TIGA PULUH TIGA
"Lo kalau terus maksain Fika buat duduk sama Yovie, gue bakal laporin ke buk Ira yang bentar lagi masuk ke kelas kita ya!" Aku menatap tajam Mahesa yang baru kembali bersekolah, tapi seenaknya meminta Fika duduk dengan Yovie. Agar ia bisa sebangku denganku lagi.
"Balik ke bangku lo aja kali Sa, Gita mah kalau udah marah bisa lebih ngeri dari gue," sahut Sabil yang kukira akan merespon lebih dari itu, tapi ia malah kelihatan cuek-cuek bebek aja.
"Nah bener tuh Sa," tambah Jihan.
Mahesa menghela napas. Ia kemudian menatap Fika. "Hari ini nggak jadi, tapi besok gue minta lagi ya," ujarnya yang langsung diangguki Fika.
Sepeninggalan Mahesa aku juga ikutan menghela napas. Untung sekali hari ini Mahesa tidak berhasil mengacaukan hari juga hatiku.
***
"Nih ice cream." Aku yang sedang merenung sendirian untuk memikirkan penyebab perubahan Yoyo, terkejut bukan main kala seseorang yang baru datang menempelkan bungkusan dingin beroma vanila di pipiku.
"Eh kok lo tahu gue di sini?" Aku langsung melotot saat melihat orang yang baru saja mendatangiku.
"Rahasia," jawabnya, kemudian ikutan duduk di sampingku.
Aku reflek mendorong tubuhnya menjauh dariku. "Jangan bilang lo habis ikutin gue?" tebakku.
Sungguh aku sangat kecewa. Karena usahaku membuatnya menjauh dariku, cuma bisa berhasil dalam lingkungan kelasku aja.
Ia memasang tampang seolah sedang berpikir. "Yah ketahuan!!" akunya dengan wajah ketakutan yang dibuat senatural mungkin.
Aku yang memang sudah benar-benar speechless hanya bisa menatapnya kesal. "Lo kenapa makin nyebelin sih Sa?" ujarku dengan nada tenang, seraya berdiri hendak pergi dengan kepala dingin. Namun hal itu langsung digagalkan Mahesa dengan cara menarik tanganku kemudian menggenggamnya erat.
"Lepasin nggak! Gue mau pulang!!" pungkasku yang sudah tak bisa mengontrol emosiku lagi.
"Mau nggak ya?" ejeknya.
"Kalau lo nggak mau lepasin gue, gue bakal teriak nih!!" teriakku sambil memelototinya tajam.
Ia terkekeh pelan. "Kalau di sekolah lo bisa ngancem bakal ngadu ke guru, kalau gue tetap paksa duduk sama lo. Tapi sayangnya di sini tuh sepi Git, nggak bakal ada orang yang bisa lo mintain tolong," balasnya sangat amat santai.
Sialnya yang dia bilang itu semuanya benar. Aku memang memilih tempat yang terbilang sepi karena aku mau merenung sendirian, eh nggak tahunya masalah lain datang. Kayaknya bulan ini memang bulan sialnya aku deh. Buktinya masalah selalu datang silih berganti untuk menyapaku.
"MAHESA GILA?!!" umpatku.
Kukira dengan cara diam mematung sambil berdiri saja, Mahesa akan menyerah kemudian melepas tanganku dari genggamannya. Nyatanya tidak. Cowok itu malah makin konsisten dengan sikap awalnya, yaitu tetap memegang erat tanganku, tanpa ada niatan untuk melepasnya sama sekali. Karena lelah terus-terusan berdiri, aku akhirnya kembali duduk di samping cowok menyebalkan itu.
"Lo ada keperluan apa sama gue sampai lo harus ikutin gue segala ha?" tanyaku kemudian.
"Ehm, gue mau lanjutin cerita soal gue yang nggak jadi balikan sama lo."
Karena omongannya itu aku jadi teringat hari di mana aku melihat Airin dan Mahesa yang sedang berbelanja di mall yang sama denganku beberapa hari yang lalu. Hal itu membuatku refleks menggeleng-gelengkan kepalaku. Sampai-sampai Mahesa mengernyit keheranan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahesagita✔️
FanfictionKalau kamu baca kisahku. Maka kamu akan: -Ngakak ngelihat betapa kocaknya seluruh anggota keluargaku, atau mungkin kamu bakal jatuh cinta sama tingkah bunda. -Jungkir balik, melayang secara estetik sama kisah aku dan Mahesa yang berasa sport jantu...