketiganya.

"Iya jelas, perusahaan aku dan perusahaan papa ingin bekerja sama dengan perusahaan kak Alvin, bahkan kita bisa bikin produk baru bersama sama, eksistensinya akan lebih tinggi jika dua perusahaan besar di posisi satu dan dua bekerja sama dalam menciptakan produk unik, menarik dan pastinya bermanfaat untuk orang lain, bagaimana?"

Alvin mengangguk, ia sudah mulai tertarik dengan perbincangan yang Kara ciptakan, jika berurusan dengan perkerjaan tak masalah.

Imam Impian {Next Part}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang