9 - Si Idaman Mahesa

236 36 146
                                    

SEMBILAN

"Bunda maafin Gigi!!" Saat sampai di rumah, yang pertama aku lakukan adalah memeluk bunda yang sekarang sedang menyiram bunga erat sekali.

Mulanya bunda sangat terkejut dengan kedatanganku, dan hendak memarahiku karena telah menganggu kegiatannya menyiram bunga. Namun karena Mahesa ikut datang bersamaku. Jadi bunda tidak akan melakukan apa yang aku takutkan.

Dengan ini, resmi penyelamatku ada dua sekarang. Yaitu Yoyo dan Mahesa.

"Gigi kenapa mas?" tanya bunda pada Mahesa.

Mahesa menggeleng, ia sepertinya bingung harus menjelaskan bagaimana.

Wajar saja dia begitu karena jangankan Mahesa aku saja yang mengalami hal ini tidak bisa menjelaskan apa yang telah menimpaku sampai-sampai aku jadi sebegini takutnya. Aneh banget memang, padahal sebelumnya aku juga sering membohongi bunda, tapi entah mengapa kali ini rasanya beda. Apa mungkin karena kebohonganku ketahuan bunda dan bunda refleks berucap sesuatu di hatinya, makanya aku jadi langsung tidak tenang gini ya?

"Gigi kamu kenapa sih? Jangan buat takut bunda dong," ujar bunda sambil mengelus punggungku.

"Maafin Gigi bun, maafin Gigi karena udah bohongin bunda," lirihku.

Kemudian tangisku pecah. Soal Mahesa aku udah bodoh amatlah, dia juga udah banyak tahu tentang keluargaku, satu tambahan aku yang sebenarnya sangat cengeng tidak akan membebaninya juga kan?

"Iya-iya jangan nangis, bunda udah maafin kamu," balas bunda, lagi-lagi sambil mengelus punggungku pelan.

Aku sesenggukan dan tidak mampu menjawab lagi.

"Besok-besok dengerin omongan bunda ya, jangan suka ngelawan lagi," tambah bunda.

Aku yang emang benar-benar sedang ketakutan langsung mengangguk di sela tangisku.

"Mas Eca bunda minta tolong sama kamu lagi boleh kan?" Bunda beralih pada Mahesa yang sepertinya terpaku melihat interaksi aku dan bunda.

Mahesa dengan semangat empat limanya langsung mengangguk. "Iya bunda, boleh!!"

"Besok-besok Gigi pulang sekolah sama kamu boleh nggak?" pinta bunda.

Lagi-lagi Mahesa langsung mengangguk. "Dengan senang hati bun."

"Benar boleh? Nanti gue malah ngerepotin lo lagi," tanyaku yang sudah melepas pelukanku dari bunda, dan tentu saja aku enggan menatap Mahesa secara langsung dengan wajah seperti sekarang ini.

"Nggak sama sekali kok!" balas Mahesa.

"Nah, mas Ecanya aja udah boleh. Jadi kamu nggak akan ngelawan bunda lagi kan Gi?" tanya bunda sambil melirikku.

Aku mengangguk.

"Ya udah ayo kita masuk, mas Eca juga."

Kali ini Mahesa menggeleng. "Lain kali aja bun, Eca buru-buru, soalnya Eca harus ambil mobil yang ketinggalan di sekolah dulu."

"Aduh si Gigi ada-ada aja tingkahnya." Bunda menghela napas.

Kan semua itu nurunnya dari bunda.

"Gapapa kok bun, hehe," jawab Mahesa sopan.

Bunda mengangguk. "Kamu tunggu dulu di sini ya mas, bunda mau manggil Yoyo buat anterin kamu ke sekolah," tawar bunda.

Lagi-lagi Mahesa menggeleng. "Eca dijemput temen ke sini bun."

"Oalah, ya udah bunda masuk duluan ya. Gigi tunggu mas Eca di sini, sampe dia dijemput temannya yah," perintah bunda kemudian berlalu, bahkan sebelum sempat aku membantah.

Mahesagita✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang