41 - last goodbye

1K 146 33
                                    

Yang namanya perpisahan itu tidak ada yang mudah. Terlebih lagi jika perpisahan itu mengharuskan untuk melepas kepergian orang yang begitu berharga menuju tempat yang jauh.

Pelukan kali ini memang bukan pelukan terakhir, Renjun sudah berjanji padanya untuk kembali meski entah kapan. Oleh karena itu, Ryujin amat enggan melepaskan diri dari tubuh Renjun.

Ia tahu Renjun harus pergi. Bahkan, ia sendiri yang membujuk Renjun untuk pergi. Tapi di hari kepergian, Ryujin mendadak merasa berat untuk berpisah.

Akankah mereka dapat bertemu lagi nanti?

"Aku rasanya tidak mau melepas pelukan ini," gumam Renjun, seolah membaca isi pikiran Ryujin.

"Aku tahu, aku memang jagonya kalau membuat orang lain merindu," sahut Ryujin semakin mengeratkan pelukannya. Aroma dan hangat tubuh Renjun ia rekam baik-baik dalam memory. Ia lebih dari yakin akan merindukan Renjun setelah ini.

"Aku akan anggap kau tidak berucap apapun barusan," Renjun menanggapi kepercayaan diri Ryujin. Gadis itu sebisa mungkin tidak ingin menunjukkan betapa ia berat berpisah dari Renjun. Candaan, senyum dan tawa sedari pagi yang ia suguhkan hanyalah topeng palsu.

Renjun tentu menyadari itu semua.

"Kau tidak sedih harus berpisah denganku? Dari Korea ke Jerman jaraknya tidak dekat loh," Renjun malah sengaja memancing.

"B-bodoh! Kau membuatku menangis sekarang saat aku sudah mati-matian berusaha menahannya!" Ryujin merutuki Renjun yang dengan sepatah kalimat, mampu meruntuhkan topeng pertahanan yang ia pasang sedari awal. Kini gadis itu menangis, masih begitu nyaman tanpa rela mengurai pelukannya.

Ya Tuhan, berat sekali rasanya.

"Aku akan baik-baik saja dan kembali lagi, aku sudah berjanji bukan?" Renjun menenangkan Ryujin. Ia peluk dan ia elus dengan sayang puncak kepala kekasihnya. Aroma sampo yang kini masih ia hirup akan menjadi salah satu hal yang paling ia rindukan nanti.

Renjun bisa merasakan anggukan kepala Ryujin, "iya, kau sudah berjanji padaku dan kami semua! Kau harus menepatinya!"

Berlahan, walau berat, mereka melepaskan pelukan mereka. Hanya untuk saling menatap sebelum harus terpisah jauh setelahnya.

"Saat aku kembali, kau akan menungguku disini kan?" Renjun untuk kesekian kalinya bertanya. Ia butuh jaminan yang dapat meyakinkannya bahwa berjumpa dan melihat Ryujin kembali bukanlah hal yang tak mungkin.

Masih dengan jejak air matanya, Ryujin menyunggingkan cengiran jahil lalu mengangkat kedua bahunya.

"Tidak tahu, barangkali kau kelamaan dan aku sudah bertemu dengan lelaki yang jauh lebih tampan darimu," candanya.

Renjun tersenyum, lelucon garing dan kepercayaan diri tingkat tinggi Ryujin. Suara memekakkan telinga andalannya. Tak pernah Renjun mengira akan tiba hari dimana hal-hal yang sempat amat menganggunya justru menjadi sesuatu yang paling akan ia rindukan dan sulit untuk lepaskan.

Mungkin pepatah bahwa perasaan benci dan cinta nyatanya memang hanya terpisah penghalang yang setipis benang itu benar adanya. Atau mungkin, Renjun sudah terkena karma? Entahlah, tapi yang pasti Renjun senang dengan bagaimana kehidupan membawa dirinya dan Ryujin sampai di titik hubungan ini.

"Junior menyebalkan, pencuri sketchbook, pembuat onar yang merepotkan, lelaki mana yang akan tahan meladenimu selain aku?" Renjun rindu bisa mencela Ryujin seperti dulu-dulu. Melihat raut marah sang gadis yang begitu menggemaskan.

Ah, setelah sekian lama baru Renjun mau mengakuinya. Sedari dulu, jauh di lubuk hati Renjun, ia selalu melihat Ryujin sebagai sosok yang hangat, menyenangkan dan memberi warna. Hanya saja Renjun terlalu gengsi untuk mengakuinya. Padahal kalau dipikir, dengan Renjun yang terus betah direcoki Ryujin saja sudah cukup menjadi tanda tanya.

LET'S NOT FALL IN LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang