6 - Welcome To My Family

290 44 123
                                    

ENAM

Tidak hanya populer ternyata Mahesa juga termasuk anak kesayangan guru dari ia kelas sepuluh. Buktinya dia sudah dikenal oleh hampir seluruh guru baru yang masuk ke kelas ini, karena katanya Mahesa sangat sering dibicarakan oleh guru kelas sepuluh saat di kantor. Aku benar-benar tertipu, kukira dia anak yang malas karena tertidur di pelajaran wali kelas yang sedang menceritakan silsilah keluarganya. Padahal saat itu ia hanya bosan karena tidak mendapat kesempatan untuk menunjukkan kepintarannya.

"Udah kali Git mulutnya nggak usah mangap banget gitu." Sabil yang duduk di belakangku mencolek bahuku.

Jihan di sebelahnya terkekeh. Aku memang sedang melongo sekarang, saking speechlessnya melihat Mahesa di depan sana menyelesaikan soal matematika dengan sangat mudah.

"Kata Wira tuh anak emang overdosis pintarnya. Dengar-dengar dari Wira tahun ini dia bakal daftarin diri jadi ketua osis, lo udah dibilangin belum Git?" urai Jihan.

"Lah, emang gue siapanya dia sampe gue harus diceritain cita-cita dia segala?"

"Han bilangin Wira gih, kalau sahabat kita ini ngarep ada apa-apanya sama Mahesa," goda Sabil.

"Nggak lucu Bil!" sungutku sebal, juga malu.

Kenapa mereka jadi terlalu banyak bicara kalau tidak ada Mahesa di sampingku sih?

Jihan terkekeh. "Kemarin lo sama Mahesa chattan berdua kan Git?" Jihan kemudian mengerlingkan bola matanya jahil.

"Kok lo bisa tahu sih Han?" tanya Sabil penasaran.

Aku menatap Jihan sebal, menyuruhnya lekas diam lewat tatapan. Tapi Jihan sebelas dua belas sama bunda, mana mau dia memikirkanku.

"Sorry Git, gue nggak sanggup lagi buat nggak ghibah," kata Jihan.

"Iyanih mumpung Mahesa juga lagi nggak ada, jadi marilah kita berghibah!!" sambung Sabil ikutan.

Jihan terkikik pelan. "Jadi kan Bil si Wira kemarin cerita sama gue kalau Mahesa minta nomor Gita sama Wira."

Sepertinya aku harus menyumpel mulut Wira dengan sampah, kalau tidak ingin ia terus membocorkan hal yang tak berguna pada pacarnya.

Mahesa cepatan duduk, mereka nyebelin banget ih!!

"Wah bagi hp lo dong Git, gue mau baca!" pinta Sabil.

"Apasih kalian!"

Aku bersemu merah karena malu. Padahal semalam tidak ada yang spesial, karena setelah aku meminta maaf aku sama sekali tidak melanjutkan chattinganku dengan Mahesa. Tapi aku tetap tidak akan menunjukkan isi chatku meski chatnya tidak mempunyai arti apa-apa pada mereka. Terlebih aku juga belum menceritakan apapun tentang kemarin pada mereka berdua, karena aku takut bakal diejek.

"Terimakasih Mahesa, silahkan kembali ke kursi kamu."

Akhirnya aku terselamatkan dari ejekan Sabil dan Jihan, karena sang objek ghibahan mereka sudah kembali.

Kring...

"Baik anak-anak, kita akhiri untuk hari ini."

Semuanya langsung heboh.

"Git lo jadi pulang bareng gue?" tanya Sabil setelah memasukkan peralatannya ke dalam tas.

"Ja..."

"Gita pulang sama gue hari ini," potong Mahesa.

WHAT?!

Jihan dan Sabil langsung mesem-mesem. "Okedeh, kami duluan, bye Gita sayang, have fun!!"

"Kok lo bilang kita pulang berdua sih?" ucapku kesal pada Mahesa sepeninggalan Jihan dan Sabil.

"Emang lo nggak dibilangin sama bunda lo kalau hari ini bunda lo pesan banyak kue buat dibagiin ke musalla di toko mami gue?"

"Hah? Nggak tuh! Terus apa hubungannya pesanan kue bunda sama gue pulang bareng lo coba?"

Mahesa terkekeh. "Karena bunda lo lagi sibuk, dan lo juga nggak bawa motor. Jadi bunda lo minta tolong sama gue buat anterin lo ambilin kuenya," lanjut Mahesa membuatku melongo.

Sekarang aku mulai bertanya, siapa yang sebenarnya anak bunda. Aku atau Mahesa? Kenapa hal sepenting ini tidak bunda beritahukan padaku terlebih dahulu coba?

Tapi yang paling membuatku ekstra berpikir keras adalah memikirkan apa yang sedang direncanakan bunda sampai ia tidak mengizinkan aku bawa motor sendiri ke sekolah, padahal bunda perlu bantuanku dan motorku.

***

Awalnya aku sudah sangat positif thinking pada bunda, setelah melihat kue pesanannya yang terbilang banyak dan tidak akan sanggup untuk kubawa pulang sendiri, sehingga bunda tidak mengizinkanku membawa motor sendiri ke sekolah dengan alasan yang jelas agar aku tidak banyak membantah.

Tapi positif thinkingku tidak berlangsung lama.

"Mas Eca jangan pulang dulu, kita makan malam bareng di rumah bunda dulu," ucap bunda sambil tersenyum sangat manis.

Tentu saja itu sangat mengejutkanku. Pasalnya kak Al saja yang sudah dewasa tidak pernah membawa lelaki ke rumah karena takut pada ayah dan bunda. Bahkan teman Yoyo saja yang laki-laki sangat susah bunda ijinkan untuk masuk ke rumah, karena bunda takut teman-teman Yoyo akan menyembunyikan benda terlarang di rumah kami. Tapi sekarang temanku yang baru kukenal yang kebetulan adalah anak temannya bunda juga, malah diajak makan malam bersama keluarga kami oleh bunda.

"Nggak papa tante, Eca pamit pulang aja," tolak halus Mahesa.

"B-U-N-D-A, bunda, bukan tante."

"Eiya tan.. Maksud Eca bunda." Mahesa jadi salah tingkah sendiri

"Udah-udah, ayo masuk, bunda juga udah minta ijin sama mami kamu kok, jadi kamu nggak usah khawatir ya." Tanpa menunggu Mahesa kembali protes bunda langsung menarik Mahesa mengikutinya ke dalam rumah kami.

Astaga kenapa bundaku berubah menjadi sangat genit.

***

"Ouh jadi ini yang namanya mas Eca," komen ayah yang baru selesai mandi pada kami semua yang sudah berkumpul manis di meja makan.

"Iya yah, ganteng kan?" tanya bunda.

"Iya ganteng, tapi masih gantengan ayah sih!" balas ayah pede sembari terkekeh kemudian melirikku.

"Ayah jangan narsis, malu sama orang baru." Yoyo berkomentar sambil merangkul Mahesa.

Entah bagaimana ceritanya, Yoyo dan Mahesa jadi sangat akrab hanya dalam waktu beberapa jam. Mahesa sekarang bahkan sudah mengganti seragam sekolahnya dengan baju kaus milik Yoyo.

"Ayah nggak narsis kok, itu emang faktanya, kalau kamu nggak percaya tanya aja sama bunda," bantah ayah membuat kami semua tergelak.

"Udah-udah ayo makan!" lerai bunda.

Kami kemudian makan dalam keadaan diselingi tawa. Ada saja perilaku dari ayah, bunda, kak Al, Yoyo, bahkan aku yang membuat seisi meja terbahak. Untungnya tidak ada dari kami yang sampai tersedak karena terus tertawa.

"Oiya, kebetulan lagi ada yang rekam nih, kenapa kita nggak main tik tok sekeluarga aja malam ini?" usul ayah tiba-tiba yang langsung disetujui oleh Yoyo, kemudian kak Al, dan bunda yang juga mulai tertarik ikutan karena komporan dari Yoyo.

Sejujurnya kalau sekarang sedang tidak orang luar di rumahku, aku akan jadi kompor nomor satu bahkan melebihi Yoyo. Tapi karena berhubung di sini ada Mahesa, aku memilih diam saja sambil menahan mulu.

Lihatlah ekspresi Mahesa sekarang. Bingung, senang, semuanya jadi campur aduk. Bahkan sekarang dia sudah terbahak menyaksikan ayah yang dengan hebohnya menunjukkan contoh video yang akan kami buat padanya, sambil sesekali melirikku, seolah dia sedang bilang, 'buset Git, keluarga lo creepy banget'

Aku menghela napas panjang. Demi apapun. Sepertinya aku akan satu sama dengan Mahesa, karena kejadian malam ini.

Tbc











Yaya

Mahesagita✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang