EMPAT
Mungkin pelajaran olahraga adalah pelajaran yang paling disukai oleh seluruh anak sekolahan. Tapi sayangnya itu tidak berlaku untukku, hal itu karena aku tidak becus pada satu olahraga apapun. Bahkan sampai aku kelas sebelas SMA, bola volly yang kuservis dan bisa melewati net itu bisa dihitung dengan jari, itupun karena lagi hoki.
Meski begitu aku sedikit menyukai pelajaran ini, hal itu karena cuma di pelajaran inilah aku bisa menghirup udara segar. Yang tidak akan pernah kudapatkan di pelajaran lain.
Seperti sekarang ini, karena ini masih minggu pertama semester baru, guru olahraga membolehkan kami memainkan olahraga yang ingin kami mainkan. Berhubung aku tidak mahir dalam olahraga apapun, jadi aku memilih duduk sendirian di bangku panjang di bawah pohon rindang dekat dengan lapangan.
Sebenarnya tidak sendirian juga sih, ada Jihan dan Sabil juga di bangku sebelahku, tapi karena aku masih kesal sama mereka jadinya aku sama sekali tidak menyapa mereka dari kemarin sampai sekarang.
"Betah banget ya lo Git nggak ngomong apa-apa sama kami." Sabil yang daritadi sikut-sikutan dengan Jihan, akhirnya berbicara juga.
"Apaan sih lo Bil, minta maaf tapi ngegas." Jihan langsung protes.
"Kan udah gue bilang daritadi lo aja yang mulai, tapi lo nggak mau, ya gini deh jadinya."
Aku sedikit tersenyum melihat tingkah mereka berdua.
"Sabil bego, minta maaf tuh gini tahu." Jihan tiba-tiba menunduk di depanku, dengan wajah yang dibuat sangat pias. "Git maafin kami, huaaa!!"
Jujur aku ingin terbahak, tapi itu kutahan, karena aku masih ingin bermain dengan mereka berdua. "Nggak mau ah?!" jawabku, enggan menatap mereka berdua.
"Ih lo mah nggak asyik, padahal kan kami tuh rencanain itu semua karena sayang sama lo," kata Sabil masih berusaha membujukku.
Aku masih diam tidak mau merespon apa-apa ucapannya, dengan pandangan terfokus ke lapangan.
"Udahlah Han nyerah gue." Sabil angkat tangan yang membuat Jihan memelotinya tajam.
"Si Mahesa ganteng kan Git?" tanya Jihan menghiraukan ucapan Sabil.
Oh my god, sepertinya Jihan tahu apa yang baru saja kuperhatikan.
"Apa sih lo Han?" ucapku malu karena sudah keciduk melihat Mahesa yang sedang bermain volly dengan teman kelasku yang lain.
Memang di antara kami bertiga yang sangat pandai mencairkan suasana itu Jihan. Gara-gara dia aku jadi melupakan caranya marah. Justru sekarang akulah yang merasa mati kutu karena telah diciduk olehnya.
"Udah kali Git, ngaku aja deh sama kami, kalau sebenarnya lo itu juga senang jalan sama Mahesa kan?" Kini giliran Sabil yang mengejekku.
Aku memberengut sebal melihat mereka berdua. Tapi yang mereka berdua bilang itu ada benarnya juga sih. Aku memang sangat menikmati hariku bersama Mahesa, yang kemarin mengajakku mencoba semua permainan di zona bermain. Dan sepertinya dia juga sudah berhasil menepati janjinya yaitu membuatku membangkitkan jiwa ekstrovertku padanya, buktinya aku sudah mulai merasa nyaman waktu ngobrol dengannya. Dan kurasa itu adalah hal yang wajar untuk dilakukan dengan teman baru bukan? Lalu kenapa mereka jadi heboh tidak jelas, seolah aku baru saja jadian dan mereka adalah mak comblangnya?
"Udah deh Git dekatin aja. Lagian nih ya kalau lo sama si Mahesa, gue yakin banget pasti Devano bakal nyesel banget udah selingkuhin lo. Dan gue rasa mantan si Mahesa yang udah nyia-nyiain dia juga bakal nyesel deh kalau mantannya jadian sama lo." Jihan berkata dengan wajah berbinar seperti sedang menyaksikan drakor favoritnya happy ending.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahesagita✔️
FanfictionKalau kamu baca kisahku. Maka kamu akan: -Ngakak ngelihat betapa kocaknya seluruh anggota keluargaku, atau mungkin kamu bakal jatuh cinta sama tingkah bunda. -Jungkir balik, melayang secara estetik sama kisah aku dan Mahesa yang berasa sport jantu...