35 - Yoyo is back

127 18 61
                                    

TIGA PULUH LIMA

"Makasih Gigi. Maaf juga karena gue udah bentak-bentak lo," kata Yoyo membuatku yang sedang makan di depan televisi tersedak pelan.

Aku kemudian mengernyit. "Makasih buat?"

Yoyo tertawa, dia kemudian menyentil kepalaku. "Udah kali aktingnya. Si Airin tadi di sekolah udah cegat gue terus cerita kalau lo nemuin dia, dan bilang kalau gue itu sebenarnya suka sama dia," jelas Yoyo membuatku makin melongo.

"Coba aja dari kemarin-kemarin lo bilang sama gue kalau Airin nggak jadi balikan sama mas Eca. Gue nggak bakal sefrustasi kemarin lusa sampai ngerokok dan bilang ke lo yang nggak-nggak," sambungnya lagi membuatku kian bingung.

Yoyo ikut duduk di sampingku, kemudian ia mengambil cemilan di tanganku, lalu memakannya dengan lahap. "Nggak nanyak gitu, gue udah jadian apa kagak?" Ia menaik-turunkan alisnya.

Aku yang makin kebingungan, menggaruk rambutku yang tak gatal. "Eiya, maaf. Gue masih butuh waktu buat cerna omongan lo, soalnya gue nggak nyangka rencana gue bakal berhasil secepat ini," balasku tentu saja bohong. Tapi mengingat Yoyo sudah kembali menjadi Yoyoku, biar saja ini berjalan sesuai pemikirannya. "Jadi udah sampai ke tahap mana hubungan lo?" tanyaku kemudian.

Anak itu malah tersenyum lebar, kemudian cengar-cengir tidak jelas. Lalu ia menunjukkan layar handphonenya kepadaku. Aku yang setelah putus mulai jadi uwuphobia, lantas melotot melihat isi pesan Yoyo dan Airin juga nama kontak yang diberikan Yoyo untuk Airin, yaitu pacar dengan emote love, lengkap dengan tanggal hari ini pula. Bucin di sekitarku sudah bertambah astaga.

"Gue sama Airin mah mulus kayak jalan tol, nggak kayak lo sama mas Eca, yang kalau diibaratkan udah kaya jalan berlubang terus ketimbun longsor pula," timpalnya kejam membuatku auto mendengus sebal.

Sabar Gi, sabar. Jangan semprot adikmu. Kalian baru baikan.

Alhasil karena teringat fakta itu aku hanya bisa mesem-mesem sendiri, walaupun sudah dongkol setengah mati menanggapi tingkah absurd Yoyo yang baru pertama kali pacaran itu.

"Lo udah bilang sama bunda?" tanyaku mengalihkan, sebelum Yoyo memunculkan opini yang makin menyudutkanku nantinya.

Laki-laki bermata legam itu menggeleng. "Ststs, jangan ribut. Gue nggak mau kasih tahu bunda dulu. Karena gue takut bunda nggak suka sama Airin," jawabnya seraya membekap mulutku.

Jatuh cinta membuatnya makin aneh memang, padahal jelas-jelas dia tahu kalau di rumah hanya ada aku dan dia. Ayah dan bunda sedang pergi ke acara syukuran anak temannya, sedangkan kak Al masih belum pulang dari kantornya.

"Iya oke-oke. Serah lo."

"Karena gue baru jadian gue bakal traktir lo deh, anggap aja PJ-an. Jadi lo mau makan apa? Biar gue pesanin." Mendengar omongan Yoyo, aku langsung berbinar.

"Serius lo?"

"Sepuluh rius malah!"

"Kalau gitu gue nggak mau gofood, gue mau makan satenya mang odoy yang mangkir di samping alfa," pintaku semangat. 

Aku terkadang memang senorak itu, tapi kurasa itu wajar, mengingat aku sudah lama sekali ngidam sate itu, tapi karena kebanyakan masalah aku jadi kehilangan selera makanku.

"Siap. Lo tinggal duduk manis, tunggu gue bawa pulang sate buat lo," balasnya sambil tersenyum, yang refleks membuatku mengikutinya.

"Btw, makasih ya Gi, lo udah mau percaya sama gue dengan cara nggak ngasih tahu bunda tentang kejadian gue yang hisap rokok," lirihnya. "Gue janji deh nggak bakal coba-coba buat ngerokok lagi," tambahnya membuatku terharu akan pilihanku menyembunyikan masalah ini dari bunda, ayah, serta kak Al.

"Sama-sama. Gue juga minta maaf karena selama ini gue udah jahat banget sama lo."

"Masa lalu biarlah masa lalu. Jangan kau ungkit jangan kau ragu. Okey? Ya udah gue mau beli sate dulu nih, lo baik-baik sendirian di rumah ya!" ujar Yoyo bernada sambil menepuk puncak kepalaku kemudian berlalu.

Setelah Yoyo pergi aku langsung menghela napas panjang. Berkat kejadian ini aku jadi menatap layar ponselku. Tiba-tiba aku jadi terbayang seseorang. Ingin rasanya kutanyakan tentang hal ini langsung padanya. Tapi gengsiku terlalu besar untuk aku melakukan itu.

Namun tiba-tiba ponselku berdering, kukira itu dari seseorang yang kutunggu. Ternyata bukan. Ini dari Airin pacar Yoyo. Ia menelponku.

"Iya halo!" kataku ramah.

"Maaf buat kamu bingung. Sebenarnya saya mau hubungin kamu dari tadi, tapi saya nggak sempat. Saya cuma mau bilang, ini semua rencana Mahesa. Katanya cuma dengan ini, kamu dan Sergio bisa kembali akur."

Aku kembali speechlees mendengarnya. Sudah dalam dugaanku memang, kalau Mahesa ada di balik semua ini. Tapi bentar deh. "Lo bilang ini rencana Mahesa. Jadi lo nggak tulus dong sama adek gue?"

Airin hanya diam. Tak kunjung merespon ucapanku.

"Airin, halo. Airin!!"

"Ah ya maaf. Tentu saja perasaan saya bukan bagian dari rencana Mahesa."

"Lo nggak bohong kan? Gue tangkapnya malah lo masih suka sama Mahesa. Tapi anehnya kalian nggak balikan. Malah lo jadiannya sama adek gue."

Airin terkekeh mendengarku.

"Saya akui memang saya sangat susah move on dari Mahesa. Tapi Yoyo mengubah semua. Termasuk perasaan saya. Lagian buat apa saya memaksa Mahesa balikan, padahal jelas-jelas Mahesa udah nemuin pengganti saya."

Spidometer kepoku langsung naik ke angka 100%. "Hah? Siapa!??"

Airin kembali terkekeh.

"Lebih baik kamu tanya sendiri. Saya nggak punya hak buat jelasin itu. Omong-omong jangan marah lagi sama Mahesa, karena waktu itu dia cuma nemenin saya beliin sesuatu buat Yoyo supaya rencana saya dan dia sukses."

"Oh okey. Makasih juga btw, karena lo udah balikin semangat adek gue lagi." Meski aku berkata begitu tetap saja bibirku mengerucut beberapa senti ke depan, karena aku tak mendapat jawaban dari pertanyaanku. Tapi malah menemukan fakta lain yang membuatku sedikit tercengang.

"Ya sudah, saya tutup teleponnya ya."

Tut tut tut...

Aku menatap layar handphoneku yang masih menyala. Demi apapun. Airin sangat kaku, melebihi kanebo kering malah. Tapi kata Yoyo, meskipun bersikap kaku seperti itu, dia mempunyai banyak penggemar. Aku nggak bisa bayangin kalau dia bersikap rileks, entah akan sebanyak apa fansnya. Hanya dengan membayangkan itu saja, aku sudah luar biasa iri pada sosok yang sempat menjadi rival tak terlihatku dalam mendapatkan Mahesa itu.

Omong-omong aku sangat penasaran pada perkataan Airin, tentang Mahesa yang sudah menemukan pengganti dirinya. Tapi aku juga tidak mau bertanya maupun mengucapkan terimakasih pada Mahesa, apalagi minta maaf karena sudah asal menuduhnya. Karena setelah kupikirkan lagi dia memang untuk pantas melakukan ini, mengingat betapa banyaknya kesalahan dia terhadapku. Lagian Mahesa udah nemuin pengganti Airin. Jadi buat apa lagi aku kacaukan kehidupannya.

Terlanjur kesal membuatku membuka aplikasi wa, mengetikkan suatu pesan yang isinya sama sekali tidak kupikirkan akan kulakukan secepat ini.

To: Haris

Gue mau jadi pacar lo kak.

Dia kakak kelasku. Orangnya humoris dan tidak membosankan jika dibandingkan dengan cowok anjuran dari teman-temanku. Kami baru dekat sekitar semingguan gitu. Tapi bodoh amat lah, nggak salah buat dicoba dulu. Lagian aku mau move on, dan caranya move on cepat terlaksama ya dengan begini.

Tbc

Nah hayoloh. Siapa tuh si Haris. Masih ngeship MaheSagita nggak? Wkkw. Lol.







Yaya

Mahesagita✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang