DELAPAN BELAS
Setelah bunda tahu aku berencana jadi wakil ketua osis, bunda yang awalnya sedang marah-marah karena aku lupa menjemur handuk sampai-sampai spreiku jadi basah dan bau, langsung memperlakukan bak ratu. Dimulai dari menanyakan menu apa yang ingin kumakan saat makan malam, dan sekarang badanku diurut bunda bahkan tanpa perlu aku minta.
"Al mau juga digituin sama bunda!" kak Al yang daritadi hanya memperhatikanku sambil melongo akhirnya bersuara juga.
"Kamu turutin kemauan bunda, baru bunda giniin kamu," jawab bunda.
Kak Al meringis. "Bunda nggak adil ih!" ujarnya sedih.
"Suka-suka bunda lah!" Jawaban bunda makin membuat kak Al tersudut.
Aku terkekeh melihat ekspresi kak Al yang langsung berubah jadi kesal. Dia kemudian memilih menjauh dari kami, dan duduk dekat dengan Yoyo yang katanya sedang bermain game, tapi malah tersenyum di depan layar handphonenya.
"Ayah kok jauhan dari bunda sih duduknya?" tanyaku bingung pada ayahku yang duduk sedikit berjauhan dari tempatku dan bunda berada sekarang.
Gimana nggak bingung coba, biasanya ayah dan bunda lengket kayak perangko sama surat mulu, tapi sekarang malah duduk jauh-jauhan.
"Kan di sana sudah ada kamu sama bunda, mana mungkin muat ayah lagi." Jawaban ayah justru membuatku langsung tak enak hati.
"Bunda lagi berantem sama ayah ya?" bisikku pada bunda.
Bunda tidak menjawab, hanya sorot matanya yang menampakkan kesedihan. Dari situ aku tahu bahwa bunda sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja dengan ayah. Aku rasa kesalahpahaman kembali terjadi di antara kedua orang tuaku.
"Ayah bunda nangis nih!!" teriakku pada ayah, membuat bunda melotot dan berpaling ke arah lain.
Ayah masih mencoba tak peduli, membuat aku gemes sendiri melihatnya.
"Bunda makin kenceng nih nangisnya yah!" teriakku tak kalah kencang membuat ayah sedikit menoleh sebentar, lalu langsung berpaling ke arah lain. Aa gumush banget deh kedua orang tuaku.
"Ayah lagi marahan yah sama bunda?" tanyaku lagi, kali ini aku mengatakannya dengan volume yang lumayan keras, supaya kedua orang tuaku bisa mendengar dengan jelas.
Ayah menggeleng. "Nggak, ayah nggak marah sama bunda kamu," bantah ayah.
"Kalau nggak, berarti ayah mau duduk di samping bunda."
"Kan ada kamu di situ."
"Gigi mau pindah duduk bareng Yoyo sama kak Al kok," tunjukku pada kedua saudaraku yang daritadi hanya cengar-cengir tak jelas seolah menyemangatiku dari jauh.
Memang kalau sudah begini hanya sifatku yang kadang kayak bocah inilah yang dibutuhkan untuk mencairkan suasana yang agak panas ini.
Ayah masih tak bergeming dari duduknya. Gemas membuatku menghampiri ayah dan menarik ayah untuk mau duduk di samping bunda yang daritadi terus membelakangi kami semua. Kurasa bunda di belakang sana sudah penuh dengan air mata, dilihat dari bahunya yang terus bergetar dari tadi.
"Saling pelukan kayak teletabies yuk," ajakku membuat kak Al dan Yoyo bangkit dari duduknya, berlari mendekatiku yang sekarang sedang memeluk ayah dan bunda.
Bunda awalnya masih mencoba melepas, tapi tak lama setelahnya bunda berbalik menghadap ayah, kemudian tangis bunda langsung pecah. "Maafin bunda ayah!!" kata bunda sesenggukan.
Sekarang kalian tahu kan, darimana kecengenganku dan kedramaanku berasal?
Ayah masih bergeming. Tapi tak lama setelahnya langsung mengelus kepala bunda, tanpa banyak berkata. Membuat kami semua bernapas lega. Kemudian aku dan saudaraku langsung menyingkir dari acara peluk-pelukan ini, karena keikut campuran kami sudah cukup di sini
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahesagita✔️
FanfictionKalau kamu baca kisahku. Maka kamu akan: -Ngakak ngelihat betapa kocaknya seluruh anggota keluargaku, atau mungkin kamu bakal jatuh cinta sama tingkah bunda. -Jungkir balik, melayang secara estetik sama kisah aku dan Mahesa yang berasa sport jantu...