DUA PULUH DUA
Semenjak aku mendaftarkan diri menjadi wakil osis, aku jadi sangat sibuk, mengurus ini itu, bahkan hari ini aku diajak Mahesa untuk ikut rapat dengannya. Berhubung anak osis sedang sibuk-sibuknya mengurus banyak hal tentang kegiatan sekolah ke depan, mengenai pensi dan yang lain-lain. Namun karena akan ada pergantian anggota, yang mana anak kelas dua belas akan diturunkan dari jabatan, terlebih karena ada beberapa anggota yang sudah mengundurkan diri duluan, dengan alasan mau fokus bimbel dan tetek bengeknya, yang mengharuskan anak osis yang tersisa harus ekstra bekerja terus-terusan. Dengan pertimbangan itu akhirnya aku iyakan saja ajakan Mahesa.
Untungnya nenek sihir yang sangat aku benci tidak berada dalam satu ruangan denganku, jadi aku masih aman-aman aja. Lagian anak-anak osis welcome banget sama aku. Nggak papa deh aku merelakan waktuku untuk ini, karena aku senang bertemu dengan orang-orang baru yang sangat ramah ini.
"Jadi lo sama Mahesa masih belum pacaran yah dek?" tanya cowok berkumis tipis yang menyuruhku memanggilnya bang Richo.
"Hehe, belum nih bang."
Lebih tepatnya nggak akan pernah bang! Sambungku di dalam hati.
"Berarti masih bisa gue embat lah ya nih!" sambung bang Richo penuh penekanan sampai membuat teman di sampingnya menoyor kepalanya lumayan kencang.
"Punya teman lo nih oy, masa mau lo embat juga sih?" Mahesa yang menjawab sambil merangkulku. Sumpah yah, kok mendadak udara di sekitarku jadi menipis gini. Ya ampun, gimana caranya aku lupain dia kalau tingkahnya suka spontan gini coba?
"Kalau udah gitu mundur deh gue," kata bang Richo kemudian terkekeh.
"Maaf Git, gue harus gini, soalnya bang Richo tuh buaya darat banget. Gue nggak mau lo jadi targetnya," bisik Mahesa kemudian padaku, yang dengan lugunya langsung kuangguki.
Hati kecilku sebenarnya berteriak senang, karena Mahesa sangat peduli padaku. Tapi otakku terus berteriak, jangan geer woy, kalian itu sama sekali nggak ada harapan. Rasa-rasanya aku mau merosot aja ke lantai, untuk menangisi nasibku.
"Hey, kalian tuh disuruh rapat, bukan pacaran! Belum kepilih tapi kelakuan udah kayak orang nggak ada akhlak. Kalau anak osis yang lihat mereka gini tapi masih mau pilih mereka, fix deh udah gila semua lo pada!" teriak Rebeca yang baru datang membuatku terkejut, dan Mahesa langsung melepas rangkulannya dariku.
Sumpah, gendang telingaku lama-lama bisa pecah, kalau Rebeca sering berteriak seperti itu. Andai saja aku Sabil pasti aku akan langsung balas meneriaki, tapi ini Sagita, dan aku tidak berani untuk langsung menyemprot anak orang seperti halnya Sabil. Jadi yang bisa kulakukan hanyalah menunduk.
"Mental lo udah langsung drop baru gue teriakin dikit ha?" Rebeca berdiri di sampingku, dia kemudian memegang daguku, membuatku jadi mendongak ke arahnya. "Leadership itu harus kuat, bukan lemah kayak lo! Mahesa benar-benar sarap mau milih lo!" katanya lagi. Rasanya aku ingin menangis saja, karena aku terus diteriaki Rebeca, tapi aku tidak boleh menampakkan kekuranganku padanya, aku harus kuat.
"Lo keterlaluan!!" Mahesa berdiri, ia kemudian menarik Rebeca menjauh dariku. "Selama ini gue tau banyak kesalahan lo yang merugikan sekolah ini, tapi gue cuma diam aja karena gue mencoba sportif. Tapi kayaknya lo minta gue bongkar itu semua di hadapan semua anak osis deh. Oke, gue siap kalau itu yang lo mau." Wajah Rebeca langsung berubah pucat. Kemudian dia melepas cengkraman tangan Mahesa di tangannya.
"Lo halu apa gimana sih Sa?"
"Divisi rapat ini gue kan ketuanya? Hari ini gue bubarin lebih awal rapatnya. Gita lo ke parkiran duluan ya, yang lain tinggal di sini, ada yang mau gue omongin," perintah Mahesa membuatku mengangguk, kemudian lekas keluar dari ruangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahesagita✔️
FanfictionKalau kamu baca kisahku. Maka kamu akan: -Ngakak ngelihat betapa kocaknya seluruh anggota keluargaku, atau mungkin kamu bakal jatuh cinta sama tingkah bunda. -Jungkir balik, melayang secara estetik sama kisah aku dan Mahesa yang berasa sport jantu...