30 - Mahesa Sakit

147 20 61
                                    

TIGA PULUH

Mahesa benar-benar jatuh sakit, sampai ia tidak masuk sekolah. Awalnya sih aku biasa saja saat mendengar wali kelasku memberitahu kabar itu pada sekretaris kelas kami. Tapi saat mami Fira menelponku terus-terusan, tingkat kekhawatiranku langsung naik berpuluh-puluh lipat. Belum lagi mami Fira menelponku sambil menangis. Hal itu membuatku jadi ingin mampir ke rumah Mahesa. Masa bodoh sama move on. Aku tidak mau merasa menyesal belakangan lagi.

Ya ampun otak! Kenapa kamu mikirnya selalu over begini sih? Kenapa ke over-thinkingan bunda, semuanya harus turun ke aku coba?

"Kamu kenapa ngelamun Gi?" tanya mami Fira, yang sekarang sedang membukakan pintu untukku.

Omong-omong, saat pikiranku mengoceh sendiri tadi. Aku sebenarnya sudah sampai ke rumah Mahesa, dan sedang menunggu untuk dibukakan pintu. Tapi saking banyaknya aku memikirkan hal yang tidak penting, aku akhirnya tidak sadar bahwa mami Fira sudah berdiri lumayan lama di depanku.

"Eh, mas Ecanya gimana mi?"

"Alhamdulillah demamnya udah turun, muntah-muntahnya juga udah berhenti. Tapi mami masih khawatir banget, soalnya mas Eca itu jarang sekali sakit anaknya," jelas mami Fira sambil menghela napas.

Aku ikutan menghela napas mendengarnya. Sungguh aku benar-benar lega mendengar keadaan Mahesa sudah membaik.

"Oh ya karena kebetulan ada kamu, mami nitip mas Eca bentar sama kamu bisa nggak? Soalnya mami mau jemput adik mami yang dokter buat meriksa keadaan mas Eca," ujar mami Fira kemudian.

Mahesa disuruh jaga sama aku? Itu artinya aku akan berduaan lagi sama dia kan? Kalau gini ceritanya move onku bisa gagal lagi dong! Tapi menolak permintaan mami Fira pun tidak mungkin karena aku sudah sampai ke sini. Akhirnya dengan setengah hati aku mengangguk mantap seolah sangat senang menerima mandat dari mami Fira.

"Kamu emang paling bisa diandelin." Mami Fira mencubit pipiku gemas.

"Kalau gitu mami mau siap-siap dulu, kamu ke atas aja nemenin mas Eca. Takutnya dia nanti ngingau kalau kelamaan ditinggal sendirian," tambah mami Fira, yang lagi-lagi langsung kuangguki.

Mami Fira kemudian membawaku ke depan kamarnya Mahesa. Setelah memberikan petuah lainnya, seperti kalau ada apa-apa aku langsung memanggil bibi yang sedang ketiduran karena sudah terlalu cape mengurus Mahesa sedari pagi. Dan kalau bibi tidak mampu menyelesaikannya, aku harus segera meminta bantuan tetangga. Aku juga harus selalu mengupdate perkembangan Mahesa pada mami Fira kalau-kalau cowok itu makin merasa kesakitan. Setelah berbagai petuah panjang itu, barulah mami Fira pamit masuk ke kamarnya untuk bersiap dan mengambil beberapa keperluan yang akan dibawanya.

Sekarang aku berdiri mematung di depan kamar Mahesa. Kalau dipikir-pikir pintu ini adalah awal mula semua penyebab masalahku. Pintu inilah yang membuatku memikirkan kata bulan dan pintu dalam bahasa inggris, plus peluit tukang parkir. Yang kalau digabung menjadi moondoor, kemudian prit prit prit.

Melihat pintu itu rasa-rasanya aku pengen pulang saja. Tapi karena aku tahu itu tidak mungkin. Akhirnya aku mutusin untuk langsung masuk saja ke kamar Mahesa yang penuh dengan kenangan menyesakkan dadaku.

Setelah masuk, kulihat cowok itu sedang dalam posisi bayi dalam kandungan ibunya. Bedanya cowok itu membalut dirinya dengan selimut tebal bewarna senada dengan spreinya.

Niatnya sih aku mau berdiri jauh saja darinya. Tapi melihat wajahnya yang kelihatan gusar seperti sedang bermimpi aneh, aku akhirnya mendekat padanya. Sialnya lagi, saat aku mendekat padanya, dia malah langsung menggenggam tanganku. Mau memaksa lepas eh akunya juga terlanjur nyaman. Dasar Gigi lemah!!

"Gigi..."

What?!

Demi apa? Mahesa sampai membawa namaku di igauannya. Nggak cuma itu, dia bahkan memanggilku dengan nama rumahanku. Astaga naga. Seketika aku gagal move.

Mahesagita✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang