36 - Mahesa Mulai Lagi

156 16 63
                                    

TIGA PULUH ENAM

Aku berjalan gontai menuju ke lantai satu, tanpa ada prasangka negatif sama sekali. Tapi ketika melihat seseorang yang ikut duduk bersama keluargaku di meja makan, mataku melotot sempurna. Bahkan aku sampai terbatuk-batuk, saking tidak menyangka hal ini akan kulihat sepagi ini di rumahku pula.

"Kamu kenapa tega bohongin bunda sih Gi!!" ujar bunda dramatis saat melihatku.

"Bohongin bunda?" Aku mengernyit bingung. Lantas menatap Mahesa yang hanya mesem-mesem sendiri.

"Kamu bilang mas Eca udah punya pacar, padahal kata mas Eca dia masih jomblo." Bunda menggeleng tidak percaya. "Tega kamu ya Gi sama bunda sendiri."

Aku makin melotot. Apa maksudnya Mahesa ke rumahku, dan bilang ia tidak punya pacar? Emang sepenting apa status jomblonya di hadapan bundaku?

"Bunda nggak mau tahu, pokoknya hari ini kamu nggak boleh berangkat sendirian, kamu harus berangkat dan pulang bareng mas Eca," putus bunda sepihak yang membuatku kian melotot, seraya melirik ayah yang langsung menggangguk saat tatapannya bertemu denganku.

"Ayah!!" rengekku.

"Ayah setuju sama bunda. Karena orang yang berbohong itu memang harus ditegasin sekali-kali," jawaban ayah membuat bunda tersenyum lebar. Bunda sepertinya puas sekali menang banyak dariku.

"Gigi nggak mau bunda!!" Aku masih kekeuh merengek. Soal Mahesa aku udah bodoh amat.

"Bunda juga nggak mau tahu Gigi. Pokoknya kamu harus berangkat sama mas Eca, titik." Setelah mengatakan itu, bunda kembali melirik Mahesa. "Bunda ke atas dulu ya mas, kamu kalau buru-buru berangkat aja. Kalau si Gigi nggak mau tarik aja dia," Bunda bangun dari duduknya, kemudian pergi ke lantai atas, untuk menyuruh Yoyo dan kak Al lekas bersiap-siap.

Mahesa mengangguk antusias. Kemudian dia menyalimi ayahku. "Eca sama Gigi duluan ya ayah," katanya sambil menyalimi ayahku. But wait, kenapa panggilannya udah berubah jadi ayah, perasaan kemarin-kemarin masih om deh.

"Senang deh kamu mutusin buat manggil om ayah juga." Ayah mengelus rambut Mahesa pelan. Kemudian melakukan hal yang sama terhadapku. "Udah jangan cemberut mulu. Malu sama orang ganteng. Oh ya, bunda juga udah siapin kamu bekal, nanti jangan lupa makan di mobil ya!" pesan ayah.

Astaga? Demi apa coba ayah ngomong gitu? Fix, virus bunda udah merasuki ayahku juga. Dan ini benar-benar gawat.

Aku hanya tersenyum terpaksa. Sambil mengambil kotak bekal yang sudah disiapkan bunda untukku. Lalu tanpa menungguku membantah lagi, Mahesa langsung menggandeng tanganku, menarikku menuju ke tempat mobilnya berada.

"Lo apa-apaan sih Sa?! Kurang kerjaan bangetkah? Kalau iya nanya gue aja, biar gue rekomendasi tugas buat orang gabut kayak lo!" sungutku sebal saat kami berdua sudah berada di dalam mobil.

"Iya sama-sama," jawabnya membuatku langsung menatapnya tak percaya.

"Lo gila ya?"

"Kok gila? Gue kan cuma mencoba untuk positif thinking sama omongan lo. Dan cara berpikir positif itu adalah dengan nganggap omongan lo tadi sebagai ucapan terimakasih," ujarnya santai, sambil melajukan mobilnya.

Aku menggeleng tak percaya. "Jadi lo bela-belain buat jemput gue cuma buat dengar ucapan terimakasih keluar dari mulut gue, karena lo udah perbaiki hubungan gue sama Yoyo gitu?" tanyaku membuatnya langsung menoleh, ia kemudian menaikkan sebelah alisnya. "Kalau gitu mau lo okey. Hemm. Makasih Mahesa Atdmaja, karena lo udah buat hubungan gue dan saudara gue jadi membaik, sumpah gue benar-benar berterimakasih sama lo," ucapku semenggemaskan mungkin.

Mahesa terbahak. Benar-benar terbahak, sampai-sampai mobil di belakang kami mengklakson berulang kali karena Mahesa mulai berkendara agak ke tengah jalan.

Mahesagita✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang