SEMBILAN BELAS
Semenjak pulang kerja sampai sekarang mau tidur kak Al mukanya memberengut mulu, moodnya sangat tidak baik. Aku yang menangkap aura tak enak, langsung ikut dia masuk ke kamarnya.
"Lo bilang kita harus saling cerita kan? Tapi lo sendiri yang ngelanggar!!"
Kak Al menatapku, ia menangis, kemudian berlari dan menghempas kasar tubuhnya ke kasur.
"Raka marah besar sama gue karena gue naik mobil si Andra buat nemuin klien," jelasnya sambil memukul-mukul bantalnya.
Aku yang mendengar nama Raka disebut kak Al hanya menghela napas panjang. "Kenapa sih kak lo nggak putusin dia aja kayak yang bunda suruh? Lo baru pacaran aja dia sering banget marah-marah sama lo, gimana kalau kalian udah nikah? Gue rasa lo bakal dikurung di rumah mulu dan nggak bakal dikasih kerja lagi kalau dia yang jadi suami lo," ujarku emosi, seraya membaringkan tubuhku tepat di samping kak Al.
"Kalau kami nikah, dia katanya masih ijinin gue buat kerja kok," bantahnya.
"Lo itu udah disekolahin tinggi-tinggi, tapi kok begonya kebangetan yah? Padahal dia tuh tahu peraturan kantor lo itu nggak bisa nikah dengan sesama teman sekantor. Tapi respon dia tetap marah kan? Bayangin kalau lo udah nikah sama dia, apa yang bakal dilakuin dia sama lo ha?" kataku makin emosi.
Kak Al makin menangis. "Gue pacaran sama dia hampir tujuh tahun Gi, dan udah banyak usaha yang gue lakuin buat lepas dari dia. Tapi sekeras apapun gue mencoba tetap aja gue balik lagi sama dia. Lo tahu itu karena apa? Karena gue sayang banget sama dia. Dan selain keposesifannya itu dia itu sosok yang sempurna di mata gue."
"Jadi lo mau kawin lari sama dia?"
"Lo gila ya?"
"Lo yang gila, udah jelas-jelas bunda nggak akan pernah setujuin hubungan lo sama pacar lo. Tapi gue lihat lo masih terus ngestuck sama Raka," ketusku.
Kak Al menangis makin kencang. "Jadi gue harus gimana?"
"Putusin hubungan lo sama dia, kayak kata bunda!"
"Susah Gi!!" kata kak Al gusar.
"Nggak ada yang susah kalau lo mau coba."
Kak Al terdiam sebentar, kemudian dia menghela napas panjang sekali. "Oke, bentar lagi gue bakal telpon dia, dan bilang kemauan gue. Dan sebelum itu bagi tips buat gue supaya gue bisa secepat lo dalam move on dong," katanya.
"Lama nggaknya move on itu lo sendiri sih yang tentuin. Dan gue memilih untuk terpuruk dan nangis terus-terusan sampe nggak nafsu makan itu cuma selama seminggu, setelah itu gue harus bangkit, terus lupain semua tentang mantan. Belajar dari kasus gue, gue berpendapat buat bisa cepat move on itu lo harus punya prinsip, dan bisa dapetin seseorang yang lebih dari mantan lo dari banyak segi," jelasku sok bijak.
"Kayak lo dapetin mas Eca ya?"
"Tepatnya gue baru nemuin belum dapetin."
"Terserahlah, intinya lo udah nemu seseorang buat gantiin Devano di hati lo. Lah gue?"
"Makanya dengerin apa kata bunda!" kataku sok menghakimi, seolah aku juga selalu mendengar kata bunda saja.
***
Hari ini aku diajak Jihan menemaninya ke mall, untuk membeli kado ulang tahun adiknya. Iya hanya aku, karena yang punya waktu itu cuma aku. Karena aku pulang dengan Mahesa otomatis cowok itu harus ikut juga denganku. Begitupun Wira yang juga selalu punya agenda pulang bareng Jihan. Karena hal itu jadilah kami seperti sedang double date di sebuah restoran setelah cape berkeliling mall untuk mencari kado yang cocok untuk adik Jihan.
"Lo makan spaghetti campur rambut ya Git?" komen Mahesa yang melihatku kesulitan memakan makananku.
"Ya mau gimana lagi? Pita rambut gue jatuh nggak tahu di mana," jawabku.
"Ya udah lo tunggu di sini, biar gue beliin lo ikat rambut!"
Aku langsung mengangguk antusias. Sambil terus tersenyum melihat punggungnya yang berlalu dari hadapanku.
"Kalian berdua udah pacaran yah?" tebak Wira membuatku langsung terbatuk.
"Apasih lo, ya jelas belum lah!" jawabku sesudah batuk-batukku reda.
"Masa sih belum?" heran Wira.
Jihan di sebelahnya terkekeh. "Sosweet emang mereka yang, tapi cuma adek-kakak an aja kok, hahaha," ejek cewek itu membuatku mendengus sebal.
Wira menggeleng prihatin. "Sayang banget yah, cinta Gita bertepuk sebelah tangan," jawab cowok itu membuatku langsung melotot.
Aku kemudian menatap Jihan. Cewek itu langsung menggeleng tanda tidak tahu sambil membuat gerakan sumpah Git bukan gue. Aku memang melarang semua sahabatku memberitahukan perasaanku yang sebenarnya pada orang lain termasuk pacar-pacar mereka. Bukan apa-apa aku hanya mau Mahesa tahu sendiri tentang perasaanku dari aku secara langsung, bukan dari orang lain, di saat yang tepat tentunya.
"Lo sok tahu banget sih Wir," bantahku langsung agar Wira tidak curiga.
Wira terkekeh. "Kelihatan banget kali Git kalau lo itu suka sama Mahesa. Kami para cowok juga punya feeling Git, jadi kami bisa tahu siapa yang lagi suka sama kami."
"Mahesa juga tahu berarti?" kataku. "Eh?!" Aku langsung memukul mulutku.
Wira terbahak. "Nah kan kebongkar." Dia masih terbahak, kemudian ia mengangguk. "Kalau dia sepandai gue pastinya dia juga tahulah."
"Gue serius Wira!"
"Ehm dari yang gue tangkap sih dia juga tahu."
"Kok tangkapan lo sih? Emang Mahesa nggak pernah cerita apa-apa gitu sama lo?" tanyaku heran.
"Dari dulu dia jarang nyeritain masalah cewek sama gue. Bahkan tentang mantannya itu aja gue harus maksa dia berhari-hari supaya dia mau terbuka sama gue," jelas Wira.
Aku menghela napas gusar. "Lo jangan bilangin Mahesa soal yang kita omongin hari ini ya," pintaku.
"Iya, tapi gue nggak janji ya!"
"Yang!!" panggil Jihan dengan nada tak suka.
"Iya-iya gue bakal diem seolah nggak tahu apa-apa," ralat Wira cepat yang membuatku bernapas lega.
Tak lama setelah percakapan itu, Mahesa kembali dengan membawa beberapa pita rambut di tangannya.
"Makasih!" kataku sambil meminta salah satu pita rambut yang dibawa Mahesa.
"Lo makan aja, biar gue yang iketin rambut lo,"
"Tapi.."
"Gue pinter kok ikat rambut, lo tenang aja," ujarnya sambil berdiri di belakangku, kemudian memegang perlahan-lahan rambutku dan mengikatnya dengan pelan. "Kan cantik!" katanya sambil menatapku, dengan mata yang kelihatan berbinar.
Sialan!! Wajahku memerah sekarang. Jantungku langsung berdetak tak karuan.
"Udahlah yang, pindah aja kita ke mars!!" sahut Wira membuat Jihan terkekeh.
"Sibuk aja lo Bambang!" balas Mahesa sambil terbahak.
Mahesa kamu itu kenapa tidak tertebak sekali si? Tapi anehnya makin kamu begitu aku malah makin tertarik sama kamu. Dasar aku!!
Tbc
Yaya
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahesagita✔️
FanfictionKalau kamu baca kisahku. Maka kamu akan: -Ngakak ngelihat betapa kocaknya seluruh anggota keluargaku, atau mungkin kamu bakal jatuh cinta sama tingkah bunda. -Jungkir balik, melayang secara estetik sama kisah aku dan Mahesa yang berasa sport jantu...